Pengalaman menunjukkan bahwa ruh tidak lain adalah kesadaran

Siapapun yang memiliki kesadaran lebih besar memiliki semangat yang lebih besar; Ketika semangat menjadi lebih besar dan melampaui semua batas, roh segala sesuatu menjadi patuh padanya Jalaludin Rumi

Jumat, 08 Juli 2016

Memaknai Esensi Silaturahim dalam Kehidupan

MEMAKNAI ESENSI SILATURAHIM DALAM KEHIDUPAN
Oleh : JAMANI
Disampaikan pada tanggal 08 Juli 2016 di Masjid Agung Al-Qudsi Sukadana

Kaum muslimin sidang jum’ah rahima kumullah,
Marilah kita banyak bersyukur atas limpahan nikmat dan karunia serta kasih sayang allah swt, hingga  saat ini, kita masih diberikan kesempatan dan dalam keimanan untuk melaksanakan shalat fardhu jum’ah.
Dalam hal ini khotib mengajak khususnya pribadi dan seluruh para jamaah kaum muslimin, marilah kita senantiasa meningkatkan keimanan dan ketaqwaan kita kepada allah swt. Yakni melaksanakan segala perintahnya dan menjauhi segala perbuatan yang dilarangnya,

Kaum muslimin sidang jum’ah rahima kumullah,
Pada kesempatan yang berbahagia ini, khotib ingin menyampaikan “taqoballahu minna waminkum siyamana, wasiyamakum wakullu amin bi ghairi, semoga allah menerima amal kita, puasa kita dan semoga kita termasuk golongan yang kembali suci, memperoleh kemenangan, serta selalu mendapatkan perlindungan oleh allah swt.
Sehubungan dengan momentum idul fitri 1437 h, maka khutbah jum’at kita pada hari ini adalah memaknai silaturahim dalam kehidupan”,
Silaturahmi merupakan akhlaq terpuji yang mulia, yang memiliki makna “hubungan kasih sayang”.. Kita diperingatkan untuk tidak memutuskannya :
Sebagaimana firman swt :
Dan orang-orang yang menghubungkan apa-apa yang allah perintahkan supaya dihubungkan[771], dan mereka takut kepada tuhannya dan takut kepada hisab yang buruk (q.s ar-ra’du: ayat 21).

Kemudian dalam hadits qudsi juga difirmankan :
“مَنْ وَصَلَكِ وَصَلْتُهُ، وَمَنْ قَطَعَكِ قَطَعْتُهُ”.
“barang siapa menyambungmu (silaturrahmi) maka aku akan bersambung dengannya, dan barang siapa memutusmu (silaturrahmi); maka aku akan memutuskan (hubungan)ku dengannya”. (hr. Bukhari dari abu hurairah).
Dari jubair bin muth’im bahwa rasulullah shallallahu’alaihi wasallam bersabda:
“لَا يَدْخُلُ الْجَنَّةَ قَاطِعٌ”.
“tidak akan masuk surga pemutus (silaturrahim)”. Hr. Bukhari dan muslim.
Dalam hal ini  imam nawawi memberi batasan, “shilatur rahim artinya berbuat baik kepada kerabat sesuai dengan kondisi yang menyambung maupun yang disambung. Kadangkala dengan harta benda, pelayanan, kunjungan, salam, dan lain-lain.
Kaum muslimin sidang jum’ah rahima kumullah
Berdasarkan beberapa dalil dan pendapat di atas, bahwa silaturrahim bukanlah sekedar adat istiadat yang kita lakukan dimasyarakat, namun ia merupakan bagian dari syariat.
Dalam konstelasi silaturahum allah swt memerintahkan berbuat baik kepada kerabat sebagaimana firmannya :
Yang artinya “sembahlah allah dan janganlah kalian mempersekutukan-nya dengan sesuatu apa pun. Serta berbuat baiklah kepada kedua orangtua, karib-kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga dekat dan tetangga jauh, teman, musafir dan hamba sahaya yang kalian miliki. Sungguh allah tidak menyukai orang yang sombong dan membanggakan diri”. Qs. An-nisa’: 36.
Dalam hal ini rasululullah juga menjanjikan bahwa di antara buah dari silaturrahim adalah keluasan rizki dan umur yang panjang,
“مَنْ أَحَبَّ أَنْ يُبْسَطَ لَهُ فِي رِزْقِهِ وَيُنْسَأَ لَهُ فِي أَثَرِهِ؛ فَلْيَصِلْ رَحِمَهُ”.
“barang siapa menginginkan untuk diluaskan rizkinya serta panjangkan umurnya; hendaklah ia bersilaturrahim”. (hr. Bukhari dan muslim dari anas bin malik),
Kaum muslimin sidang jum’ah rahima kumullah,
Sangat jelas bahwa pentingnya silaturahim dalam kehidupan kita, terutama orangtua, baik yang hidup maupun yang sudah tiada. Bagi yang masih hidup, jagalah hubungan kasih sayang itu hingga akhir hayatnya, janganlah kita menyia-nyiakan saat ia hidup bersama kita, teruslah berkasih sayang, berikhtiar, janganlah kita mengeluh karena penyakitnya. Karena ada seorang anak yang ketika orangtuanya tua renta sedang sakit, enggan berikhitiar mengobatinya, takut sia-sia akan uang pengobatan, dan bahkan lebih parahnya seolah sudah tahu bahwa orantuanya akan meninggal. Nauzubillahi minzalik.
Padahal ketika masih kecil dan sakit berat, orangtua tidak pernah mengeluh bahkan sampai habis hartanya demi kesembuhan anaknya, karena ia yakin mati hidup di tangan allah swt tidak satupun hamba yang mengetahuinya.
Kemudian ketika jenazahnya dihadapan kita, tangan kitalah yang seharusnya membasuh  tubuhnya, tangan kitalah yang mengafani sebagai pakaian terakhir baginya didunia, mulut kitalah yang  mengucap 4 takbir dan berdoa meminta ampunan untuknya, dan kaki kitalah yang mengantar dan menguburnya ditempat akhir dunia, sebagai bentuk kasih sayang anak kepada kedua orangtua didunia.
Kemudian ketika  orangtua yang sudah di alam kubur, kita tetap menjalin kasih sayang kepada mereka dengan berjiarah kekuburnya, berdoa setiap saat untuknya, karena doa anak yang sholehlah yang akan menjadi nikmat bagi mereka dialam kubur.
Kaum muslimin sidang jum’ah rahima kumullah
Masih banyak lagi gambaran hidup yang sudah dilupakan sebagai esensi silaturahim dalam kehidupan. 
Tidak hanya menjaga hubungan kasih sayang dengan orangtua, sebagaimana yang diperintahkan allah pada ayat diatas, kita juga diperintahkan untuk selalu menjalin kasih sayang dengan keluarga, tetangga, anak yatim, fakir miskin dan sesama yang membutuhkan kasih sayang kita. Yakni dengan saling memaafkan dengan hati yang tulus, bukan sekedar ucapan dan berikirim salam, tapi berusaha saling berkunjung yang selama setahun kita dsibukkan aktivitas bekerja. Jika kita tidak punyak kesempatan. Dan tidak hanya mengkhususkan hari raya idhul fitri saja sebagai momen untuk saling memaafkan. Tetapi kita diperintahkan untuk saling memaafkan sepanjang tahun, setiap saat untuk meminta maaf sebelum ajal menjemput. Rasululullah  shallallahu’alaihi wasallam bersabda :
“tidaklah ada dua orang muslim yang bertemu lalu saling bersalaman, melainkan dosa keduanya akan diampuni sebelum mereka berdua berpisah”. (hr. Abu dawud dari al-bara’ bin ‘azib dan dinyatakan sahih oleh al-albany)
Demikianlah khutbah singkat ini, semoga pembelajaran ramadhan dan zakat fitrah dan harta yang kita keluarkan  dapat memberikan refleksi yang bermakna dalam perilaku sosial kita semakin cinta kepada sesama,  dan melalui momen idul fitri kita selalu meningkatkan motivasi untuk lebih taat beribadah meraih taqwa dan mendapat rahmatnya sebagai bekal diakhirat kelak.
Barakallahu

Sabtu, 02 Juli 2016

Tak Kusangka Begitu Cepat Berlalu



Tak Kusangka Begitu Cepat Berlalu
Karya : Jamani
Tak ku sangka begitu cepat berlalu
Padahal aku baru saja menikmatinya
Oh..ruginya diriku, tak bersamamu sepanjang waktu
Itulah kekuranganku pada mu, hanya banyak mengumbar kelebihanmu ..
Padanya lah letak kemuliaanmu..

Tak kusangka begitu cepat berlalu
Kurasa aku menyia-nyiakan kemuliaanmu
Tapi apa dayaku..memang benar pencipta alam jagad Raya ini
Hanya keyakinan, yang mampu bersamamu hingga mulia disisi Rabb
Pernyataan itu yang kuharap, biarlah kehendak robb atas segala sesuatu

Tak Kusangka Begitu cepat Berlalu
Setiap waktu kau datang, semangatku membara..
Tapi ketika dalam perjalanan bersamamu, seolah kau biasa
Aku tak menyalahkan Duniaku, tapi entahlah ..
Memang hanya keyakinanlah yang mampu meraih kemuliaanmu

Tak Kusangka Begitu cepat Berlalu
Ku tahu keutamaanmu.. ampunan, nikmat dan berkah
Tapi itu yang membuatku berperang melawan kelemahanku
Oh..mungkin aku terjebak pada kenafsian
Hanya yang kuat, yakin padamu bahwa engkau berkah

Tak Kusangka Begitu Cepat Berlalu
Hanya menghitung jariku, akhir kau mendidikku
Tapi ku tak tahu, mudah-mudahan bersamamu dirahmati..
Duniaku memang lalai atas kedatanganmu..banyak kesempatan
Ku hanya terdiam, sedang akupun terjebak, hanya robb yang mengawasi.

Tak kusangka begitu cepat berlalu
Sudah terdengar suara-suara kebesaran untuk mengakhirimu ...
Kuharap aku bersua dengan kemuliaanmu, keberkahanmu dan nikmatmu
Hanya yang  yakin, kuat tak sanggup berpisah denganmu dan selalu merindukanmu..
Selamat jalan ramadhanku, ku akan menunggumu meski waktuku tak pasti.

Senin, 27 Juni 2016

TAK PUASE; TAK RAYE (Sebuah Renungan sebelum Ramadhan berakhir)



TAK PUASE; TAK RAYE
(Sebuah Renungan sebelum Ramadhan berakhir)
Sebuah ungkapan yang sangat menarik untuk kita renungkan dari animasi populer dari negeri sebelah sikembar Upin dan Ipin “tak puase, tak raye”. Jika dilihat dari bahasa keseharian , mungkin ini ungakan lucu, namun jika dilihat dari esensi puasa itu sendiri, ungkapan ini sangatlah tepat untuk kita menginstropeksi diri sebelum berakhirnya Ramdhan. Sebulan penuh berpuasa menahan diri untuk tidak makan, tidak minum, tidak berhubungan suami istri, dari terbitnya fajar sampai tenggelamnya matahari. Usaha tersebut dilakukan karena iman dan untuk meraih taqwa. Sebagaimana Firman Allah SWT dalam Q.S: 2:183 yang memerintahkan puasa disebutkan: “la allakum tattaqun” (agar kamu bertakwa). Sehingga dapatlah dikatakan, bahwa tujuan puasa itu adalah agar kita bertakwa.
Mengutip Penjelasan M. Quraish Sihab (2008) kata “takwa” mencakup segala macam kebajikan. Ilmu itu takwa, sabar itu takwa (bagian dari takwa). Ada yang mengatakan, bahwa puasa yang kita lakukan adalah untuk menenun pakaian takwa. Lebaran nanti, barulah pakaian takwa tersebut kita kenakan. “Wa libasut taqwa zalika khair”. Sebutlah apa saja dari kebaikan, maka itu termasuk ke dalam “takwa”. Jadi, istilah “takwa”, merupakan segala macam kebaikan ada di dalamnya. Takwa adalah istilah yang digunakan oleh Alquran untuk menggambarkan “dima ul khair (himpunan dari segala macam kebaikan).
Lebih lanjut dijelaskan, jika Alquran mengatakan, bahwa ”diwajibkan kepada kamu berpuasa supaya kamu bertakwa,” maksudnya adalah supaya terhimpun dalam dirimu segala macam kebajikan. Jadi jelaslah, bahwa puasa bukanlah cuma menahan diri (sabar) untuk tidak makan dan tidak minum.
Kemudian dalam hadits Rasulullah yang cukup terkenal, hadits Qudsi yaitu sabda Rasulullah yang merupakan firman Allah, yang firman Allah tersebut tidak termaktub di dalam Alquran, tetapi disampaikan oleh Malaikat Jibril kepada Rasulullah, kemudian Rasulullah menyusun kata-katanya. Kalau Alquran merupakan firman Allah yang disampaikan oleh Malaikat Jibril yang redaksinya langsung dari Allah. Kalau ini, ada yang dikatakan oleh Rasullah, ada yang dikatakan oleh Jibril. Rasulullah bersabda, Allah berfirman: “Ash-shaumuli wa ana azzibi.” Puasa itu untuk-Ku, dan Aku yang akan memberi ganjaran-Nya. Allah mengatakan, bahwa puasa itu untuk-Nya, Dia lah yang akan memberinya pahala.
Ada orang yang berpuasa cuma menahan diri dari makan, minum, dan hubungan suami istri. Ada juga yang berpuasa menahan diri dari makan, minum, hubungan suami istri, dan menahan diri untuk tidak memaki orang lain. Ada juga yang berpuasa tidak makan, minum, hubungan suami istri, tidak memaki orang lain, dan dia belajar, membersihkan hatinya, serta tidak dengki.
Dari penjelasan di atas dapat dipahami bahwa yang Maha mengetahui hati itu hanyalah Allah. Karena itulah, tidak bisa lantas digeneralisir. “Akulah yang akan memberi pahalanya,” kata Allah. Kemudian dalam hal ini, para ulama memahami sabda Rasulullah yang merupakan firman Allah ini dengan mengatakan: “Karena puasa itu adalah rahasia antara yang berpuasa dengan Allah, maka itu sebabnya Allah berfirman: puasa untuk-Ku.” Ada juga yang mengatakan, bahwa esensi (tujuan akhir) dari puasa adalah takwa. Dia untuk Allah, yang kemudian ditafsirkan, bahwa untuk Allah yang dimaksud itu adalah rahasia.
Jadi, makna “takwa” merupakan arah yang dituju oleh puasa. Itulah esensinya. Seabgaimana Rasulullah bersabda:“Qammin shaa-imin laysalahu min shiyamihi illal ju’u wal ‘athas.” Banyak orang yang puasa, tetapi tidak mencapai esensinya, melainkan hanya lapar dan haus. Dari segi hukum ia mungkin berpuasa, tetapi bukan itu yang dimaksudkan oleh Allah. Maksud dari puasa adalah kendalikan diri, hiasi diri. Itulah esensi dari puasa sebenarnya.
Nah, Lantas bagaimana istilah upin dan ipin tak puase tak raye. Yang dimaksud disini adalah apakah orang yang tidak berpuasa dapat meraih fitri. Sebagaimana Makna Idul Fitri itu sendiri yaitu memiliki beberapa pengertian dan pemaknaan, diantaranya yaitu Idul Fitri juga bisa diartikan sebagai puncak atau klimaks dari pelaksanaan ibadah puasa di bulan Ramadhan. Idul Fitri sendiri memiliki keterkaitan makna dengan tujuan akhir yang ingin diraih dari pelaksanaan kewajiban berpuasa. Idul Fitri secara bahasa atau etimologi bisa berarti Hari Raya Kesucian atau bisa juga diartikan sebagai Hari Kemenangan umat Islam. Kemenangan disini adalah bentuk dari kemenangan dalam menggapai kesucian atau perwujudan dari kembali kepada keadaan  fitrah (Fitri) (Lihat. Quraish Shihab untuk suarakarya-online.com)
Dari penjabaran tersebut berarti kata Idul Fitri atau kembali kepada fitrah merupakan pengertian yang sangat relevan atau berhubungan dengan makna sebenarnya dari keberhasilan yang diperoleh setelah berakhirnya pelaksanaan ibadah puasa. Beberapa sumber juga menganalogikan Idul Fitri atau Lebaran sebagai jalan menuju kepada keadaan fitrah manusia layaknya seperti seorang bayi yang baru dilahirkan, bersih dan tanpa dosa.

Demikian tulisan seingkat ini, bukan untuk mengajari atau mengatakan kaum muslimin yang tak berpuasa tidak melaksanakan lebaran atau merayakan idul fitri. Akan tetapi paling tidak disisa waktu yang ada dapat digunakan untuk berpuasa, perbanyak amal, baca al-Qur’an, shalat qiyamul lail, bersedekah, berzakat dan bertaubat sehingga dihari kemenagan kita dapat meraih Rahmat Allah di hari fitri. Karena dibulan ramadhan yang sebentar lagi akan berakhir, sangat sayang bulan penuh rahmat, bulan pengampunan kita sia-siakan. Semoga kita mendapat ampunan dan keberkahan dibulan penh kemuliaan. Amin allahumma Amin. Wallahu’alam bisawwab.

Kamis, 23 Juni 2016

Pesanku Menjelang nan Fitri

Pesanku Menjelang Fitri
Oleh: Jamani

Berawal dari lafaz azan kulantunkan ditelingamu, terucap ayat Qur’an dan doa atas kehadiran buah hatiku tercinta didunia fana. Tangisanmu membuat kebahagiaan yang tak terhingga, tetes mata bahagia menyambutmu. Tak sia-sia mencari nafkah dan berdoa atas lahirmu. Aku dan wanita yang kusayangi sudah menyiapkan siapa namamu. Tangisanmu setiap malam membuat resah dan gelisah. Ternyata bahasamu lebih dimengerti bundamu, daripada aku. Dengan kasih dan sayang, seiring waktu, dari yang tak tahu berbicara bahasaku, yang tak tahu berjalan sepertiku, makan dan minum seperti aku, dan hari ini kau sudah dewasa, matang dalam berfikir, hidup dengan kemandirian. Hari ini kau jauh, tak bisa kuraba, aku mengerti kau melaksanakan tanggungjawabmu. Aku tak menuntut nak ?. tahukah kau kabarku hari ini, salahku tak bisa seperti orangtua lainnya. Ketika mereka rindu ia menghubungimu dengan alat canggih yang tak seperti dulu kau saat kuliah mengirimiku surat. Aku teringat dengan kalimat suratmu “Ayah apa kabarnya sekarang, mudah-mudahan ayah dan mak sehat, anakmu disini juga sehat”. Tapi kalimat itu tak pernah terbaca olehku, bahkan aku ingin mendengar kata-kata itu ditelingaku, seperti tetanggaku. Aku tak menyalahkanmu nak ? sebentar lagi idul fitri, aku teringat saat aku m
embelikanmu pakaian, dan ibumu memakaikan pakaian barumu, kau sangat senang dan bahagia. Mungkin hari ini pendamping hidupmu yang merawatmu nak ?. aku bahagia nak”. Ketika ku tulis pendamping hidup” aku ingat dengan ibumu yang sudah meninggalkanku terlebih dahulu didunia ini. Sekarang aku tinggal sendiri. Aku punya kau yang jauh disana, dan saudara-saudaramu yang dekat. Entah mengapa aku merasa sendiri ya nak ?.kadang aku melihat diriku, kulitku sudah keriput, rambutku sudah memutih, dan kakiku terasa kaku, bahkan pakaianku tak mampu ku cuci, bahkan makan dan minumpun, tanganku tak mampu menyuapiku sendiri. “ini mungkin yang dikatakan “tua renta”. Tapi sudahlah nak, aku tetap tegar dan bersyukur karena Tuhan masih sayang memberi kesempatan untuk melihat anak-anakku hari ini. anakku yang satu sudah menjadi pengusaha, setiap hari ia membentakku untuk tidak menghisap yang sudah menjadi kebiasaan burukku, ia melarangku pergi kepasar, dengan dalih mereka takut terjadi apa-apa pada fisikku,hm...Kemudian abangmu yang satu sekarang sudah menjadi abdi negara, ia selalu menuntutku seperti yang lainnya, menjadi orang yang tahu diri dan tidak usah menyusahkan oranglain. Kadang ia mengambil hasil panen tanaman yang ku tanam saat kau masih kecil, ia merasa haknya, padahal aku masih ingin merasakan hasil keringatku sendiri. Aku tak marah, karena ia anakku, dan pantas seorang anak mengambil hak dariku. Satu lagi, abangmu sudah sehat dari penyakitnya ia sudah bisa mandiri, satu lagi sudah punya kebun cengkeh, kadang ia datang sebulan, dua bulan sekali kerumah. Dan satu lagi adikmu yang membongkar rumah kita dulu, dan hari ini aku tinggal dirumah asing yang penuh debu dan semen, ya mungkin belum rizkinya untuk merenovasinya jauh ke negeri jiran, tak tahu kabarnya apa sekarang. Tapi sudahlah nak, tak patut aku ceritakan ini semua padamu”. Tapi satu yang ku pinta dan pesankan kepadamu; tak tahulah mengapa aku harus berkata seperti ini di ujung ramadhan ini. begini nak pesanku ? ketika yang maha pemberi hidup memanggilku, aku ingin kau yang memandikanku, aku ingin tanganmu membasuh seluruh tubuhku, aku ingin tanganmu yang mencuci tubuhku dengan siraman tanganmu, aku ingin kau balut tubuhku dengan tanganmu, aku ini bibirmu mengucapkan empat takbir untukku, aku ingin kau mendoakanku dengan “allahumma fighrlahu warhamhu wafuanhu” dan terakhir nak angkat jasadku ditempat dimana asalku diciptakan. Itulah pesannku nak, tak perlu kau hiasi rumah abadiku dengan tanda yang mahal atau membuatnya seperti rumah, jangan nak. Kutunggu kehadiranmu, jika kau tak sempat ku tunggu doamu, semoga dihari yang fitri kita selalu mendoakan ya nak..salam buat mennantu dan cucuku... tertanda ayahmu yang sangat merindukanmu.