Pengalaman menunjukkan bahwa ruh tidak lain adalah kesadaran

Siapapun yang memiliki kesadaran lebih besar memiliki semangat yang lebih besar; Ketika semangat menjadi lebih besar dan melampaui semua batas, roh segala sesuatu menjadi patuh padanya Jalaludin Rumi

Selasa, 14 Juni 2016

Memaknai Ramadhan Meraih Taqwa



Memaknai Ramadhan Meraih taqwa

Oleh : Jamani



Kaum muslimin sidang jumah rahima kumullah

Marilah kita senantiasa bersyukur atas segala karunia dan segala limpahan nikmat yang kita rasakan hingga saat ini, , disisa usia kita, allah dengan rahman dan rahimnya kita masih dipertemukan dengan ramadhan yang penuh berkah, bulan penuh kemuliaan dan bulan pengampunan.
 Sangat merugilah bagi yang menyia-nyiakannya. Rasulullah saw menegaskan, “barangsiapa berpuasa ramadhan karena iman dan mengharapkan pahala dari allah swt, niscaya allah mengampuni dosanya yang telah lalu. Dan barangsiapa melakukan amal ibadah tambahan (sunah) di bulan ramadhan karena iman dan mengharapkan pahala dari allah swt, maka ia akan diampuni dosanya yang telah lalu.” (H. Bukhari muslim).

Kaum muslimin sidang jum’ah rahima kumullah,

Melalui keutamaan bulan ramadhan ini “khatib mengajak khususnya pribadi dan seluruh jamaah, marilah kita selalu meningkatkan iman dan ketaqwaan kita kepada allah swt. Yakni melaksanakan perintahnya dan menjauhi segala larangannya.

Kaum muslimin sidang jum’ah rahima kumullah,

Hari ini kita sudah memasuki hari yang ke-5 untuk berpuasa dibulan yang penuh rahmat ini, ada dua hal yang kita garis bawahi yaitu istilah membatalkan dan mengurangi nilai pahala puasa.

1.         Membatalkan

Kita sering melihat banyak di antara kaum muslimin yang meremehkan kewajiban yang agung ini. Jika kita lihat di bulan ramadhan di jalan-jalan ataupun tempat-tempat umum, banyak saudara muslim tidak melakukan kewajiban ini atau sengaja membatalkannya. Padahal mereka kuat secara fisik mereka malah terang-terangan makan dan minum di tengah-tengah saudara mereka yang sedang berpuasa tanpa merasa berdosa sama sekali. Padahal mereka adalah orang-orang yang diwajibkan untuk berpuasa dan tidak punya halangan sama sekali. Mereka adalah orang-orang yang bukan sedang bepergian jauh, bukan sedang berbaring di tempat tidur karena sakit dan bukan pula orang yang sedang mendapatkan halangan haidh atau nifas. Mereka semua adalah orang yang mampu untuk berpuasa.
Dalam hal ini sebuah kisah dari sahabat abu umamah al bahili radhiyallahu ‘anhu. Beliau (abu umamah) menuturkan bahwa beliau mendengar rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,”ketika aku tidur, aku didatangi oleh dua orang laki-laki, lalu keduanya menarik lenganku dan membawaku ke gunung yang terjal. Keduanya berkata,”naiklah”. Lalu kukatakan,”sesungguhnya aku tidak mampu.” Kemudian keduanya berkata,”kami akan memudahkanmu”. Maka aku pun menaikinya sehingga ketika aku sampai di kegelapan gunung, tiba-tiba ada suara yang sangat keras. Lalu  aku bertanya,”suara apa itu?” Mereka menjawab,”itu adalah suara jeritan para penghuni neraka.”
Kemudian dibawalah aku berjalan-jalan dan aku sudah bersama orang-orang yang bergantungan pada urat besar di atas tumit mereka, mulut mereka robek, dan dari robekan itu mengalirlah darah. Kemudian aku (abu umamah) bertanya,”siapakah mereka itu?” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab,”mereka adalah orang-orang yang berbuka (membatalkan puasa) sebelum tiba waktunya.” (hr. An nasa’i dalam al kubra, sanadnya shahih. Lihat shifat shaum nabi, hal. 25).

Kedua, mengurangi nilai puasa,

Jika seseorang berniat ibadah puasa dimalam hari (sebelum fajar menyingsing), lalu ia meninggalkan segala hal yang dapat membatalkan puasanya, seperti makan, minum, dan berhubungan intim dengan istri, maka puasanya dapat dikatakan sah. Artinya, telah terlepas kewajiban berpuasa darinya. Namun apakah hal tersebut pasti membuahkan pahala?

Pada dasarnya, segala perkara yang sia-sia -apalagi maksiat- dapat merusak pahala puasa seseorang. Oleh karena itu, seyogyanya kita menghindarinya sekuat tenaga agar kita dapat meraih pahala yang sempurna dengan izin allah melalui puasa yang kita laksanakan. Atau paling tidak jangan sampai puasa kita –meskipun sah– tidak berbuah pahala, melainkan hanya mendapat lapar dan haus semata, na’uudzu billaah min dzalik. Diantara perkara-perkara tersebut adalah :

Berkata kotor, berteriak-teriak (bertengkar), bertindak bodoh, dan melakukan perkara yang sia-sia.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda (yang artinya), ”apabila seorang diantara kalian berpuasa maka janganlah ia berkata kotor, berteriak-teriak (bertengkar), dan bertindak bodoh. Jika ada orang yang mencela atau mengajaknya bertengkar maka katakanlah : ‘sesungguhnya aku sedang berpuasa (dua kali)’ ” (hr. Bukhari dan muslim)

Kemudian berkata dan melaksanakan kedustaan

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda (yang artinya), “barang siapa yang tidak meninggalkan ucapan dusta dan melakukan sesuatu dengan dasar kedustaan itu, maka tidak ada gunanya ia meninggalkan makanan dan minumannya itu disisi allah”(hr. Bukhari)
Mendengar, melihat, membicarakan, dan melalukan segala perkara yang diharamkan olehâ allah

Hikmah syariat yang tertinggi yang berada dibalik perintah puasa adalah agar seseorang dengan ibadah puasanya ini dapat menjadi hamba allah yang bertaqwa. Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “wahai orang-orang yang beriman, telah diwajibkan atas kalian berpuasa, sebagaimana puasa juga telah diwajibkan atas umat-umat sebelum kalian, agar kalian menjadi orang-orang yang bertaqwa” (qs. Al baqarah : 183)

Banyak sekali orang yang ketika berpuasa dan ketika menunggu waktu berbuka yang penuh berkah, mereka tidak melewatinya dengan beramal sholeh dan melakukan hal-hal yang bermanfaat, namun justru menghabiskannya dengan sekian banyak perbuatan maksiat, baik yang diucapkan oleh lisan, seperti menggunjing orang (ghibah), mengadu domba sesama muslim (namimah), mencaci-maki orang, dan semisalnya, semua ini –tanpa keraguan sedikitpun– merusak nilai-nilai dan janji pahala puasa yang istimewa dari allah ta’ala dan merusak inti tujuan dan hikmah disyari’atkannya puasa itu sendiri, yaitu untuk meraih derajat taqwa.



Makan dan minum adalah perkara yang – pada asalnya – mubah dilakukan oleh orang yang tidak sedang berpuasa, namun ia menjadi haram dilakukan pada saat puasa, dan dapat membatalkan puasa. Akan tetapi bagaimana dengan perbuatan maksiat? Perbuatan maksiat kapan saja ia tetap haram, baik saat berpuasa ataupun tidak. Bahkan kemaksiatan yang merupakan keburukan ini akan semakin bertambah buruk jika dilakukan oleh seseorang yang sedang melaksanakan puasa, dibanding pada saat yang lainnya. Perbuatan maksiat itu dapat merusak keutuhan puasa dan dapat membatalkan pahala puasa yang telah dijanjikan allah ta’ala. Sebagaimana yang diisyaratkan oleh hadits nabawi diatas, ”apabila seorang diantara kalian berpuasa maka janganlah ia berkata kotor, berteriak-teriak (bertengkar), dan bertindak bodoh. Jika ada orang yang mencela atau mengajaknya bertengkar maka katakanlah : ‘sesungguhnya aku sedang berpuasa (dua kali)’ ” (hr. Bukhari dan muslim).

Dan hadits yang lain, “barang siapa yang tidak meninggalkan ucapan dusta dan melakukan sesuatu dengan dasar kedustaan itu, maka tidak ada gunanya ia meninggalkan makanan dan minumannya itu disisi allah”â (hr. Bukhari)
Demikianlah khutbah singkat ini, marilah kita berusaha melaksanakan puasa ini sesuai dengan hikmah tertinggi puasa itu sendiri, yaitu agar dapat menjadi hamba allah ta’ala yang bertaqwa kepada allah ta’ala dengan sebenar-benar taqwa, yaitu dengan cara mengikhlaskan ibadah puasa hanya untuk allah ta’ala dan menjalankan sesuai dengan tuntunan rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, serta meninggalkan segala hal yang dapat merusak nilai dan pahala puasa kita tahun ini.

Senin, 13 Juni 2016

Mengapa Tidak Puasa



MENGAPA TIDAK PUASA ?
Oleh : Jamani

Berawal dari Pertanyaan “mengapa tidak puasa ?”sebuah pertanyaan yang mempunyai jawaban sangat bervariatif sesuai perspektif masing-masing
Sebelumnya, penulis akan mengemukakan beberapa dalil tentang kewajiban puasa, keutamaan dan hikmah bulan ramadhan. Seperti dalam Q.s al-Baqarah : 183 : “Hai orang-orang yang beriman diwajibkan atas kamu untuk berpuasa, sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu, agar kamu bertaqwa. Kemudian dalam hadist Abdullah bin Umar riwayat Al-Bukhâry dan Muslim, Nabi shallallâhu ‘alaihi wa sallam menerangkan bahwa puasa adalah salah satu rukun Islam yang agung dan mulia “Islam dibangun di atas lima (perkara, pondasi): Syahadat Lâ Ilâha Illallâh wa Anna Muhammadan ‘Abduhu wa Rasûluhu, mendirikan shalat, me­ngeluarkan zakat, berhaji ke Rumah Allah, dan berpuasa Ramadhan.”
Dari dalil ini sudah sangat jelas bahwa puasa ramadhan wajib bagi umat Islam yang tak bisa dikompromi bahkan ada pendapat keras yang diambil dari http://dzulqarnain.net para ulama bersepakat bahwa siapapun yang mengingkari kewajiban puasa dianggap kafir, keluar dari Islam, dan dianggap telah mengingkari suatu perkara.
Sebelum menjawab, selanjutnya penulis kemukakan beberapa keutamaan berpuasa dibulan ramadhan berdasarkan dari berbagai sumber. Berikut ini beberapa keutamaan ramadhan. Pertama, ampunan dan pahala yang sangat besar bagi orang yang berpuasa. Allah menyebutkan sederet orang-­orang yang beramal shalih, yang di antara mereka adalah laki-laki dan perempuan yang berpuasa, kemudian menyatakan pahala untuk mereka dalam firman-Nya,“…Allah telah menyediakan, untuk mereka, ampunan dan pahala yang besar.” [Al-Ahzâb: 35]. Kedua, puasa adalah tameng terhadap api neraka. Dalam riwayat Al-Bukhâry dan Muslim dari Abu Hurairah radhiyallâhu ‘anhu, Nabi shallallâhu ‘alaihi wa sallam bersabda, “… dan puasa adalah tameng. Bila salah seorang dari kalian berada pada hari puasa, janganlah ia berbuat sia-sia dan janganlah ia banyak mendebat. Kalau orang lain mencercanya atau memusuhinya, hendaknya ia berkata, ‘Saya sedang berpuasa.’.kemudian Juga disebutkan dalam hadits Jâbir, ‘Utsman bin Abil ‘Âsh, dan Abu Hurairah radhiyallâhu ‘anhu riwayat Imam Ahmad dan selainnya, Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Puasa merupakan tameng terhadap neraka, seperti tameng salah seorang dari kalian pada peperangan.” Ketiga, puasa adalah pemutus syahwat. Dalam hadits ‘Abdullah bin Mas’ud radhiyallâhu ‘anhu riwayat Al-Bukhâry dan Muslim, Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Wahai sekalian pemuda, barangsiapa di antara kalian yang mampu menikah, hendaklah ia menikah karena hal tersebut lebih menundukkan pandangan dan lebih menjaga kemaluan, dan barangsiapa yang belum mampu, hendaknya ia berpuasa karena sesungguhnya (puasa itu) adalah pemutus syahwatnya.” Keempat, orang yang berpuasa mendapat ganjaran khusus di sisi Allah. Hal tersebut karena puasa merupakan bagian kesabaran, sementara sabar terbagi tiga: sabar dalam hal menjalan­kan ketaatan, sabar dalam hal meninggalkan larangan, dan sabar dalam hal menerima ketentuan Allah. Orang yang berpuasa telah melakukan tiga jenis ke­sabaran ini seluruhnya, bahwa ia sabar dalam hal men­jalankan ketaatan yang diperintah dalam pelaksanaan puasa, sabar dalam hal meninggalkan segala hal yang dilarang dan diharamkan dalam pelaksanaan puasa, serta sabar dalam hal menjalani kepedihan terhadap lapar, haus, dan kelema­han pada tubuh. Karena puasa merupakan bagian kesabaran, wajar jika orang yang berpuasa mendapatkan pahala khusus yang tidak terhingga sebagaimana orang yang sabar mendapat pahala seperti itu. Allah Subhânahu wa Ta’âlâ ber­firman, “Sesungguhnya, hanya orang-orang yang bersabar­lah yang pahala mereka dicukupkan tanpa batas (Az-Zumar: 10) Kelima, orang yang berpuasa memiliki dua kegembiraan. Keenam, bau mulut orang yang berpuasa lebih harum di sisi Allah daripada bau wangian kasturi. Tiga keutamaan yang disebut terakhir termaktub dalam hadits Abu Hurairah radhiyallâhu ‘anhu riwayat Al-Bukhâry dan Muslim bahwa Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Setiap amalan Anak Adam, kebaikannya dilipat­gandakan menjadi sepuluh sampai tujuh ratus kali lipat. Allah ‘Azza wa Jalla berfirman, ‘Kecuali puasa. Sesung­guhnya, (amalan) itu adalah (khusus) bagi-Ku dan Aku yang akan memberikan pahalanya karena (orang yang ber­puasa) meninggalkan syahwat dan makanannya karena Aku.’ Bagi orang yang berpuasa, ada dua kegembiraan: kegembiraan ketika dia berbuka puasa dan kegembiraan ketika dia berjumpa dengan Rabb-nya. Sesung­guhnya, bau mulut orang yang berpuasa lebih harum di sisi Allah daripada bau kasturi.” (Lafazh hadits adalah milik Imam Muslim). Ketujuh, puasa sehari di jalan Allah menjauhkan wajah seseorang dari neraka sejauh perjalanan selama tujuh puluh tahun. Dalam hadits Abu Sa’id Al-Khudry radhiyallâhu ‘anhu riwayat Al-Bukhâry dan Muslim, Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Tidak seorang hamba pun yang berpuasa sehari di jalan Allah, kecuali, karena (amalannya pada) hari itu, Allah akan menjauh­kan wajahnya dari neraka (sejauh perjalanan) selama tujuh puluh tahun.” Kedelapan, pintu khusus di surga bagi orang-orang yang berpuasa. Dalam hadits Sahl bin Sa’ad As-Sâ’idy radhiyallâhu ‘anhumâ riwayat Al-Bukhâry dan Muslim, Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Sesungguhnya, di surga, ada pintu yang dinamakan Ar­-Rayyân. Orang-orang yang berpuasa akan masuk melaluinya pada hari kiamat. Tidak ada seorang pun yang melewatinya, kecuali mereka. Dikatakan, ‘Di mana orang-orang yang berpuasa?’ Lalu mereka memasukinya. Jika (orang) terakhir dari mereka telah masuk, (pintu) itupun dikunci sehingga tidak ada seorang pun yang melaluinya.”
Kesembilan, puasa termasuk kaffarah (penggugur) dosa hamba.
Dalam hadits Hadzaifah Ibnul Yamân radhiyallâhu ‘anhumâ riwayat Al-Bukhâry dan Muslim, Nabi shallallâhu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Fitnah seseorang terhadap keluarga, harta, jiwa, anak, dan tetangganya dapat ditebus dengan puasa, shalat, shadaqah, serta amar ma’ruf dan nahi mungkar.” (Konteks hadits adalah milik Imam Muslim). Hal ini juga terdapat  dalam hadits Abu Hurairah radhiyallâhu ‘anhu riwayat Muslim, Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Shalat lima waktu, (dari) Jum’at ke Jum’at, dan (dari) Ramadhan ke Ramadhan, adalah penggugur dosa (seseorang pada masa) di antara waktu tersebut sepanjang ia menjauhi dosa besar.” Bahkan, puasa menjadi bagian kaffarah pada beberapa perkara seperti pelanggaran sumpah (1), zhihâr (2)sebagian amalan haji (3), pembunuhan Ahludz Dzimmah ‘orang yang berada di bawah perjanjian’ tanpa sengaja (4)dan pembunuhan hewan buruan saat ihram.
Kesepuluh, puasa termasuk amalan yang mengakibatkan seseorang dimasukkan ke dalam surga. Dalam haditsnya riwayat Ibnu Abi Syaibah, Ahmad, An-Nasâ`i, Ibnu Hibban, dan lain-lain, Abu Umâmah radhiyallâhu ‘anhu berkata kepada Nabi shallallâhu ‘alaihi wa sallam, “Wahai Rasulullah, perintahlah saya untuk mengerjakan suatu amalan, yang dengannya, saya dimasukkan ke dalam surga. Beliau bersabda, ‘Berpuasalah, karena (puasa) itu tak ada bandingannya.’.”Kesebelas, puasa memberi syafa’at pada hari kiamat. Dalam hadits Abdullah bin ‘Amr radhiyallâhu ‘anhumâ, Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Puasa dan Al-Qur`an akan memberi syafa’at untuk seorang hamba pada hari kiamat. Puasa berkata, ‘Wahai Rabb-ku, saya telah melarangnya terhadap maka­nan dan syahwat pada siang hari, maka izinkanlah saya untuk memberi syafa’at baginya.’ Al-Qur`an berkata, ‘Saya telah menghalanginya dari tidur malam, maka izinkanlah saya untuk memberi syafa’at baginya.’ (Beliau) bersabda, ‘Maka, keduanya men­dapat izin untuk mensyafa’ati (hamba) tersebut.’.” (HR. Ahmad, Muhammad bin Nash Al-Marwazy, Al-Hâkim, dan selainnya. Dihasankan oleh Syaikh Al-Albany dalam Tamâmul Minnah hal. 394-395).
Kedua belas, pada Ramadhan, pintu-pintu surga dibuka dan pintu-pintu neraka ditutup, serta syaithan dibelenggu.
Dalam hadits Abu Hurairah radhiyallâhu ‘anhu riwayat Al-Bukhâry dan Muslim, Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Jika Ramadhan telah tiba, pintu-pintu surgadibuka, pintu-pintu neraka ditutup, dan syaithan-syaithan dibelenggu.”
Ketiga belas, orang yang berpuasa pada Ramadhan, karena keimanan dan hal mengharap pahala, dosa-dosanya diampuni. Dalam hadits Abu Hurairah radhiyallâhu ‘anhu riwayat Al-Bukhâry dan Muslim, Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa yang berpuasa Ramadhan karena keimanan dan hal mengharap pahola, dosa­-dosanya yang telah lalu akan diampuni.”
Demikianlah keutamaan-keutamaan tentang berpuasa ramadhan bulan yang penuh kemuliaan, pengampunan,tarbiyah dan keberkahan.
Namun dari kewajiban dan keutamaan diatas, mengapa masih ada umat islam tidak berpuasa yang sudah memenuhi syarat untuk berpusa ?
Dalam hal ini al-Qur’an dalam surah Al-Baqarah ayat 185 menjawab: Maka, barang siapa di antara kalian sakit atau berada dalam perjalanan (lalu berbuka), (dia wajib berpuasa) sebanyak hari yang ia tinggalkan itu pada hari-hari yang lain. Selain itu Dari jawaban di atas sangat jelas bahwa tidak berpuasa karena sakit, atau berada dalam perjalanan. Menurut KH. Yahya Zainal Ma'arif (Buya Yahya) Pengasuh LPD Al-Bahjah Ceribon. Berikut ini 9 orang yang boleh untuk tidak berpuasa: anak kecil; orang gila; orang sakit; orang tua renta; hamil, menyusui, haid, nifas, musafir (lihat http://pintuislami.blogspot.co.id). Tapi bagaimana yang sehat, muda (baligh), normal dan kuat fisiknya dan tidak dalam perjalanan ? pertanyaan inilah yang perlu dijawab oleh umat islam dengan berbagai alasan. Penulis mencoba menguraikan beberapa jawaban yang diperoleh dari berbagai sumber yang tidak berpuasa selain dari jawaban al-qur’an yang dikemukakan sebelumnya. Pertama, dari pemuda (pelajar) yang sudah akil baligh, mengapa tidak puasa ? 1. Tidak biasa tidak makan dan minum disiang hari. 2. Belum saatnya. 3. Lemah dan tidak bersemangat. 4. Tidak makan sahur. 5. Karena teman. 6. Dirumah orangtua juga tidak puasa.Kemudian kedua, jawaban dari orang awam, diantaranya 1. Puasa itu urusan masing-masing. 2. Puasa itu hanya bagi yang mampu. 3. Karena bekerja keras, nanti tidak konsentrasi 4. Tergantung mod. 5. Karena menurut guru dan ilmu yang saya peroleh, percuma puasa kalau tak tahu hakikat puasa. 6. Masih ada kesempatan tahun depan dan masih banyak lagi jawaban-jawaban yang tidak berdasar untuk mencari alasan tidak berpuasa.
Berangkat dari jawaban tersebut, penulis menyimpulkan bahwa mengapa mereka yang tidak puasa karena tidak ada iman yang kuat disertai dengan kurangnya kebiasaan melakukan puasa-puasa sunah yang dianjurkan Rasulullah SAW, dan ilmu yang diperoleh dengan tidak berdasar serta faktor keluarga dan lingkungannya. Maka sangat jelaslah Allah memerintahkan puasa bagi orang-orang yang beriman. Hanya orang yang berimanlah yang mampu berpuasa. Dalam hal ini keyakinan yang kuatlah untuk sungguh-sungguh melaksanakan perintah Allah dan RasulNya untuk meraih taqwa. Selain iman yang kuat, orang yang berpuasa memahami betapa meruginya meninggalkan puasa karena ia tahu betapa dahsyatnya Ramadhan,didalamna terdapat berbagai keutamaan-keutamaan dalam meraih pengampuanan, keberkahan dan berbagai tarbiyah untuk meraih kebaikan di dunia dan akhirat. Sangat pantaslah Rasululullah menangis dari Jabir RA, Rasulullah SAW bersabda, “Di malam terakhir Ramadhan, menangislah tujuh petala langit dan tujuh petala bumi dan para malaikat, karena akan berlalunya Ramadhan, dan juga keistimewaannya. Ini merupakan musibah bagi umatku.”Kemudian ada seorang sahabat bertanya, “Apakah musibah itu, ya Rasulullah?”“Dalam bulan itu segala doa mustajab, sedekah makbul, segala kebajikan digandakan pahalanya, dan siksaan kubur terkecuali, maka apakah musibah yang terlebih besar apabila semuanya itu sudah berlalu?” Ketika mereka memasuki detik-detik akhir penghujung Ramadhan, air mata mereka menetes. Hati mereka sedih. Kemudian dari Ummu Mukminin Aisyah ra , Nabi Muhammad s.a.w pernah bersabda: "Adalah Rasululluh SAW apabila masuk (tanggal) sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan, Baginda SAW bersedih dan bersiap-siap menghidupkan (beramal) pada malam hari (Riwayat Muttfaq Alaihi). Dalam Hadits lain Rasulullah Saw yang dituturkan Ibn Mas’ud ra: “Sekiranya umatku mengetahui kebajikan-kebajikan yang dikandung bulan Ramadhan, niscaya umatku mengharapkan Ramadhan terus ada "sepanjang tahun ”(HR. Abu Ya’la, ath-Thabrani, dan ad-Dailami). Semoga kita termasuk orang yang penuh berpuasa di bulan ramdhan tahun ini dan mengisinya dengan amalan-amalan sebagaimana diajarkan rasululullah SAW. Kita tidak tahu mungkin tahun ini kita dipertemukan dan janganlah menyia-nyiakannya serta tidak ada alasan untuk tidak berpuasa selain ketentuan di atas. Wallahu ‘alam bish shawwab

Kamis, 02 Juni 2016

Marhaban Ya Ramadhan Al-Mubarok 1437

Marhaban Ya Ramadhan Al-Mubarok
Oleh : Jamani

para hadirin jemaah jum’at rahima kumullah
marilah kita senantiasa bersyukur atas segala karunia dan segala limpahan nikmat yang kita rasakan hingga saat ini, dan insha allah, disisa usia yang diberikan allah dapat dipertemukan dengan bulan penuh kemuliaan, bulan pernuh keberkahan dan bulan pengampunan.
melalui momentum “marhaban ya ramdhan 1437 h, khatib mengajak khususnya untuk pribadi dan seluruh kaum muslimin marilah kita bertaqwa kepada allah swt dengan taqwa yang sebenar-benarnya. taqwa dengan istiqomah melaksanakan segala perintahnya. dan meninggalkan segala perbuatan yang dilarang allah dan rasulnya.
kaum muslimin sidang jum’ah rahima kumullah,
hari ini kita sudah hampir memasuki bulan yang penuh kemuliaan keberkahan dan ampunan. yaitu ramadhan al-mubarak” marhaban ya ramadhan”.  pada bulan ini kita diperintahkan untuk berpuasa, menahan kebutuhan fisik; makan dan minum dan segala perbuatan lainnya yang dapat membatalkan dari terbit fajar hingga terbenamnya matahari. selain itu kita juga diperintahkan untuk selalu menjaga hati, pikiran, ucapan dan sikap yang dapat mengurangi nilai makna puasa dalam kehidupan.
adapun kewajiban berpuasa dibulan ramadhan, sebagaimana firman allah swt :


hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu, supaya kamu bertakwa (q.s al-baqarah: 183).
kaum muslimin sidang jum’ah rahima kumullah,
rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pernah bersabda:
artinya: “dari abu hurairah radhiyallahu ‘anhu, beliau berkata: “rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “telah datang kepada kalian bulan ramadhan, bulan yang penuh berkah, allah telah mewajibkan atas kalian berpuasa di dalamnya, dibuka pintu-pintu langit dan ditutup pintu-pintu neraka jahim serta dibelenggu pemimpin-pemimpin setan, di dalamnya allah mempunyai satu malam yang lebih baik dari seribu bulan siapa yang dihalangi untuk mendapatkan kebaikannya maka ia telah benar-benar dihalangi dari kebaikan“. (hadits riwayat an nasai dan dishahihkan di dalam kitab shahih at targhib wa at tarhib).

kaum muslimin sidang jum’ah rahima kumullah,
dalam menyambut ramadhan, ada pendapat yang menyebutkan secara umum terdapat dua golongan yaitu golongan yang bersuka cita dan berdukacita.
adapun golongan yang bersuka cita yaitu:
1.       mengetahui sepenuhnya keutamaan puasa ramadhan dan buahnya dalam menghapus dosa-dosa dan menutupi kesalahan-kesalahan; ramadhan adalah kesempatan emas untuk meraih derajat takwa.
2.       ingin mengharapkan ridha allah, merindukan surga-nya. dari abu hurairah ra. bahwasanya rasulullah saw bersabda, “jika bulan ramadhan telah datang, niscaya pintu-pintu surga dibuka, pintu-pintu neraka ditutup, dan setan-setan dibelenggu.” (hr. bukhari no. 1899 dan muslim no. 1079).
3.       mengetahui bahwa shaum akan memberi syafa’at di hari kiamat kelak. dari abdullah bin amru bin ash bahwasanya rasulullah saw bersabda, “shaum dan al-qur’an akan memberi syafa’at bagi hamba pada hari kiamat kelak. shaum berkata: “wahai rabbku, aku telah mencegahnya dari makan dan melampiaskan nafsu syahwatnya. maka izinkan aku memberinya syafa’at!” adapun al-qur’an berkata: “wahai rabbku aku telah mencegahnya dari tidur di waktu malam (dengan melakukan shalat malam). maka izinkan aku memberinya syafa’at!” keduanya lalu diberi izin memberi syafa’at.” (hr. ahmad, 2/174 dan al-hakim, 1/554. dinyatakan shahih oleh al-albani dalam shahih at-targhib wa at-tarhib)
4.       mengetahui manfaat shaum bagi kebaikan ruhani, psikis, jasmani, dan sosial. dari aspek ruhani, shaum mendidik pelakunya untuk menahan diri dari segala bisikan hawa nafsu, menyempitkan peluang godaan setan, membiasakan diri melaksanakan amalan-amalan wajib dan sunah secara disiplin. secara psikis, shaum mendidik pelakunya untuk menjadi orang yang sabar, pemaaf, tertib, tidak egois, tidak boros, tidak foya-foya, dan tidak emosional. secara jasmani, shaum terbukti oleh dunia medis menjadi sarana peningkatan kesehatan dan penyembuhan berbagai penyakit. adapun secara sosial, shaum mendidik pelakunya untuk lebih peduli, dermawan, dan penyantun kepada orang-orang yang membutuhkan. shaum juga membiasakan hidup kebersamaan lewat berbagai amalan ibadah secara berjama’ah.
5.       mengetahui dengan makna shaum menghapuskan dosa-dosa kecil yang telah lalu, jika dilakukan karena iman dan mengharap balasan allah semata. ibadah tadarus al-qur’an, memberi sedekah kepada orang yang membutuhkan, i’tikaf sepuluh hari terakhir, siraman-siraman ruhani, umrah, dan berbagai amalan lainnya juga merupakan lautan pahala yang tiada bertepi.
kaum muslimin sidang jum’ah rahima kumullah,
selanjutnya golongan yang berdukacita yaitu :
orang-orang yang merasa kesal, cemberut, sedih, dan kecewa dengan datangnya bulan ramadhan.tiada kegembiraan sedikit pun dalam hati mereka dengan kehadiran bulan tebar amal shalih dan ampunan allah ini. mereka sedih, kesal, dan kecewa karena beberapa alasan yang tidak mendasar yaitu :
 1. Mereka adalah orang-orang munafik yang tidak meyakini kehidupan akhirat, sehingga malas beramal shalih. shaum sebulan penuh, shalat tarawih dan witir, tadarus al-qur’an, dan memberi sedekah kepada orang-orang yang membutuhkan, bagi mereka sungguh berat. allah swt berfirman:
“sesungguhnya orang-orang munafik itu menipu allah, dan allah akan membalas tipuan mereka. dan apabila mereka berdiri untuk shalat mereka berdiri dengan malas. mereka bermaksud riya (dengan shalat) di hadapan manusia. dan tidaklah mereka menyebut nama allah kecuali sedikit sekali.” (qs. an-nisa’ (4): 142)
2.       mereka adalah orang-orang yang lemah iman dan tidak mengerti arti penting ibadah bagi kehidupan mereka di dunia dan akhirat. menurut angapan mereka, ibadah puasa hanyalah beban belaka. tiada kelezatan, keindahan, manfaat, dan pengaruhnya bagi kehidupan
3.       mereka adalah orang-orang yang tidak terbiasa melakukan shaum.
4.       mereka adalah orang-orang yang tenggelam dalam buaian lumpur syahwat, kemewahan, foya-foya, dan maksiat. menurut anggapan mereka, bulan ramadhan menjadi penghalang serius bagi hobi mereka untuk melampiaskan nafsu syahwat.

hadirin sidang jumah rahima kumullah
demikianlah khutbah singkat ini tentang penjelasan dua golongan ketika menghadapi atau menjelang ramadhan, semoga kita termasuk golongan yang pertama yaitu golongan yang merindukan bertemu dengan ramadhan, menginginkan ampunan dibulan penuh pengampunan atas dosa-dosa yang kita perbuat, dan banyak lagi keutamaan-keutamaan yang harus kita amalkan yang akan mendapat ganjaran dari allah swt disisa-sisa usia kita, jika kita dipertemukan dengan ramadhan al-mubarak..marhaban ya ramadhan”
barakallahu