MADEKUR DAN TARKENI
Karya Arifin C. Noer
PENGANTAR
Ketika menulis naskah Madekur dan Tarkeni, Arifin pernah bilang bahwa nakahnya ini adalah bagian dari sebuah trilogy, yaitu Orkes Madun yang terdiri dari Madekur dan Tarkeni, Umang-umang dan Ozone. Selesai dengan Umang-umang, Arifin menulis lagi dengan judul Sandek; Pemuda Pekerja, yang semula dikiran teman-teman Teater Ketjil adalah naskah yang berdiri sendiri. Tetapi, menjelang latihan Sandek, Pemuda Pekerja yang bersamaan dengan penulisan naskahnya (Kebisaaan Arifin, latihan sambil menulis naskahnya) dia tulis pada sampul naskah judulnya sebagai Sandek, Pemuda Pekerja atawa Orkes Madun IIa, dan tidak pernah diubah. Selanjutnya dia menulis Ozone atawa Orkes MAdun IV. Lalu ia nyatakan bahwa tergerak membuat komik Magma yang juga dimuat dalam kumpulan naskah ini. Tetapi, Arifin tak sempat sama sekali menulis Magma. Lalu orkes Madun III, ya, Sandek, Pemuda Pekerja itulah yang ketika rencananya trilogy, dia adalah IIb, tetapi ketika rencana berubah pentalogi, dia pun menjadi III. Namun tidak sempat Arifin mengubahnya, Arifin meninggal dunia pada tanggal 28 Mei 1995 karena Kanker dan Sirosis hati.
SATU
MEREKA SEMUA MENYANYIKAN LAGU KEBANGSAAN. SAYA TIDAK TAHU APAKAH MEREKA KHUSYUK TIDAK DALAM MENYANYIKANNYA.
DUA
BADUT PERTAMA
Tuhan, kedua belah tangan yang kotor ini adalah tangan bumi, dan tangan ini memohon ampun atas segala perbuatan yang tidak pernah jelas mengandung dosa atau kebajikan; kalimat-kalimatmu terlalu tinggi mutu sastranya, sehingga tidak terlalu jelas isi maksudnya. Karena itulah, kalau tangan ini merentang semata-mata lantaran kalimatMu. Dan apabila kelak ternyata tiada dosa atas perbuatan kami padahal kami telah terlanjur memohon ampun, maka limpahkanlah kami apa saja yang bernama berkah, entah pangan ujudnya maupun angan-angan. Sebentar, Tuhan.
Para penonton yang bahagia maupun yang tidak, terlebih dahulu sebelum ada kesalahpahaman perlu saya jelaskan bahwa ini sandiwara sungguh-sungguh sandiwara, dan ini sandiwara menyangkut masalah pencopet dan pelacur dan segala tetek bengek persoalan-persoalan lain yang terseret tidak disengaja dan tidak dinyana. Dan sebagai lumrahnya ini sandiwara sekedar permainan, namun sedikit banyak mengandung kesungguhan dan kesungguh-sungguhan, bak kehidupan itu sendiri laiknya.
Dipandang dari segala sudut sandiwara, ini dijamin baik mutunya dan pasti disenangi oleh segala lapisan masyarakat, tua maupun muda, baik pencopet maupun pelacur, baik dokter hewan maupun dokter lainnya, baik komunis maupun muslim. Dan kenapa ini sandiwara pasti akan disenangi, sebab ini sandiwara dan sandiwara merupakan hiburan buat hati yang lara. Sebentar penonton. Siapa berhati lara?
BADUT KEDUA
Saya
BADUT KETIGA
Saya!
BADUT KEEMPAT
Saya!!
BADUT KELIMA
Saya!!!
KEMUDIAN BEBERAPA ORANG LAIN, DIANTARANYA SEORANG LELAKI BUNTING, KEDUA TANGANNYA MAKSUD SAYA, JUGA ADA SEORANG PEREMPUAN BUTA, JUGA ADA… PENDEKNYA ADA BEBERAPA ORANG YANG CACAT BADAN MAUPUN JIWA. MEREKA SEMUANYA SALING ATAS MENGATAS DALAM MENGATAKAN SAYA. SEHINGGA PENTAS JADI SANGAT RIUH, KACAU DAN BISING. SEMENTARA ITU BADUT PERTAMA YANG KEMUDIAN NANTI AKAN JELAS BAHWA IA BERNAMA SEMAR DAN USIANYA DUA RIBU EMPAT RATUS TAHUN. SETENGAH MATI BERUSAHA MEREDAKAN KEKACAUAN ITU. MULA-MULA IA BERSIKAP SEPERTI SEORANG KHOTIB YANG MENCOBA MENENANGKAN HADIRINNYA, TAPI GAGAL. KEMUDIAN IA KELIHATAN AGAK PUTUS ASA. IA MEMERAS KERINGAT DAN MONDAR-MANDIR DIANTARA KEKACAUAN INI, TIBA-TIBA IA MENEMUKAN AKAL DAN TEPAT PADA SAAT ITU SESEORANG MEMBERIKAN KEPADANYA SEHELAI KARTON BEKAS. SAMBIL MEMBAWA KARTON ITU IA KEMBALI KE ATAS MIMBARNYA, DENGAN KEYAKINAN YANG PASTI, DAN SAMBIL MEMPERHATIKAN ORANG-ORANG DISEKITARNYA YANG SEMAKIN KACAU IA MENGGULUNG KARTON TADI YANG AKAN IA GUNAKAN SEBAGAI MEGAPON
BADUT PERTAMA (dengan megapon)
Polisi! Polisi! Polisi!
(SEKETIKA PENTAS JADI SENYAP, SEMUA ORANG TUTUP MULUT. DAN SEKETIKA PENTAS KEMBALI SEPERTI SEBUAH UPACARA KEAGAMAAN, SEPERTI SEBELUMNYA. DAN DENGAN AMAN DAN GAYA KETUA-TUAAN, BADUT PERTAMA MEMPERINGATKAN SEMUA ORANG DENGAN ISYARAT JARI PADA MULUTNYA. SEMENTARA SESEKALI MATANYA MELIHAT KE ATAS. DAN SEMUA ORANG MELIHAT KE ATAS DAN MENGERTI DAN SALING MEMPERINGATKAN DENGAN CARA YANG SAMA. SEMUANYA KEMUDIAN MENGANGGUK-ANGGUK MENGERTI).
BADUT PERTAMA
Resapkan resep-resep Tuhan, niscaya kesembuhan selalu kita dapatkan. Dan tenang, tertib. Dalam mengajukan permohonan, pengaduan dan lain-lain sebagainya tidak perlu berebutan seperti rakyat Indonesia pada seperempat abad usia kemerdekaannya. Tertib, tenang, aman. Nah, sekarang silakan mengacungkan tangan siap-siapa saja berhati lara.
SERENTAK SEMUANYA MENGACUNGKAN TANGAN, KECUALI YANG BUNTUNG TADI TENTU DAN SEORANG PEREMPUAN YANG TULI DAN BISU (BARU KEMUDIAN TIRU-TIRU). SI BUNTUNG TAMPAK BETAPA IA MENDERITA LANTARAN TIDAK MAMPU MENYATAKAN IHWAL DERITANYA. KELIHATAN IA MAU PROTES, TAPI KETIKA INGAT AKAN ‘LANGIT ITU’ IA KEMUDIAN HANYA LANGAK-LONGOK GERAK SETENGAH MENANGIS , SEMENTARA SI BISU SESEKALI MEMPERHATIKAN TERSENYUM (SEBELUMNYA IA JUGA MENDERITA KETIKA ORANG-ORANG MENERIAKKAN SUARANYA) AKHIRNYA SI BUNTUNG NGGAK TAHAN DAN BICARALAH HATI-HATI KEPADA ORANG DI DEKATNYA
SI BUNTUNG
Saya lara
ORANG YANG DI DEKATNYA CUMA MENGISYARATKAN AGAR MENGACUNGKAN TANGAN. DAN SI BUNTUNG MENGGELENGKAN KEPALA. LALU ORANG ITU TIDAK MAU AMBIL PEDULI DAN KEMBALI MEMBANGGAKAN ACUNGAN TANGANNYA
SI BUNTUNG (berteriak)
Saya lara! Saya lara!
(SEMUA ORANG MENGHUS DAN IA SETENGAH MENANGIS BERTERIAK TANPA SUARA ‘SAYA LARA’)
BADUT PERTAMA
Acungkan tangan saja, gampang dan tertib.
SI BUNTUNG (Hati-hati dan lembut sekali. Tertahan)
Saya tidak bisa.
BADUT PERTAMA
Ya, bodohnya.
SI BUNTUNG
Saya bunting
BADUT PERTAMA
Yang kanan?
SI BUNTUNG
Dua-duanya
BADUT PERTAMA
Apa sebab demikian lengkap? Kecelakaan?
SI BUNTUNG
Kecelakaan alam
SEMUA ORANG MEMBELALAKAN MATANYA KARENA HERAN KEPADA LELAKI ITU
SI BUNTUNG
Ketika lahir saya sudah begini. Pernah dan keinginan untuk menanyakan hal brengsek ini kepada orang tua saya, tapi keinginan itu hanya tinggal keinginan sebab sampai sekarang saya tidak tahu siapa orang tua saya. Tapi seseorang kemudian saya temui yang ternyata Ibu saya. Ibu saya bilang “nggak tahu ya, tahu-tahu begitu”
BADUT PERTAMA
Bagaimana dengan kaki?
SI BUNTUNG
Alhamdulillah, lengkap.
BADUT PERTAMA (Memberi isyarat dengan mengangkat megapon dan seketika semua diam, lalu ia bicara bisa)
Tetap tenang dan tertib. Sekarang acungkan tangan setinggi-tingginya bagi kalian yang berhati paling lara – biar Tuhan tahu.
SERENTAK MEREKA MENGACUNGKAN TANGAN SETINGGI-TINGGINYA, DAN SEPERTI BISAA KEMUDIAN MEREKA SALNG ATAS MENGATASI. SEMENTARA ITU SI BUNTUNG TADI MENANGIS SEPI SENDIRIAN. ADA SEKALI IA MENCOBA DENGAN MELONJAK-LONJAKKAN BADANNYA, MELOMPAT-LOMPAT TAPI KEMUDIAN PUTUS ASA DAN SEMENTARA DENGAN SIKAP LUMAYAN SESEORANG YANG BERTUBUH PENDEK KUNTET MEMPERHATIKANNYA
BADUT PERTAMA
Jangan berlebihan, Tuhan tidak akan senang. (Dan semua orang pun mewajar-wajarkan dirinya) Sekarang turunkan tangan serendah-rendahnya, siapa yang berhati terlara!? (serentak semuanya menurunkan tangan dan sebisa-bisanya menyembunyikannya) Nah, sekarang kau bisa, Buntung. Ternyata kau yang terlara.
SEKETIKA SI BUNTUNG MENYADARI HAL ITU DAN LALU MELONJAK-LONJAK KEGIRANGAN KAYAK ANAK KECIL SEMENTARA YANG LAINNYA MENCIBIR
SESEORANG
Demonstratif!
SESEORANG
Sok!
SESEORANG
Kolokan!
SESEORANG
Emangnya elu raja sengsara? Gua jadi penasaran!
DAN SEGERA PENTAS PUN KEMBALI BISING
BADUT PERTAMA
Tenang, tenaaaaaaang! Ingat ada apa di atas!! (Serentak bunyi kembali mengunci mulut mereka, hening pun terjelma) Sekarang, suarakan apa saja yang menurut hati kalian masing-masing bermakna keluh dan pengaduan, atau kalau tidak, bagi yang tidak bisa melakukannya lebih baik segera membeli karcis dan duduk sebagai penonton.
KEMUDIAN SEMUANYA MEMPERDENGARKAN SUARANYA YANG MENURUT MASING-MASING ADALAH BAHASA KELUH DAN PENGADUAN. KALI INI SUDAH TENTU MERUPAKAN PUKULAN BUAT SI BISU. SETENGAH MENANGIS, IA BERLARI-LARI DI ANTARA GEROMBOLAN JEMAAH ITU, KEMUDIAN BERHENTI MEMPERHATIKAN SEKITAR SAMBIL MEMUKUL-MUKUL MULUTNYA SENDIRI. TIBA-TIBA IA SADAR BAHWA (SETELAH MEMPERHATIKAN DENGAN CERMAT ORANG DI DEKATNYA) YANG DIPERLUKAN HANYA SUARA, MAKA IA PUN MELONJAK-LONJAK KETAWA. TENTU SAJA YANG LAIN-LAIN, SAMBIL TERUS BERSUARA, JADI MERASA HERAN ATAS TINGKAHNYA. DAN MENYADARI AKAN SOROTAN PERHATIAN INI LALU SI BISU MENGAUM KAYAKNYA ANGJING SAKIT KELAPARAN. DAN SEBAGAI KLIMAKS DI ANTARA MEREKA YANG MENGHENTAK-HENTAKKAN KAKINYA ATAU MEMBUAT GADUH YANG LAIN
BADUT PERTAMA
Kau saksikan sendiri, Tuhan saya tidak mempengaruhi sedikit pun mereka dalam demonstrasi dan pengaduan ini. Mereka berkumpul di sini karena di sini bisaa mereka berkumpul, maklum ini pasar. Mereka mengacungkan tangan mereka karena mereka ingin mengacungkannya. Dan sesuai dengan anjuranMu dalam semua buku-buku karanganMu, saya bersama-sama mereka setiap kali datang menghadap kepadaMu mengadu sambil mengadu untung kalau-kalau kejatuhan reze…rezekiMu. Kau sendiri yang memanggil kami, dan kami memenuhi panggilanMu.
Kalau sekarang mereka telah menurunkan tangan mereka, itu pun saya yakin, lantaran kemauan mereka sendiri. Selama ini saya hanya sekedar bertanya. Coba (kepada seseorang) kenapa kamu menurunkan tangan?
BADUT KEDUA
Karena saya capek.
BADUT PERTAMA
Kau dengar sendiri, Tuhan. Apa katanya. Capek. Coba lagi (kepada semua) siapa yang merasa capek, acungkan tangan!
SERENTAK SEMUA MENGACUNGKAN TANGAN, KECUALI SI BUNTUNG TENTU
Lihat, semuanya kecapekan. Capek dalam arti yang luas sekali. Kau tentunya lebih tahu sebagai generasi. Dan kalau mereka terlalu capek bukan tidak mungkin mereka lalu melakukan hal yang bukan-bukan., maklum orang capek. Kau tentu lebih tahu sebagai spesialis. Dan kalau demikian halnya, maksud saya kalau sampai terjadi semacam huru-hara, baik taraf perorangan maupun taraf gerombolan, jelasnya taraf taraf masyarakat, siapakah yang salah?
SEMUA
kami? Enak saja. Orang sudah capek dimarahin.
BADUT PERTAMA
Atau kau? Jelas saya tidak akan seceroboh itu dan sebodoh itu menyalahkan kau. Seperti sejarah pun tidak pernah membela kami. Saya sendiri yakin dan menginsyafi ini bukan lagi persoalan salah menyalahkan antara kita, sebab kalau demikian kita tidak akan pernah punya waktu untuk menyelesaikan pekerjaan yang lain. Sudah pasti dan sudah jelas Kau tidak salah – setidak-tidaknya tidak mau disalahkan – dan mereka, maksud saya Kami pun tidak mau disalahkan; kalau pun sesekali ada di antara kami yang mau bilang bersalah, saya percaya tak lebih banyak basa-basi semata.
SEMUA (Menggumam)
Hhhh, capek…..
BADUT PERTAMA
Kedudukan ini adalah kedudukan yang paling sulit tapi paling tepat dan adil dan paling masuk akal (rasional), sekali pun kedudukan ini tetapi tidak pernah menguntungkan antara kita sebab kita sama-sama saling tidak pernah, sama-sama bernafsu untuk menetapkan siapa diantara kita yang benar dan yang salah, atau…. Kau tidak ada.
SEMUA(Marah)
Capek!
BADUT PERTAMA
Istirahat dong, kan gampang! Turunkan tangan, lemaskan otot-otot sambil….
TIGA
ORKES MADUN PERTAMA (Muncul; Menyanyi)
Sambil menyanyi
Lagunya enak
Lagunya enak
Merdu sekali
Oplet tua menabrak cacing
Cacing ditelan pencopet bencong
Jikalau rembulan sedang bunting
Ayolah kita menonton lenong
NABI PERTAMA (Anggota Orkes I menyanyi)
Buah rambutan tidak beruban
Dimakan Zainal tinggal bijinya
Gusti Pangeran tidak beruban
Tapi nggak ada potret bayinya
NABI KEDUA (menyanyi)
Dimakan Zainal tinggal bijinya
Tapi bijinya bisa ditanam
Justru gak ada potret bayinya
Tanda ilmunya sangatlah dalam
NABI KETIGA
Bijinya bisa dibikin jimat
Ditaburi kembang setiap Jum’at
Gusti Pangeran sangat keramat
Menabur rahmat setiap saat
NABI KEEMPAT
Biji rambutan makanan rakyat
Rasanya pahit tapi ya pahit
Gusti Pangeran punya maklumat
Siapa mencubit bakal kejepit
SEMUA
Pit
Pit
Pit
Aduh aduh aduh
Kit
Kit
Kit
Dihimpit sakit
Diintip sakit
Sedikit sakit
Sakit sedikit
Sedikit
Sakit
ORKES I
Telor dadar makanan Zainal
Diceplok Cina pagi sekali
Sikap sabar mengobat kesal
Biar digaplok pagi sekali
SEMUA
Bar bar bar bar barbar
Bar bar bar bar barbar
ORKES I
Hulahula tarian nikmat
Membuka gemas lenggak-lenggoknya
Ini sandiwara suguhan rakyat
Walaupun pedas, tinggi gizinya
SEMUA
Bar bar bar barbar
Bar bar bar barbar
(Makin panas)
Bar bar bar barbar
Bar bar bar barbar
Barbar
Barbar
ORKES I
Sabar
Sabar
BEGITU MUSIK SELESAI BEGITU BADUT PERTAMA MENYALAM NABI PERTAMA DENGAN CARA YANG MERUNDUK SEKALI
BADUT PERTAMA
Tuanku, kembali kita bertemu
NABI PERTAMA
Semarku, kau bertambah lucu
BADUT PERTAMA
Tuanku berlebihan, tapi juga terimalah pujianku; orkes tuanku semakin nyaring dan merdu
NABI PERTAMA
Semarku, kau berlebihan, tapi juga dengarlah komentarku. Dagelanmu semakin runcing tanpa tedeng aling-aling
BADUT PERTAMA
Dagelan-dagelan lama dalam gaya baru, tuanku. Tanpa kostum, tanpa rias dan tanpa tetek bengek lainnya.
NABI PERTAMA
Ide bagus
BADUT PERTAMA
Bukan ide pangkal musababnya, tuanku. Tapi
NABI PERTAMA
Kau begitu lain, Semar. Ketika kita pertama kali berjumpa.
BADUT PERTAMA
Dua ribu tahun yang lalu?
NABI PERTAMA
Kau pelupa. Bukan,
BADUT PERTAMA
Yayayayaa. Suling itu.
NABI PERTAMA
Kau membuatnya untuk pertama kali dank au meniupnya dengan syahdu sekali.
BADUT PERTAMA MENGENANGKAN SAAT-SAAT LAMPAU ITU SEOLAH-OLAH TAMPAK BAGAIMANA WAKTU MENGALIRI AIR MUKANYA
NABI PERTAMA
Mana dia? Tiuplah sebuah lagu untuk kenangan kita
BADUT PERTAMA
Menyesal sekali tuanku. Saya sudah lupa sama sekali. Semua lagu saya sudah lupa dan malah saya pun sudah lupa bagaimana membuat suling itu
NABI PERTAMA
Tidak masuk akal., bagaimana bisa terjadi?
BADUT PERTAMA
Panjang lakonnya, tuanku. Lain kali saya akan ceritakan pada tuanku seorang diri. Saya kira para penonton sudah mulai terampas waktunya oleh percakapan nostalgia kita. Selain itu saya lupa memperkenalkan tuanku dan tuan-tuan yang lain.
NABI PERTAMA
Tapi sambil lalu, masih kamu jadi tukang penjaja mainan?
BADUT PERTAMA
Masih, tuanku. Dan akan tetap begitu. Maafkan tuanku (kepada semua) perlu kalian ketahui bahwa rombongan orkes ini terdiri dari para nabi. Harap memberi tabe
ORANG-ORANG AKAN BERSUJUD
NABI PERTAMA
Cukup, kami memahami dan merasakan hormat kalian.
BADUT PERTAMA
Demi keamanan, terpaksa kami tidak dapat menyebut nama beliau (Pada nabi pertama) maafkan, tuanku. Terpaksa kami ambil tindakan begini karena sekelompok besar orang-orang di sini tidak mengizinkan nabi mereka disandiwarakan secara blak-blakan;semata-mata lantaran takzim mereka jua (Pada hadirin dan semua pemain) Sekalipun demikian, tak ada jeleknya dan salahnya kalau di sii dalam kesempatan ini saya boleh memperkenalkan beliau-beliau tidak atas nama, melainkan atas nomor-nomor, meski saya sadar, lama-lama akan ketahuan jua perbedaan satu dan lainnya. Yang mulai Nabi Pertama
NABI PERTAMA (Menunjukan dirinya, para hadirin bertepuk)
BADUT PERTAMA
Yang mulia Nabi Kedua
NABI KEDUA (Melakukan hal serupa dan hadirin bertepuk)
BADUT PERTAMA
Yang mulia Nabi Ketiga
NABI KETIGA (melakukan hal serupa dan hadirin bertepuk)
BADUT PERTAMA
Yang mulia Nabi Keempat
NABI KEEMPAT (Melakukan hal serupa dan hadirin bertepuk)
BADUT PERTAMA
Adalah kesempatan yang mulia sekali bahwa malam ini kita ketamuan tamu-tamu yang mulia. Dan lebih dari itu tentu kita akan sempat pula menikmati lagu-lagu terbaru dan album-album baru beliau-beliau.
(Semua orang bertepuk)
NABI PERTAMA
Maafkan, maafkan kami karena kami tidak mempunyai album baru, tapi kami berjanji akan bernyanyi dan menghibur kalian. Dan sebaliknya kamipun akan dengan senang menyaksikan pertunjukan kalian.
(semua bersorak dan bersuit)
Tapi terlebih dahulu sudah tentu alangkah baiknya kalau saya pun boleh memperkenalkan kalian kepada para penonton.
(segera keempat badut menyusup bersembunyi diantara para pemain)
Saya akan memperkenalkan dari belakang, maksud saya dari angka belakang. Badut keempat alias Bagong
(Bagong tampil manja dan malu-malu seperti bisaanya, dan semua bertepuk)
Petruk alias badut ketiga
(Petruk yang jangkung itu tampil dengan penuh ahrga diri dan para hadirin bertepuk. lalu belum nabi pertama menyebut namanya lebih dulu gareng tampil)
Dan ini badut kedua alias Gareng
(para hadirin bertepuk)
Dan kini tampil Semar alias badut pertama. Selain sebagai pemain juga memimpin dan menyutradarai pertunjukan-pertunjukan rombongannya
(Semar dengan gayanya, tampil memperkenalkan diri, para hadirin bertepuk)
Malam ini lakon apa mar?
BADUT PERTAMA
Orkes Madun karangan Arifin C Noer
ORKES II MUNCUL TERDIRI DARI SENIMAN-SENIMAN
Dan kini perkenankan saya memperkenalkan rombongan orkes kedua yang terdiri dari seniman-seniman. Tapi lantaran di sini terlalu banyak nama seniman, maka demi menyelamatkan kemungkinan satu sama lain, maka untuk mereka tidak perlu kami sebut satu persatu namanya, cukup dengan angka seperti nabi-nabi.
ORKES II MEMPERKENALKAN DIRI DAN PARA HADIRIN BERTEPUK TANGAN
BADUT DAN NABI PERTAMA
Inilah orkes Madun atawa Madekur dan Tarkeni
EMPAT
KEDUA ORANG ITU BERMAIN SEMENTARA PARA BADUT MENARI-NARI. DI ANTARA MEREKA KEMUDIAN MUNCUL DADU, BOCAH MENANGIS MENCARI SESEORANG SETIAP KALI IA BERHENTI PADA SESEORANG DAN MEMPERHATIKAN ORANG ITU, TAPI SETIAP KALI PULA IA MENGGELENGKAN KEPALANYA DAN KEMBALI MENANGIS. KEMUDIAN DADU BOCAH LENYAP ENTAH KEMANA. BEGITU IA LENYAP KEMUDIAN ENTAH DARIMANA MUNCUL KARTI, BOCAH YANG JUGA MENCARI SESEORANG DAN MELAKUKAN HAL YANG SEPERTI DADU LAKUKAN , DAN KEMUDIAN IA PUN HILANG ENTAH KEMANA.
Satu
Ada seorang pemuda /Madekur namanya
Asal dari desa / tinggal dan cari nafkah / di Jakarta
Sebagai normalnya orang Jakarta / bagus dandanannya
Cacat muka tidak / tampan tidak / sedeng namanya
Ada seorang pemudi / Tarkeni namanya
Asal dari desa / tinggal dan cari nafkah / di Jakarta
Sebagai normalnya orang Jakarta / bagus dandanannya
Cacat muka tidak / cantik tidak / sedeng namanya
Madekur dan tarkeni / bertemu di atas ranjang
Ketika sama bergoyang / mereka sama melayang
Kala menyusup dalam tamasya syahwat di khayangan
Terbitik oleh Madekur / suatu pikiran
Apa itu?
Nanti dulu
Tidak semua orang Jakarta / punya pekerjaan
Tapi Madekur / lelaki cekat / dan punya martabat
Ia punya pekerjaan tetap / yang sangat berat
Memang madekur / lelaki rajin / dan keras kemauan
Tidak semua orang Jakarta / punya pekerjaan
Tapi Madeku r/ perempuan cekat / dan punya martabat
Ia punya pekerjaan tetap / yang sangat berat
Memang madekur / perempuan rajin / dan keras kemauan
Dua-dua sama rajin / sama cekat
Dua-dua berpeluk di ranjang sangat erat
Bulan kolokan di celah genteng
Lakon bermula di bawah genteng
Dua
KEMUDIAN FORMASI MEMBUYAR DAN DALAM BEBERAPA DETIK TERCIPTALAH SUASANA PLANET SENEN, SUATU KOMPLEKS PELACURAN DI JAKARTA PADA MALAM HARI. SEBAGIAN DI ANTARA MEREA BERMAIN ORKES, BERJOGET, SEBAGIAN BERCUMBU DAN BERANEKA PERBUATAN YANG UMUM TERJADI DI SUATU TEMPAT SEMACAM ITU.
DI ATAS PENTAS ADA TIGA BALE-BALE ATAU RANJANG YANG KWALITET RENDAHAN TERPISAH LETAKNYA SATU SAMA LAIN. DI ATAS KETIGANYA ADA TIGA PASANG LELAKI DAN PEREMPUAN . KALAU SAJA LAMPU CUKUP TERANG DAN LALU LALANG PEMAIN-PEMAIN LAIN TIDAK MENGHALANGI AKAN TAMPAK DENGAN JELAS BAHWA MEREKA SEDANG BERSETUBUH. TAPI JUGA ADAT KITA MELARANG MEMPERTONTONKAN PERISTIWA ITU SECRA BLAK-BLAKAN DI ATAS PENTAS, MAKA SAYA SARANKAN BILA DIANGGAP PERLU SEORANG PEMAIN LAIN BERLAKU SUATU PERBUATAN ATAU PENJELASAN BUAT PENONTON BAHWA “DEMI KESOPANAN DAN ADAT YANG SELALU BERSIH, MAKA ADEGAN-ADEGAN KOTOR TERPAKSA DI BIKIN BERSIH”
KEMUDIAN SEDIKIT DEMI SEDIKIT SUNYI MUNCUL, ARTINYA MENUJU ADEGAN TANPA SUARA, LALU PADA SAAT-SAAT SAMA SEKALI HENING PARA PEMAIN MENYINGKIR, KECUALI MADEKUR DAN TARKENI DI ATAS RANJANG YANG TAMPAK SEDANG MELEPAS LELAH. BEBERAPA KALI TERDENGAR SUARA DARI NAFAS MEREKA. SEORANG PEREMPUAN TUA, DARSIH NAMANYA (NGGAK BEGITU TUA!) MUNCUL.
DARSIH
Buruan, dong! (Sambil Exit) kalau mau nginap bilang kek!
LALU KEDUANYA SAMA BANGKIT. MENGHEMPAS NAPAS LAGI, KEDUANYA SALING MEMANDANGI. KEDUANYA SALING TERSENYUM. DAN PADA SAAT ITU MUNCUL SEORANG GADIS KECIL SEPERTI UMUMNYA DI DESA. DIA MEMBAWA KERUPUK
GADIS
Mad! Mad!
LALU MUNCUL SEORANG JEJAKA KECIL, SEGERA SI GADIS MEMBELAH KERUPUK JADI DUA DAN DENGAN MALU-MALU YANG SEBELAH DIBERIKAN KEPADA SI JEJAKA. LALU SAMBIL TERTAWA KECIL, MALU-MALU SI GADIS LARI EXIT. DENGAN SENANG SI JEJAKA MENCUBIT KERUPUK ITU, LALU MEMELUKNYA. KETIKA TERDENGAR SUARA ANAK YANG LAIN MEMINTA KERUPUK ITU SEGERA IA MENYEMBUNYIKAN KERUPUK ITU DALAM LIPATAN SARUNGNYA
JEJAKA
Tidak makan apa-apa (sambil keluar)
LALU KEDUANYA BANGKIT BERDIRI. TANPA BERKATA APA-APA KEDUANYA MENGENAKAN PAKAIAN. SETELAH SELESAIU, MADEKUR TERPEKUR SEJENAK SEMENTARA TARKENI MENANTI (BAYARAN TENTU
SUARA DARSIH
Sedang bertelor apa?
MADEKUR
Bagaimana kalau kita kawin saja!?
TARKENI
Gampang. Bayar saja dulu yang sekarang.
MADEKUR
Bajingan! Masa nggak percaya sama saya. Mengeluarkan uang dari dalam saku celananya. Dengan gaya si kaya ia menghitung beberapa lembar lalu menyerahkannya pada Tarkeni) minggu yang lalu saya bayar berapa?
TARKENI
Bisaa. Dua.
MADEKUR
Malam ini tujuh. Hitung saja.
TARKENI (Setelah menghitung)
Kamu sungguh-sungguh rupanya.
MADEKUR
Kamu kira uang palsu?
TARKENI
Rejeki nomplok?
MADEKUR
Mana ada rejeki nomplok. Tahi kuping yang nomplok! Keringat!
TARKENI (mengiyakan sambil menghapus keringat dengan uang)
Keringat menetes
Tes
Air mani menetes
Tes
Lalu semua menetes
Tes
Dan yang paling akhir air mata
Tes
MADEKUR
Sekarang jawab. Bagaimana kalau kita kawin saja.
TARKENI
Jangan kayak anak-anak ah.
MADEKUR
Saya serius dan umur saya dua puluh lima, neng.
TARKENI
Say dua satu
MADEKUR
Nah, apalagi? Pekerjaan saya sudah punya.
TARKENI
Saya juga punya.
MADEKUR
Lebih bagus lagi. Dan lebih dari itu ketika kecil kita pernah jadi penganten-pengantenan. Dan saya kira saya masih cinta sama kamu.
TARKENI
Kalau saya tidak?
MADEKUR
Belakangan kan bisa!?
SUNYI SEJENAK
MADEKUR
Bagaimana?
TARKENI
Kenapa mesti kawin?
MADEKUR
Seperti umumnya orang. Biar gampang.
TARKENI
Begini kan gampang.
MADEKUR
Lebih gampang lagi kalau kita kawin. Sudahlah jangan banyak Tanya. Bagaimana?
TARKENI
Kita rundingkan di luar.
LALU KEDUANYA KELUAR
Tiga
Madekur seorang pencopet
Lantaran di Jakarta ia tergencet
Bulan dari Jatibarang yang ia kepit
Bersama kertas ijazah di ketiaknya
Lusuh dan kehilangan cahaya
Dilemparkannya di kali Ciliwung
Bulan itu mengapung-apung bersama tahi
Dan kertas-kertas rencana Negara yang terbengkalai
Dan diiringi kwitansi-kwitansi yang dipalsukan
Pegawai negeri
Di tepi kali Malang
Matahari yang pijar berkaca-kaca
Dengan susah payah
Sambil menyumpah
Madekur menjambak rambut matahari
Dan kemudian menyertnya kemana-mana
Adapun Tarkeni seorang pelacur
Lantaran di Jakarta tak mau dikubur
Bulan dari jatibarang yang ia bawa
Bersama kertas ijazah dalam kertas plastiknya
Lusuh dan kehilangan cahaya
Bulan itu mengapung-apung bersama tahi
Dan kertas-kertas rencana Negara yang terbengkalai
Dan diiringi kwitansi-kwitansi yang dipalsukan
Pegawai negeri
Di tepi kali Malang
Matahari yang pijar berkaca-kaca
Dengan susah payah
Sambil menyumpah
Madekur menjambak rambut matahari
Dan kemudian menyertnya kemana-mana
Empat
DI DESA, KELUARGA MADEKUR MENEMPATI BALE PERTAMA DAN KELUARGA TARKENI MENEMPATI BALE KEDUA. ADEGAN DI BAWAH INI ADEGAN DUET, AYAH MADEKUR BERDUET DENGAN AYAH TARKENI, IBU DENGAN IBU, MADEKUR DENGAN TARKENI
AYAH & AYAH
Tidak mungkin, tidak mungkin
IBU & IBU
Tapi
AYAH & AYAH
Coba, kamu bisa membayangkan apa kata orang-orang seluruh desa ini kalau Madekur / Tarkeni kawin dengan Tarkeni / Madekur. Aib, aib. Betapa sia-sianya dia kerja payah-payah di Jakarta. Kamu mimpi apa semalam?
IBU & IBU
Saya kira nggak mimpi apa-apa
AYAH & AYAH
Saya kira! Tidak mungkin kamu nggak mimpi apa-apa. Pasti kamu mimpi, hanya kamu lupa. Kalau kamu mau mengingat-ingat pasti kamu akan menejrit karena ternyata kamu mimpi buruk
IBU & IBU (Menjerit)
AYAH & AYAH
Kenapa?
IBU & IBU
Ya, saya mimpi
AYAH & AYAH
Nah, apa kata saya!? Kamu pasti mimpi mandi di kubangan Haji Bakir.
IBU & IBU
Bukan. Saya kira dalam mimpi itu saya mandi di comberan di … saya kira…. Dekat pelabihan di Cirebon.
AYAH & AYAH
Di comberan? Di dekat pelabuhan? Kamu tahu comberan dekat pelabuhan artinya air kotoran orang seluruh jagat bertemu jadi satu dan itu berarti mempunyai takwil yang bukan saja buruk tapi aib setebal tahi kerbau!?
IBU & IBU
Ya, saya ingat. Tahi kerbau.
AYAH & AYAH
Sudah pasti, kemudian kamu megap-megap hanyut….
IBU & IBU
Nggak. Kemudian saya terbangun karena asma saya.
AYAH & AYAH
Persetan! (Pada penonton) pernahkah Anda bayangkan anak anda kawin dengan seorang pelacur / copet? Sudah tentu Anda pernah sekali membayangkan hal yang jelek-jelek kalau pikiran Anda sedang gurem. Tapi saya percaya pikiran Anda ssaat ini cukup jernih untuk ikut merundingkan soal ini. Anda punya seorang anak. Bukan main senang bahagia ketika melayani dia ketika kecil sebab banyak boneka. Siang malam kita melayani dia, lalu kita sekolahkan dengan harapan dia kelak menggantikan kita, menjadi kebanggaan kita, jadi raja kek kalau bisa. Tiba-tiba setelah dewasa, punya pekerjaan, punya penghasilan yang lumayan dia datang keapda kita mengutarakan niatnya akan kawin dengan seorang pelacur / pencopet. Buat saya yang tidak punya penyakit jantung hal itu tidak begitu membahayakan jiwa, dan saya bisa secara jernih menimbang dan merundingkan dan meyakinkan, tapi buat yang berpenyakit jantung? (Kepada istrinya) tidak, tidak – kamu jangan sekali-kali membantu dia untuk memaksa saya mengambil keputusan gila
IBU & IBU (Pada penonton)
Pada satu hari, nak saya berkata pada saya “ Bu, saya pengen pergi ke Jakarta”
AYAH & AYAH
Siapa pun tahu di Jakarta orang bisa jadi apa saja, bahkan menjadi presiden sekali pun.
IBU & IBU
Tapi yang pertama kali saya pikirkan bukan itu. Saya takut anak saya tertubruk mobil, karena kata orang di sana lebih banyak mobil daripada pohon kelapa.
AYAH & AYAH
Saya tahu betul di dalam benak kepala anak saya berkumpul seluruh impian termasuk di dalamnya impian-impian saya.
IBU & IBU
Saya kira siapa pun lebih senang mati di tanah sendiri.
AYAH & AYAH
Tapi tak ada orang yang sempat memilih tempat buat dia mati.
IBU & IBU
Selain itu saya kira di sini pun dia akan bisa besar, berkeluarga dan mati.
AYAH & AYAH
Saya punya cerita. Anak tetangga saya, Fadoli namanya. Saya belum pernah melihat anak yang lebih bodoh dari dia, sekali pun ayahnya termasuk orang penting di desa ini. Walapun saya tidak pernah diberitahu tapi saya tahu ketika sekolah rakyat anak saya mendapat penghasilan dari Fadoli karena ikut merampungkan pekerjaan menghitungnya. Ketika sekolah menengah ia dikirim orang tuanya ke Jakarta, tiggal bersama pamannya. Dan beberapa minggu yang lalu ia dan keluarganya mampir ke desa ini. Semua orang di desa ini ternganga melihat anak sebodoh itu bisa punya mobil. Saya tidak tahu persis jadi apa ia, tapi yang pasti ia orang penting. Nah, sekarang gampang diduga apa yang ada dalam kepala saya ketika anak saya bilang mau ke Jakarta. Segera saya bilang kepadanya: pergilah anakku. Selamat berjuang! Ya, saya kira saya sangat bijaksana waktu itu. Dan memang Jakarta medan juang yang paling gampang karena musuh kita di sana suma sesame, sedangkan di sini musuh kita semata-mata alam dan kita hanya memiliki satu pacul untuk sebelas petak.
IBU & IBU
Di sana terlalu banyak orang, dan saya tidak bisa membayangkan darimana mereka bisa makan. Saya selalu membayangkan di sana banyak orang makan orang. Saya punya cerita. Anak tetangga saya Rogayah namanya. Saya belum pernah melihat anak yang lebih pintar dari dia, sekalipun orang tuanya buta huruf. Beberapa tahu yang lalu, setelah lepas sekolah menengah ia pergi ke Jakarta. Seperti umumnya banyak orang ia ke sana dengan ijazah sekolahnya dan cita-cita sederhana. Setahuhn lamanya dia cari pekerjaan dan tidak pernah berhasil, sehingga tentu saja bibinya pada siapa ia numpang makan semakin bermuka kecut. Pada tahun kedua ia minta diri bibinya untuk kembali ke desa ini, tapi sebenarnya ia tidak pernah kembali. Beberapa bulan putus hubungan antara Rogayah dengan keluarganya. Sampai pada suatu hari seluruh orang desa ini gempar ketika seorang pemuda membawa selembar Koran di mana termuat mayat Rogayah. Saya dengar ada belati di perutnya dan rupanya sebelum peristiwa naas itu ia telah mendapat pekerjaan sebagai pembantu rumah tangga dari sebuah keluarga orang kaya.
AYAH & AYAH
Cerita serupa itu tidak perlu di Jakarta. Beberapa bulan lalu di Toangan dekat jembatan sana kami menemukan mayat. Pendek kata Jakarta adalah jalan pendek. Dan nyatanya?
IBU & IBU
Memang hanya beberapa bulan saja kemudian Madekur/Tarkeni anak saya kembali terbungkus pakaian yang sangat bagus yang kami sendiri tidak pernah mampu membelinya. Benar-benar hari itu hari yang bahagia buat kami. Oh, gusti saya tidak pernah memimpikan akan saya segagah dan secantik itu.
AYAH & AYAH
Ya, dan sebelas perut ditambah dua perut kami benar-benar buncit saat itu.
IBU & IBU
Ia membelikan saya seperangkat pakaian.
AYAH & AYAH
Ia membelikan saya sehelai kain palekat cap delima buatan Tasik, di samping sebuah korek api yang sangat bagus. Sampai sekarang korek api itu tidak pernah saya pergunakan. Saya simpan saja dan saya pajang sebagai hiasan di lemari.
IBU & IBU
Ya Gusti, ia mengenakan arloji emas dan cincin emas.
AYAH & AYAH
Ya, dan sekarang akankah ia kita biarkan memilih jalan yang salah kawin dengan seorang pelacur/pencopet? Pakah akan kita biarkan ia melumuri wajahnya Lumpur aib seorang pelacur/pencopet?
IBU & IBU (Kepada Suami)
Tapi ia bilang, ia cinta
AYAH & AYAH
Tidak kurang gadis/jejaka di desa ini untuk dicintai. Dan demi segala kehormatan saya tidak akan mau dan sudi berhubungan keluarga dengan keluarga jahanam itu. Sebelum lahir saya sudah membenci keluarga yang sok suci itu. Tingeling!
IBU & IBU
Lalu?
AYAH & AYAH
Kau tinggal saja di sini, saya kira akan bicara sendiri dengan anak itu.(Perempuan itu akan bangkit kembali) Diam di sini!
LALU AYAH DAN AYAH PERGI KELUAR
Lima
IBU & IBU (Kepada Penonton)
Yang paling sulit adalah….
IBU II (pada yang lain)
Kamu duluan deh.
IBU I
Yang paling sulit adalah kedudukan itu. Siapa pun tahu tidak gampang memilih pihak, lebih-lebih semua pihak sama-sama berarti dan cintai dan celakanya adapt hidup selalu menjatuhkan kita pada salah satu pihak sekalipun kita tidak menjatuhkan pilihan alias kita tidak bisa lepas dari kedudukan sebagai korban. Karena itu sekali waktu kita menganggap menjatuhkan pilihan adalah yang terbaik dalam hidup ini, sebab kita memerlukan kepuasan memiliki hak memilih sebagai kompensasi atas kesia-siaan kita.
IBU & IBU
Secara pribadi saya punya pendirian lain dengan suami saya
IBU I
Yang penting buat saya anak saya senang, biarlah dia kawin dengan siapa pun yang dia maui kalau memang sudah merupakan jodohnya. Coba saja meskipun kita ngotot dalam hal ini pasti anak saya yang akan keluar sebagai pemenang, karena dalam zaman ini kedudukan anak sedang mendapat angin. Selain itu, saya belum yakin benar bahwa Tarkeni menjadi pelacur di Jakarta seperti yang dibisikan banyak orang. Juga saya demikian terharu mengetahui betapa anak saya yang sejak kecil diam-diam mencintai Tarkeni.
IBU II
Pernah suami saya memergoki mereka sedang jalan berduaan di pematang sawah dekat pekuburan Ki Kede dan tanpa komentar suami saya menyeret Tarkeni pulang. Di dapur, suami saya mencambuk Tarkeni dengan ikat pinggangnya yang setebal telapak tangan. Bagaimana tangis Tarkeni tidak perlu diceritakan.
IBU I
Keluarga itu sudah bebuyutan, sudah sedemikian tua permusuhan kami sampai kami sendiri tidak pernah tahu duduk masalahnya.
IBU & IBU
Satu-satunya yang kami tahu sejak kecil adalah kami bermusuhan
IBU II
Ada seorang paman kami pernah mencoba menjelaskan kenapa kami bermusuhan . pada suatu malam pada bulan puasa, kakek kami ketika masih perjaka berkelahi dengan kakek mereka di pekarangan mesjid. Persoalannya kakek kami dan kakek mereka sama-sama jtuh cinta kepada seorang gadis, kalau tidak salah ingat gadis itu dari keluarga moyang mang Miskak juru kunci mesjid. Siapa yang menang sudah pasti kakek kami karena paman bilang itu kakek jago silat. Hanya sayangnya nasib berkata lain, sehingga dua-duanya tidak sempat mengawini gadis itu lantaran tergesa meninggal. Nah, sebenarnya bisa saja kemudian sama-sama saling menuduh telah bebruat jahat terhadap sang gadis. kakek kami menuduh kakek mereka telah mengirimkan guna-guna agar gadis itu terpaut hanya pada hatinya, tapi agaknya salah mantra sehingga menyebabkan gadis itu malah meninggal secara mendadak.
IBU I
Seorang paman kami pernah bercerita bahwa sebenarnya moyang kami pernah besanan dengan moyang mereka. Jelasnya buyut kami pernah satu tempat tidur dengan salah seorang buyut mereka, tapi lantaran buyut perempuan mereka terbukti serong dengan laki-laki lain, maka buyut kami menjatuhkan talak tiga sekaligus terhadap buyut perempuan mereka (dengan gaya mengucapkan rahasia) memang keluarga mereka keluarga gampang gatel.
IBU II
Sedangkan salah seorang bibi kami pernah menceritakan bahwa pada suatu hari jumat… (Kesal dengan ceritanya sendiri)
IBU I
Sedangkan salah seorang uwak kami pernah menceritakan bahwa pada suatu hari Sabtu…. (Kesal dengan ceritanya sendiri)
IBU & IBU
Pendeknya begitulah. Sekarang saya sudah saatnya saya harus berusaha menimbun lobang permusuhan bebuyutan ini sebab kita sama-sama tidak menghendaki akhir Romeo dan Juliet terulang dalam sandiwara ini. Jadi, sekali lagi, saya tidak berkeberatan anak-anak saya kawin dengan anak-anak mereka, meskipun saya akan lebih senang kalau anak saya bisa memilih jodoh yang lain (bersemangat) tidak. Tidak. Saya harus berani mengutarakan pikiran saya blak-blakan kepada suami saya kalau memang anak saya berani membujuk suami saya supaya berubah sikap, lantaran toh akhir sandiwara ini mereka akan kawin juga.
Enam
MUNCUL AYAH DAN AYAH DIIKUTI MADEKUR DAN TARKENI
AYAH & AYAH
Sekarang, marilah kita bicara dengan lebih tenang. Atur napas dengan baik supaya darahmu beredar teratur dan tertib dan supaya kamu bisa bekerja dengan pikiranmu dan tidak dengan perasaanmu itu. Bu, saya sudah bicara dan anakmu sudah bicara dan kini giliranmu bicara. Mad/Tar, saya senang pada orang yang keras pendiriannya tapi, kamu keras kepala dan saya tidak suka. Sudah berkali-kali kamu mencoba mengutarakan perasaanmu dan tidak pernah sekali pun mengutarakan pikiranmu, dan itu saya tidak suka. Sebaliknya saya telah berkali-kali meminjamkan pikiran-pikiran terbaik saya buat kamu, tapi kamu tidak suka. Padahal kamu sendiri cukup dewasa untuk memahami bahwa perkawinan tidak semata membutuhkan perasaan, melainkan juga terutama pikiran. Bu, kamu setuju anakmu kawin dengan pelacur/pencopet?
IBU & IBU
Naudzubillahi min dzalik, eh, tidak!
AYAH & AYAH
Atau kamu setuju anakmu kawin dengan keluarga itu yang….
IBU & IBU
Tidak.
AYAH & AYAH
Kamu dengar sendiri bagaimana ibumu mengatakan tidak dan kamu sendiri tahu ibumu sangat jernih dalam berpikir. Sekarang lebih baik kamu istigfarlah dulu.
IBU & IBU (Pada penonton)
Sebenarnya mulut saya mau bilang setuju, tapi mata suami saya terlalu besar, nanti saya akan bilang juga.
AYAH & AYAH
Persoalan cinta tidak sesepele seperti yang banyak diduga orang dan memahaminya lebih sukar daripada memotong kuku dengan golok, namun percayalah saya menyintai kamu sekaligus kehormatan kamu dan hari depan kamu. Janganlah sekali-kali kamu salah mengira saya telah berlaku tidak sayang karena menghalangi niat kamu kawin dengan…. Anak perempuan/lelaki keluarga itu. Jangan juga kamu mengira saya tidak memahami niatmu yang suci, saya paham dan saya menaruh hormat, tapi rupanya kamu lupa bahwa sesuatu yang suci memerlukan tempat yang suci juga.
Juga rupanya kamu tidak menyadari betapa banyak pilihan yang bisa kamu lakukan, dan kamu cukup mengerti bahwa yang terbaik adalah emmilih yang terbaik. Tahu kalau kamu masih belum bisa yakin juga, cobalah Tanya para penonton (pada penonton) Setujukah Anda kalau anak Anda kawin dengan pelacur/pencopet? Kalau Anda bilang setuju artinya Anda munfik sejati. Karena Anda telah mengkhianati hati Anda sendiri. Marilah kita akui sama-sama bahwa pada dasarnya kita menyukai kebangsawanan sekalipun perut kita kosong.
Dengan mengatakan setuju berarti Anda telah sempurna dalam mengobral kata-kata muluk berbunga kebajikan, sementara dalam perbuatan nyata Anda kurang lebih sepaham dengan saya. Tapi Anda saksikan sendiri saya satu tingkat lebih tinggi dari Anda lantaran saya satu antara perkataan dan perbuatan. Sungguh-sungguh kita ini ningrat yang terselubung.
MAD & TAR (pada penonton)
Sebelum kemari, saya sudah yakin pasti hati Anda satu barisan dengan hati saya. Sudah tidak bisa dihalangi lagi barisan baru dengan panji-panji cinta akan tampil memimpin dunia ini. Kita sama mengetahui betapa keterbelakangan orang-orang tua kita dalam berpikir, bersikap dan berbuat, bahkan sebagian watak malah malasnya masih melekat dalam diri kita.
Ketika di negeri-negeri lain orang sudah sedemikian sibuk dan kerja keras, rang-orang tua kita masih belum selesai dengan sarapannya, dan yang sebagian lagi sibuk merenungkan hikmah hidup tanpa sarapan.
AYAH & AYAH
Berhenti nak. Kamu tidak patut kurang ajar seperti itu, tidak layak menghina orang tuamu sendiri di depan umum seperti ini.
MAD & TAR
Seperti bapak saya sedang mencoba belajar mempergunakan pikiran saya, sama sekali saya tidak sedang melakukan penghinaaan kecuali membeberkan keburukan.
AYAH & AYAH
Satu kalimat lagi berarti merahlah, nak. Tanpa bercermin saya sudah tahu mata saya mulai merah.
MAD & TAR (Pada penonton)
Anda lihat sendiri betapa tidak dewasanya orang-orang tua menghadapi kritik.
AYAH & AYAH
Hanya batu yang bertahan menghadapi kritik
MAD & TAR
Tapi batu yang satu ini tidak.
(keempatnya saling bertatapan sementara Ibu & Ibu sama menghela napas. Beberapa saat tableu begitu. Kemudian terdengar suara gong satu kali)
AYAH & AYAH
Baiklah kita ulang lagi. Marilah kita bciara bertiga dengan lebih tenang. Atur napas dengan baik supaya darah beredar teratur dan tertib, supaya kita bisa bekerja dengan pikiran dan tidak dengan perasaan. Bu, saya sudah bicara, anakmu sudah bicara, kini giliran kamu bicara.
IBU & IBU
Sebenarnya…. (pada penonton) sebenarnya saya setuju dengan pendirian anak saya, tapi juga sebenarnya pikiran suami saya benar juga (kepada suami dan anaknya) sebenarnya sama saja.
AYAH & AYAH
Kamu ini sedang bicara, atau…..?
IBU & IBU
Sama saja. Maksud saya bicara atau tidak hasilnya akan sama saja, tapi bicara sedikit barangkali lebih baik. Nah,. Saya akan mencoba menjelaskan pendirian saya, itu pun kalau bisa disebut pendirian. Jangan dikira gampang orang berpendirian, maksud saya, saya akan berusaha mencoba berpendirian. Jangan khawatir, semuanya akan jelas juga pada akhirnya, tapi untuk itu perlu saya jelaskan secara singkat segalanya lebih dulu. Penjelasan sangat diperlukan sebelum segalanya jelas, itu sudah jelas.
Nah, biarkanlah saya mengumpamakan persoalan ini dengan dua tangkai bunga melati dan seorang gadis delapan tahun. Yang setangkai berwarna putih, sedang setangkai lagi berwarna hitam. Mula-mula sudah jelas gadis itu merasa heran dan sangat lama bertanya dalam hati kenapa ada setangkai bunga melati yang berwarna hitam, sekalipun sebelumnya dia tidak pernah merasa heran bertanya dalam hati ketika pertama kalinya ia melihat bunga melati berwarna putih.
Begitulah seperti yang saya bilang tadi bahwa gadis itu lama bertanya dalam hati, lama merasa heran. Tapi heran yang lama. Kemudian menjelma menjadi takjub dan akhirnya hati gadis itu tertarik ingin melati yang hitam. Begitulah ketika jari-jarinya yang lembut bergetar oleh kekaguman siap mematahkan melati hitam dari tangkainya, gadis itu tiba-tiba ingat bahwa rambutnya juga berwarna hitam. Selain itu ia juga ingat tidak seorang pun di Jatibarang yang menghias rambutnya dengan melati hitam, bahkan sekalipun perempuan yang ebrambut putih seperti neneknya.
AYAH & AYAH
Sebentar, sebentar. Lebih baik kamu singkatkan saja bicaramu. Bagaimana?
IBU & IBU
Kamu sendiri bagaimana? Kamu akan memetik melati putih atau melati hitam?
AYAH & AYAH
Seperti umumnya orang saya amemetik melati putih yang sudah pasti keindahannya.
IBU & IBU
Tapi kamu tidak tahu bahwa melatih hitam itu mempunyai warna putih di sebelah dalam dan malah di dalamnya ada sebutir berlian sebesar geraham saya yang tanggal beberapa tahun lalu
AYAH & AYAH
Mana mungkin! Lagi kamu tidak mengatakan hal itu sebelumnya.
IBU & IBU
Karena melati hitam itu belum jelas maka kemungkinannya tentu lebih luas.
MAD & TAR
Juga melati hitam telah saya petik ketika ayah memetik yang putih
AYAH & AYAH
Tidak bisa. Saya belum memetik, baru berniat memetik dan sekarang saya akan memetik melati yang hitam
MAD & TAR
Tidak bisa, yang hitam telah saya petik
AYAH & AYAH
Tidak bisa, yang hitam milik saya
MAD & TAR
Tidak bisa, luar bisaa harumnya
AYAH & AYAH
Ya Tuhan harumnya
AYAH &AYAH
Kurang ajar. Lepaskan melati itu
MAD & TAR
Ya Tuhan, harumnya
AYAH & AYAH
Lepaskan, bajingan.
MAD & TAR
Harumnya
AYAH &AYAH
Bajingan
IBU & IBU
Begitulah, siapapun pasti akan memilih yang terbaik. Tapi tahukah bahwa yang terbaik adalah melati putih?
MAD & TAR
Kalau begitu biarlah yang hitam untuk bapak.
AYAH & AYAH
Kamu jangan kurang ajar, nak. Melati putih itu telah saya petik.
MAD & TAR
Mana mungkin, padahal bapak baru saja berniat akan memetiknya. Tidak, pak. Biarlah yang putih buat saya.
AYAH & AYAH
Nak, golok di dapur Cuma sebilah dan itu milik saya
MAD & TAR
Biarlah bapak mengambil golok dan saya memetik melati putih
SANGAT TIBA-TIBA SEKALI, AYAH DAN AYAH MENGHUNUS GOLOK ITU DAN SIAP AKAN MEMANCUNG KEPALA MAD & TAR DAN IBU & IBU MENJERIT
IBU & IBU
Saya lupa memberitahu bahwa yang putih ada dua tangkai dan kesimpulannya kalian berdua sama-sama bersikeras menghendaki yang terbaik (Mendekati anaknya) nak, kamu ingin senang, bukan?
MAD & TAR
Senang sekali, bu.
IBU & IBU
Kau pikir bapak akan menjerumuskan kamu?
MAD & TAR
Pasti tidak, bu.
IBU & IBU (mendekati suaminya)
Kamu pasti tidak bermaksud menjerumuskan anakmu.
AYAH & AYAH
Pasti
IBU & IBU
Dan menghendaki anakmu senang?
AYAH & AYAH
Senang sekali kalau bisa
IBU & IBU
Kalau begitu, beres. Tidak satu pun yang simpang selisih. Sekarang bicaralah satu sama lain tanpa nafsu amarah
AYAH & AYAH
Boleh
MAD & TAR
Boleh
AYAH & AYAH
Kamu masih tetap pada pendirianmu?
MAD & TAR
Masih dan bahkan makin kuat
AYAH & AYAH
Saya juga masih. Kalau begitu kita harus meningkatkan pertengkaran kita (Gong berbunyi lagi) saya sampai pada pikiran untuk menyampaikan ultimatum
MAD & TAR
Sebaliknya mental saya telah siap menerima apa saja
IBU & IBU
Kalian sudah terlalu jauh, kalian….
AYAH & AYAH
Kamu yang semestinya bertahan sesuai dengan kedudukan ibu di mana-mana, yang hanya mampu mengelus-elus dada sementara pertempuran berlangsung.
MAD & TAR
Saya menunggu ultimatum itu, pak
AYAH & AYAH
Bagus. Dengan ultimatum ini saya hanya akan menyederhanakan dan mempersingkat perdebatan yang nonsense ini. Begini, kalau kamu tetap pada niatmu kawin dengan pelacur/pencopet itu saya hanya minta agar hubungan kita sebagai anak dan bapak putus.
IBU & IBU
Pak….
AYAH & AYAH
Kau tak berdaya, bu.
MAD & TAR
Bapak serius?
AYAH & AYAH
Kamu kira main-main?
MAD & TAR
Putus?
AYAH & AYAH
Putus
MAD & TAR
Sudah bapak pikirkan masak?
AYAH & AYAH
Saya kuatir malah terlalu masak
MAD & TAR
Baiklah….
IBU & IBU
Nak….
MAD & TAR
Belum, bu, belum selesai. Saya baru akan mempelajari ultimatum itu.
IBU & IBU
Bagus, nak. Pelajarilah baik-baik.
AYAH & AYAH (berbisik)
Kamu lihat senjata apa yang kita miliki. Berbahagialah karena kita pada kedudukan pemenang. Sambil mengecap harapan kemenangan, juga sambil memberikan kesempatan anak itu mempelajari ultimatum kita marilah kita minum teh di luar.
Tujuh
MADEKUR
Bagaimana?
TARKENI
Kamu bagaimana?
MADEKUR
Buat saya nggak ada soal. Kamu yang sejak semula bersikeras ingin meminta izin dan restu orang tua sekarang punya persoalan karena ultimatum mereka.
TARKENI
Persoalan ini sangat berat buat saya
MADEKUR
Buat siapapun sangat berat, kecuali bagi saya
TARKENI
Bagaimana ya?
MADEKUR
Saya tahu kamu sentimental seperti umumnya para penonton sandiwara. Cobalah putuskan.
TARKENI
Kalau saya berpihak kepada orang tua dan niat kawin kita urungkan….
MADEKUR
Kamu akan segera menjadi bintang keluarga dan penonton akan terharu, sementara diam-diam mengutuk orang tua.
TARKENI
Kalau sebaliknya?
MADEKUR
Kamu segera akan diludahi dari segala penjuru dan penonton menganggap lakon ini kurang menarik, sementara mengharapkan akhirnya kamu kembali bersujud di depan orang tua mu.
TARKENI
Dan saya sendiri?
MADEKUR
Berbahagia tidur bersama saya sambil sekali-sekali membayangkan rambut orang tua mu yang semakin memutih.
TARKENI
Dan orang tua saya?
MADEKUR
Bernapas seperti bisaanya dan nasibnya sudah diatur seperti orang-orang tua yang lain
TARKENI
Tidak pernah mereka memikirkan saya.
MADEKUR
Pernah setiap akan tidur tapi tak lebih dari lima menit.
TARKENI
Kamu sendiri bagaimana?
MADEKUR
Buat saya sangat gampang membenci orang tua saya karena mereka tidak pernah memperhatikan saya kecuali setelah mereka ditinggalkan saudara-saudara saya yang lainnya, dan saya menunjang biaya rumah tangganya secara tetap.
TARKENI
Kamu pahit sekali
MADEKUR
Saya kira bukan pahit, enteng. Seperti hidup ini memperlakukan kita.
TARKENI
Enteng.
MADEKUR
Enteng.
TARKENI
Saya sudah putuskan
MADEKUR
Bagus.
TARKENI
Enteng.
MADEKUR
Enteng.
GONG LAGI, ATAU KALAU BOSAN YA CARI YANG LAIN
Delapan
AYAH & AYAH DAN IBU & IBU MUNCUL DI TEMPAT MASING-MASING
AYAH & AYAH
Merokok dulu (Dengan nikmat menghisap rokoknya dan kemudian menghembuskan asapnya) Lalu bicara dengan tenang. Bagaimana nak?
IBU & IBU (Dengan lagu lain)
Jangan membisu nak.
MAD & TAR
Tidak bu.
AYAH & AYAH
Kalau begitu bicaralah. Apa keputusanmu?
MAD & TAR
Bapak tetap dengan keputusan bapak?
AYAH & AYAH
Tetap. Tetap.
IBU & IBU
Nak…..
AYAH & AYAH
Tapi hati-hati dengan keputusanmu nanti, nak.
MAD & TAR
Jangan kuatir. Keputusan bapak telah menjadi keputusan saya
IBU & IBU
Maksudmu, nak?
AYAH & AYAH (Sama lagu)
Maksudmu, nak?
MAD & TAR
Terus terang bapak sangat bijaksana sekali memecahkan soal ini, sedikitpun saya tidak mempunyai kesan bapak bersikap mengancam. Malah sebaliknya. Ultimatum bapak atau tepatnya keputusan bapak merupakan sikap yang paling maju sekali. Lebih dari kebenaran bahwa hubungan keluarga atau hubungan darah merupakan pangkal dari segala macam sengketa, karena pada dasarnya hubungan itu Cuma hubungan emosionil belaka, dan itu merupakan beban yang sangat berat yang kita seret sampai di lobang kubur.
Ketika bapak memberikan jalan keluar, yaitu menawarkan putusnya hubungan antara kita seketika saya merasa lebih sehat dan tubuh saya kehilangan berat sama sekali sehingga saya merasa ringan apa saja.
AYAH & AYAH
Jadi….
IBU & IBU
Nak…..
MAD & TAR
Ya, bapak benar sekali lebih baik kita putuskan hubungan antara kita sebagai orang tua dan anak. Dengan demikian, bapak dan ibu bisa tenang karena tidak lagi punya persoalan dan kecuali pun kehormatan bapak dan ibu tetap tak ternoda, seperti bapak sendiri bilang kehormatan adalah sesuatu yang nilainya satu tingkat di bawah Tuhan. Sedangkan untuk saya mulai hari ini saya tak perlu menyisihkan hasil jerih payah saya, seluruh penghasilan saya boleh saya habiskan sampai rupiah yang paling akhir.
IBU & IBU
Kau dengar pak? Kau dengar? Sebelum ia berpikir seperti itu saya telah membayangkan kesusahan apa yang akan terjadi kalau ia sudah nekat seperti itu.
AYAH & AYAH
Nak, kau rupanya belum cukup lama memperlajari ultimatum bapak
MAD & TAR
Cukup. Cukup.
AYAH & AYAH
Barangkali kau belum mengerti benar ultimatum bapak.
MAD & TAR
Kalimat bapak jelas sekali dan selain itu telinga saya sangat baik. Dan percayalah semua penonton akan mendukung penuh sikap dan keputusan bapak yang maju itu.
AYAH & AYAH
Sebentar nak, jangan terburu nafsu. Hematlah dengan kata-kata. Kau kelihatan gugup sekali, tidak mampu mengusasi diri.
MAD & TAR
Tidak, saya senang sekali seperti orang mati
AYAH & AYAH
Kamu mengerti apa yang kau ucapkan?
MAD & TAR
Apakah itu berarti bapak tidak mengerti dengan apa yang bapak telah putuskan?
AYAH & AYAH
Maksud saya cukup sadarkah kau?
MAD & TAR
Cukup, cukup sadar.
AYAH & AYAH
Perhatikan, nak. Saya masih belum marah betul, seluruh emosi saya tekan di bawah persut besar saya. Beberapa bagian tertentu telah melonjak-lonjak dan mulai memercikan api, tapi sampai detik ini saya masih mencoba mengindari amarah. Sekarang jawablah dengan baik-baik. Benar kamu menghendaki putus hubungan antar kita sebagai keluarga?
MAD & TAR
Saya Cuma mendukung pikiran bapak yang cemerlang. Atau tepatnya bapaklah yang menghendaki itu dan saya mendukungnya.
IBU & IBU
Kau tidak perlu mendukung pikiran itu, gagasan itu buruk, paling buruk.
MAD & TAR
Gagasan itu sanagt bagus, sangat bagus.
AYAH & AYAH (Marah sekali)
Tapi kamu tidak perlu mendukung gagasan itu.
IBU & IBU
Gagasan itu sangat buruk, nak. Sangat buruk.
AYAH & AYAH
Apa kamu tidak mengerti ultimatum itu semata-mata Cuma gertak sambal saja? Ancaman kosong?
MAD & TAR
Tidak, malah saya menghargai ultimatum itu sebagai gagasan orang tua yang paling berani dan maju. Saya yakin Cuma beberapa gelintir saja yang punya pikiran cemerlang semacam itu.
AYAH & AYAH
Jadi kamu tetap bersikeras ingin supaya putus hubungan antara kita?
MAD & TAR
Sesuai dengan kamuan bapak
IBU & IBU
Nak!
AYAH & AYAH
Sungguh-sungguh!?
MAD & TAR
Sungguh-sungguh.
AYAH & AYAH
Putus?
MAD & TAR
Lebih tegas; patahkan seperti arang
AYAH & AYAH
Lalu kamu akan melangsungkan niat kamu kawin begitu saja tanpa orang tua?
MAD & TAR
Begitulah kira-kira.
IBU & IBU
Lalu siapa yang akan merestui? Yang mendoa?
MAD & TAR
Pegawai catatan sipil tentu saja
AYAH & AYAH
Baiklah… baiklah…..
IBU & IBU
Pak….
AYAH & AYAH
Jangan cengeng menghadapi sikap sombong seperti itu. Kalau tidak tahan menangislah, tanpa air mata supaya anak sombong itu tidak sempat tahu. Kamu kira (kepada anaknya) Cuma kamu saja yang tega memutuskan hubungan antara kita? Lebih dari itu saya tega. Bahkan saya juga tega memutuskan kepalamu dari dadamu yang kau busung-busungkan itu dan kemudian saya gecek kepalamu dengan batu kali.
Sombong. Atau kamu mengira tenaga saya tidak cukup kuat emnghadapi otot-ototmu yang masih segar? Jangan lupa gigi saya masih utuh dan kuat (pada penonton) apakah diantara kalian ada yang mengharapkan agar saya bersikap lembut menghadapi sikap kurang ajar seperti itu? Mengharap agar saya meminta-minta supaya anak biadab itu kembali menyebut diri saya sebagai bapaknya?
IBU & IBU
Dengarkan sebentar, pak. (memberikan segelas air putih) tenang sebentar. (berbisik) kamu lupa kita akan kewalahan kalau sampai membiarkan ia tidak lagi mengaku anak kepada kita?
AYAH & AYAH
Kewalahan apa!?
IBU & IBU (berbisik)
Kau lupa tahun-tahun belakangan ini kita sangat bergantung kepada anak itu. Dari mana kamu akan mendapatkan uang dengan tulang-tulangmu yang rapuh?
AYAH & AYAH
Kita jual pekarangan belakang dengan empangnya sekaligus dan sebelumnya kita bisa makan dari hasil pohon papaya.
IBU & IBU
Kita tidak bisa menjual pekarangan mana pun karena kita telah menjualnya beberapa tahun lalu. Kamu juga tidak bisa menjual rumah ini kecuali kalau kita boleh merombak mesjid jadi dapur.
AYAH & AYAH
Kita masih memiliki seekor kerbau dan tiga kambing perahan.
IBU & IBU
Semua itu telah kita jual. Semua itu sudah habis. Bahkan tanpa sepah.
SEBELUM MELANJUTKAN BICARA AYAH & AYAH MELIHAT SEBENTAR KEPADA ANAKNYA
AYAH & AYAH (Makin berbisik)
Jadi kita sudah tidak punya apa-apa?
IBU & IBU
Tidak punya apa-apa. Malah belakangan ini selalu timbul kekuatan dalam diri saya apakah kita mampu menyelenggarakan penguburan buat jenazah kita nanti.
AYAH & AYAH
Seminggu yang lalu saya juga berpikir barangkali lebih baik kita beli kain kafan mulai sekarang semester demi semester.
IBU & IBU
Kalau begitu kita juga perlu menanam kembang biar kita tidak usah beli nanti untuk keranda kita dan makam kita.
AYAH & AYAH
Jadi sudah habis semua.
IBU & IBU
Semua sudah habis dijual, sudah kita makan.
AYAH & AYAH
Saya pikir saya juga bisa mencuri
IBU & IBU
Kamu ingat mayat Mukidi yang berlumur darah karena mencuri di rumah Ki Warad!?
AYAH & AYAH
Orang-orang tidak akan memukuli saya, karena saya sudah tua. Mereka akan jatuh kasihan dan kemudian membiarkan saya memiliki barang curian saya dan bukan tidak mungkin saya mendapat pula tambahan uang.
IBU & IBU
Sudahlah. Daripada kita mengharapkan yang tidak-tidak. Lebih baik kita ubah sikap dan biarlah kita menyetujui rencana anak kita.
AYAH & AYAH
Saya juga berpikir begitu. Tapi malu mengatakannya. Ya, saya kira itu lebih baik, hanya kita harus mencari cara supaya kekalahan kita terhormat.
IBU & IBU
Gampang itu.
TIBA-TIBA AYAH & AYAH DAN IBU & IBU BERUBAH SIKAP
AYAH & AYAH (Dengan gemas memegang gemas pada pundaknya)
Saya terharu, nak. Sungguh terharu akan ketabahanmu. Ujian dan cobaan yang ibu dan bapak tampakkan sedikit pun tidak menggoyangkan niat sucimu. Kini kami baru yakin betapa besar cintamu kepada kekasihmu.
MAD & TAR
Tidak terlalu besar tapi besar.
IBU & IBU (merenggutkan anaknya dari suaminya lalu memeluknya)
Anakku, kau lulus.
AYAH & AYAH
Maafkan bapak, karena bapak terlalu kasar. Maafkan juga karena bapak telah menyebut calon istri/suamimu pelacur/pencopet.
MAD & TAR
Bapak tak perlu minta maaf karena dia memang pelacur/ pencopet. (Ayah & Ayah dan Ibu & Ibu mengambil jarak terhadap anaknya) Tarkeni/Madekur memang pelacur/pencopet tapi orang tuanya tidak tahu dan tidak percaya.
AYAH & AYAH (Pada istrinya)
Apa kita akan berubah sikap lagi?
IBU & IBU
Bingung.
MAD & TAR
Dan saya sendiri memang pencopet/pelacur tapi ibu bapak tidak tahu dan tidak percaya.
ORANG TUA
Kami….
MAD & TAR
Pencopet/pelacur
IBU & IBU (Pada suaminya)
Apa yang harus saya lakukan?
AYAH & AYAH
Pingsanlah.
IBU & IBU
Saya tidak bisa. Saya tidak percaya.
MAD & TAR
Karena tidak sesuai dengan impian, sekalipun sesuai dengan impian buruk
AYAH & AYAH
Kamu tidak bergurau, nak.
MAD & TAR
Kenapa?
AYAH & AYAH
Kalau pun benar lebih bijaksana kalau kamu berbohong saja
MAD & TAR
Baiklah, saya bohong.
AYAH & AYAH
Jadi tidak benar kamu pencopet/pelacur?
MAD & TAR
Siapa bilang saya pencopet/pelacur?
AYAH &AYAH
Ternyata Cuma fitnah, bukan?
MAD & TAR
Bukan Cuma fitnah tapi penghinaan terhadap gubernur Jakarta
IBU & IBU
Anak kita gubernur, pak.
AYAH & AYAH
Ya
IBU & IBU
Syukur. Syukur.
AYAH & AYAH
Apapun jadinya kita harus bersyukur
IBU & IBU
Syukur-syukur
GONG LAGI, HIASAN JANUR
Sembilan
MEREKA BERTEMU DI TENGAH PENTAS
IBU
Hari jum’at hari baik.
AYAH
Tidak. Hari Sabtu.
IBU
Minggu yang baik
AYAH
Senen
AYAH
Selasa
IBU
Rabu
IBU
Kamis
AYAH
Jum’at
AYAH
Minggu
IBU
Jum’at.
IBU
Minggu.
MADEKUR
Khrreeeeeeeeeekkk….
TARKENI
Tek – tek ….
AYAH
Jum’at
MADEKUR
Tek – Tek.
IBU
Minggu.
TARKENI
Tek – Tek….
IBU
Jum’at
MADEKUR
Tek – Tek….
(Sebentar diam)
TARKENI
Tek.
IBU
Jum - …. Teruskan.
MADEKUR
Tekek.
IBU
Jum’at
Tokek taoke kita
Cendekia di atas cendekia
Sepuluh
PESTA KAWIN. PUNCAK ACARA MERUPAKAN BARISAN-BARISA KETIKA DUA BUAH KERANDA MASUK BAGAI BARONGSAI!!! LAMPU TIBA-TIBA MATI.
KETIKA PARA NABI BANGUN OLEH SINAR FAJAR YANG TIDAK LAGI BERNAMA FAJAR, MEREKA SAMA TERKEJUT KARENA DI HADAPAN MEREKA ATAU DI SEPUTAR MEREKA – TIADA SEORANG PUN MANUSIA. YANG DI DEKAT ATAU DI SEPUTAR MEREKA HANYALAH PUING-PUING. PUING DAN PUING. ASAP DI MANA-MANA. BAU MERCON DI MANA-MANA, POTONGAN KAKI DI MANA-MANA, POTONGAN TANGAN DI MANA-MANA. BEBERAPA TOMBAK BEBERAPA PELURU KENDALI TERTANCAP DI LANGIT.. BEBERAPA GUMPAL MEGA MERAH KE HITAMAN OLEH DARAH.
PARA NABI
Apa yang terjadi?
(Seseorang memetik gitar)
Puing dimana-mana
Asap dimana-mana
Bau mercon
Bau mesiu, goblok
Mercon
Mesiu
Pokoknya sesuatu yang meledak
Tangan siapa ini?
Kaki siapa ini?
Cari kepalanya, nanti kamu kamu!
Kepala siapa ini
Cari KTP nya
KTP siapa ini?
Baca!
Nggak terbaca, akrena darah beku menutup namanya.
Apa yang terjadi semalam? Mereka baru saja menyelesaikan dua babak dari keenam babak sebuah sandiwara reyog-reyogan
Musik!
(Seseorang meniup suling)
Beberapa tombak…
Peluru kendali, goblok.
Beberapa tombak.
Peluru kendali
Beberapa peluru kendali tertancap di langit.
Bukan saja bumi luka-luka, rupanya langit juga.
Pasti bukan lagi mega atau pun awan yang berarak itu.
Memang awan memang mega namun berselimut darah beku.
Kalau semua sudah menjelma padang sunyi seperti ini pertanda orkes kita tamat riwayatnya.
Siapa yang akan kita hibur?
NYANYIAN
Siapa akan kita hibur?
Siapa mau kita hibur?
Bumi kosong
Langit kosong.
Adalah sebidang padang sunyi
Adalah sebaris para penyanyi
Saling memantulkan sunyi
Siapa akan kita hibur?
Siapa mau kita hibur?
Bumi kosong
Langit kosong
Kosongnya kosong melompong
Kosongnya kosong yang gosong
A…..
Huruf a melayang entah ke mana
I…..
Huruf I bersembunyi entah dimana
AAAA
IIIIIIII
AIA
AIA
A……
SAYUP-SAYUP TERDENGAR SUARA REYOGAN ROMBONGAN SEMAR CS
- Suara apa itu?
+ Suara mereka
- Kalau begitu, mereka masih hidup
+ Kalau ternyata tape recorder?
- Ya nggak apa-apa
+ Kita cari mereka
- Ya, kita perlu tahu babk-babak lain sandiwara mereka.
+ kenapa? Ada apa? Kok merenung begitu?
- Sejak tadi saya yakin mereka masih hidup.
+ Alaaa! Ayo kita berangkat
(mereka berangkat menjelajahi sunyi demi sunyi)
- lihat rombongan sandiwara semalam?
YANG DITANYA
Lihat!
NABI
Di mana mereka sekarang?
YANG DITANYA
Saya juga sedang cari
LALU ORANG ITU BERGABUNG, BEGITULAH MEREKA BERJALAN MENGARUNGI SUNYI DEMI SUNYI DALAM BARISAN YANG MAKIN LAMA MAKIN PANJANG. DAN SETIAP KALI MEREKA BERPAPASAN DENGAN ORANG LAIN YANG BERTUJUAN SERUPA
NABI
Suaranya makin jelas. Ya, makin jelas.
NABI
Ya. (Tiba-tiba semuanya diam) Pasti mereka. Betul kamu ternyata Cuma rekman suara mereka. Itu siapa yang berbaris di sana?
MEREKA KEMUDIAN KELUAR DAN MUNCUL SEMAR CS YANG ROBOH SATU-SATU LANTARAN? LALU MUNCUL ROMBONGAN NABI CS
NABI
Semar, semar….
SEMAR
Ya, saya Semar. Saya semar
NABI
Kalian darimana mau ke mana?
SEMAR
Dari cari penonton mau cari penonton
NABI
Gila sekali bahwa selama ini kita saling mencari penonton, cari mereka. Kalau begitu segeralah main. Penonton sudah berkumpul sekarang.
SEMUA BADUT-BADUT BERDIRI LUNGLAI DAN MEMANDANGI HADIRINNYA.
SEMAR
Jadi kalian masih hidup?
HADIRIN MENGANGGUK. BADUT CS MENANGIS PILU SEKALI (TIDAK KOMIKAL
SEMAR
Kami kira permainan kami semalam yang terakhir
KEMBALI BADUT CS MENANGIS
NABI
Sudahlah. Sudahlah.
SEMAR
Kami sedih tentang kalian
NABI
Sudahlah, sudahlah.
SEMAR
Selama ini kami bergurau tentang kalian
KALI INI BADUT CS MENANGIS LEBIH MEMILUKAN LAGI.
NABI
Musik! (Seseorang memainkan biola) Silakan Semarku, lanjutkan pertunjukanmu, kamu kelak ingin tahu nasib Madekur dan Tarkeni selanjutnya. (Semar cs tiba-tiba menangis lebih keras lagi) Kenapa? Ada apa?
SEMAR
Seperti lakon-lakon Arifin yang lain, mereka mati secara mengerikan sekali. Secara detail kami tak tahan melukiskannya.
NABI
Betul-betul kisah cinta nan penuh air mata.
SEMAR
Kedua mayatnya dalam satu lubang bersama sampah Jakarta
SESEORANG
Bagaimana bisa terjadi
SEMAR
Gampang saja. Mereka mati di pinggir kali atau di dekat tong sampah. Atau di trotoar, atau di bawah Monas. Atau di… atau di… gampang saja.
NABI
Tapi cobalah lukiskan selengkapnya.
SESEORANG
Nanti dulu. Saya protes. Bagaimana mungkin mereka dibiarkan oleh pemerintah begitu saja?
SEMAR
Pemerintah tidak tinggal diam. Pemerintah telah meminjamkan turk sampahnya dan membiayai ongkos penguburan sekedarnya.
SESEORANG
Seharusnya mereka dikubur di taman pahlawan. Jelas mereka pahlawan yang tangguh, ulet dan tahu harga diri.
SESEORANG
Kenapa tidak di taman pahlawan?
SEMAR
Karena bukan pahlawan.
SESEORANG
Kenapa bersama sampah?
SESEORANG
Karena sampah.
SEMAR
Terus terang dalam suasana murung tanpa harapan sama sekali seperti sekarang ini saya tidak berdaya bersandiwara lagi.
NABI
Semuanya sudah habis, sobatku. Bakatmu yang besar pasti sanggup mengusir kegeramanmu dan menggantikannya dengan kecerahan bocah menyajikan kekocakan-kekocakan, hiburan-hiburan serta harapan-harapan.
SEMAR
Semuanya sudah habis. Kekocakan telah menyusut kering bersama lapar dan dahaga. Apa yang terjadis emalam sungguh-sungguh di luar batas permainan selama ini. Bagaimana harus diterima? Dalam beberapa detik, semuanya berubah. Dalam satu hentakan segala sumber kehidupan dikeringkan bersama-sama. Dan….
Badut lain menampilkan diri sebagai badut-badut bisu.
SEMAR
Seketika para badut dan para penyanyi bisu bersama-sama.
NABI
Kalian hanya terlalu capek, yang kalian perlukan hanyalah hiburan, miuman dan makanan.
NYANYIAN
Tak pernah mutlak gelap
Tak pernah mutlak gelap
Tak pernah mutlak senyap
Tak pernah mutlak senyap
Tak pernah mutlak gelap
Tak pernah mutlak gelap
Mesti ada setitik cahaya
Meski setitik setitik hanya
WASKA
Bencana telah dibencanakan oleh semangatku oleh ruhku, oleh namaku. Waska, Waska, Waska…..
KOOR
Waska, Waska, Waska…..
WASKA
Peran Waska akan tampil memecah puing-puing yang berserakan sepanjang tepi senja, akan menghidupkan mayat-mayat dan dendam kesumat.
KOOR
Waska, Waska, Waska…..
WASKA
Peran Waska akan tampil memberi ruh pada jasadku yang lunglai kecapekan, yang kosong, yang gosong yang bagai kepompong.
KOOR
Uuuuuuuuuuuu…..
WASKA
Langit hanya berisi angin hari itu dan warna hitamku tumpah di seantero di mana-mana dan aku Waska sedang minum air kelapa.
TARKENI
Lalu aku Tarkeni datang menangis bersujud di kaki Waska mengadukan ihwal duka.
WASKA
Ada apa anakku? Kenapa menangis pilu itu?
TARKENI
Sakit kepalaku sampai ke kalbu lantaran dipukul suamiku.
WASKA
Madekur!!!
MADEKUR
Madekur luka hatinya, disobek-sobek oleh cemburu buta.
WASKA
Ya, karena belum matang jiwanya.
NABI I
Saya kira bukan soal matang, Semar. Kau belum tahu persoalannya seperti juga penonton yang lain.
WASKA
Pengalaman Waska sama kaya dengan alam
NABI I
Pengalaman saya sebaliknya, hanya sepertiga. Tapi dalam persoalan Madekur, saya yakin kau terlalu tergesa.
KOOR
Sebagai suami yang baik, Madekur semakin giat mencopet.
Sebagai istri yang baik tarkeni semakin giat melonte.
Begitulah, pada suatu malam
Adalah enam belas lelaki antre depan Tarkeni
Lantaran Tarkeni semakin popular goyang pinggulnya
Dan Madekur suaminya terselip sebagai lelaki ke enam belas
Menunggu giliran dan jatah kemesaraan
WASKA
Lalu karena dia juga mendapat perlakuan sama seperti lelaki lain, Madekur cemburu.
SESEORANG
Apa kau juga bayar seperti lelaki lain?
MADEKUR
Sudah pasti dan saya bisa pastikan saya membayarnya dengan tarif tertinggi yang tidak akan pernah orang mau. Kalian bisa bayangkan betapa kecewa hati saya, malam itu., sementara berahi meregang-regang, sementara hasil uang copetan di tangan akan kuserahkan, saya harus menunggugiliran ke enam belas tanpa kebijaksanaan sedikitpun.
WASKA
Dan karena itu kamu pukul istrimu?
MADEKUR
Bukan karena itu. Itu soal kecil. Ada soal yang lebih besar.
NABI I
Percaya gak? Saya bisa pastikan….
WASKA
Jangan menduga-duga, dengar saja faktanya.
MADEKUR
Inilah soal besar itu: diantara ke enam belas lelaki tersebut adalah Maskat sahabatnya, yang ikut bersetubuh dengan Tarkeni.
WASKA
Apa salah Maskat kalau lelekai-lelaki yang lain berbuat serupa?
MADEKUR
Aku yang meyalahkan!!!
LALU DIA BERKELAHI DENGAN MASKAT SAMPAI MASKAT BABAK BELUK SEMENTARA ORANG-ORANG MELERAIKAN.
MADEKUR
Dengan ini saya umumkan beberapa ketentuan tata-tertib praktek pelacuran Tarkeni:
1. Persetubuhan boleh berlangsung atas dasar suka sama suka.
2. Tarif persetubuhan damai dan dibayar di muka
3. Setiap yang merasa sebagai lelaki boleh ikut dalam transaksi tersebut, kecuali saudara-saudara/famili/sahabat/kerabat dan suaminya.
4. Ketentuan ini berlaku surut, mulai beberapa saat yang lalu
Dan kau terkena ketentuan itu, Maskat!!!.
TARKENI
Aku tidak terima. Aku tidak terima. Ini sama sekali tidak adil kalau dia boleh mencopet siapa saja, kenapa saya tidak boleh ebrsetubuh dengan siapa saja?
WASKA
Apa komentar tuanku?
NABI I
Saya menganggap kecemburuan Madekur pada tempatnya.
WASKA
Ya, memang pada tempatnya, dan tempatnya adalah jiwa yang mentah. Madekur!!!
MADEKUR
Ya bapak.
WASKA
Kau tahu kenapa orang cemburu!?
MADEKUR
Tahu bapak. Karena mukanya jelek
WASKA
Apa mukamu jelek?
MADEKUR
Tidak, bapak.
WASKA
Kalau begitu, kamu tidak usah cemburu dan ketentuan tata tertib di atas dengan ini aku batalkan.
MADEKUR
Jadi, bapak?
WASKA
Tarkeni bebas berstubuh dengan siapa saja, di bayar atau tidak, di muka atau di belakang.
KETIKA WASKA MENCARI TEMPAT DUDUK, ORANG-ORANG SAMA MENYINGKIR MEMBERIKAN TEMPATNYA, DAN TARKENI SELALU DI SISINYA. SEPERTI PUTRID KESAYANGANNYA
WASKA
Aku kecewa sekali kau bertingkah kayak bocah. Seharusnya dulu tak kuijinkan kalian kawin seperti juga saudar-saudara kalian yang lain.
NABI I
Kenapa mereka diijinkan? Apa itu tak bertentangan dengan watak Waska?
SEMAR/WASKA
Apa Waska berwatak? Lagi waska anggap saja perkawinan itu sebagai salah satu bentuk rekreasi dan dengan alas an itu ia mengijinkan perkawinan mereka (selanjutnya pada Madekur sebagai Waska) Tapi itu tidak berarti kuijinkan segala tetek bengek persoala-persoalan seperti cemburu, pertengkaran pura-pura dan tangis-tangisa. Apa itu? Lebih berharga air kelapa!!
TIBA-TIBA WASKA MENYEMBURKAN AIR KELAPA DARI MULUTNYA KEA RAH MADEKUR DAN TARKENI
WASKA
Coba cek basis pertama. Mulai dari Tarkeni. (Tarkeni meludahi Madekur dan Madekur membalasnya) Tidak, Madekur, tidak begitu. Ternyata kau masih cerewet. Apa aku bilang dulu? Pertama-tama kau harus mampu mengubah sikap dan tanggapanmu apabila kamu diludahi. Ulangi lagi dari kau.
MADEKUR MELUDAHI WAJAH TARKENI DAN KEMUDIAN TARKENI MENGUSAP WAJAHNYA
TARKENI
Ludahmu hangat
WASKA
Luar bisaa, luar bisaa, Tarkeni – coba beri rokok!
(Seseorang memberikan rokok)
coba tusuk gigi.
(Seseorang memberikan tusuk gigi padanya)
ajaran terpenting dalam agama kita juga adalah mengenai harga diri. Agama kita mengharamkan pengemisan dan mewajibkan perampasan atau perebutan atau yang sejenis.
MADEKUR
Pencopetan, bapak?
WASKA
Itu permainan anak-anak, tapi baik juga buat melatih keterampilan. Yang penting, yakinlah bahwa agama kita sangat serasi dengan alam, dan kenyataan. Dan tabahlah karena agama kita sebagai agama tertua selalu dimusuhi. Banyak sudah pionir-pionir yang mati dalam memperjuangkan menegakkan agama kita. Betapa pun tabahlah dan sekaligus benggalah sebab penjara di mana-mana berisi saudara-saudara kita seagama dan senasib. Umang-umang.
SESEORANG
Bapak, murid-murid telah datang semua dan pelajaran boleh dimulai.
WASKA TIBA-TIBA BANGKIT DAN MENYEMBUNYIKAN TANGISNYA. TANGIS TUA. SEMUA MURIDNYA CUMA BISA MENUNDUKAN KEPALA MASING-MASING LALU TIBA-TIBA IA MERAUNG. DAN BERSAMAAN DENGAN ITU TERDENGAR SUARA DENTANG BESI YANG MEMEKAKKAN
WASKA
Kita berdoa dan sembahyang dulu
LALU SEMUANYA MELAKUKAN UPACARA SEMBAHYANG DENGAN CARA MASING-MASING. ADEGAN INI SUNGGUH SEREMONIAL SEKALI
Ada murid baru?
SESEORANG
Banyak, bapak. Sebagian mereka adalah anak-anak tanggung yang putus sekolah karena biaya dan sebagian lantaran tidak bisa merasa cocok dengan orang tuanya.
WASKA
Borok
BOROK
Ya, bapak.
WASKA
Ambil sebagian
BOROK
Baik, bapak. Wilayah tetap, bapak?
WASKA
Tetap sekitar jembatan lima sampai batas gereja – Buang.
BUANG
Ya, bapak.
WASKA
Pimpin yang sebagian lagi
BUANG
Baik, bapak.
WASKA
Basis pertama (Lalu orang-orang sama saling meludah) anak-anakku yang baru datang, perlu kalian ketahui kenapa kalian harus segera bisaakan diri saling meludahi. Sebab adat hidup emmang begitu dan kita tak bisa mengelakkannya. Umurku sembilan puluh tujuh tahun dan selama sembilan puluh lima tahun aku diludahi dan sekarang aku kebal.
SESEORANG
Kalau begitu kenapa bapak tidak lagi punya harga diri?
WASKA
Aku yakinkan bahwa kau sendiri tidak mengerti maksud pertanyaanmu, tapi perlu kamu tahu bahwa latihan basis pertama ini sama sekali tidak ada hubungannya dengan soal harga diri. Melainkan latihan mengumpulkan-menghimpun dendam menjadi satu kekuatan yang di luar perhitungan. Kita coba, ludahi aku.
ORANG-ORANG MELUDAHI WAJAH WASKA DAN WASKA DIAM SAJA, TERUS BERKALI-KALI IA MELUDAHI WASKA DAN WASKA DIAM SAJA. ORANG-ORANG ITU SEMAKIN SENANG MELUDAHINYA DAN TIBA-TIBA DI LUAR DUGAAN SAMA SEKALI ORANG ITU TERKULAI
WASKA
Sepintas lalu kelihatannya tak ada harga diri dan kebal, padahal lonjakannya telah mengambil bentuk lain yang ebrnama ‘nekat’. Paham? (tiba-tiba mengibaskan tangannya seperti nyamuk) Sambil lalu, bagaimana berita mengenai tempat ini?
LAIN LAGI
Kita masih bisa berkumpul di sini sampai akhir tahun, bapak.
WASKA
Bagus, tahun depan kita cari tempat yang lebih luas daripada stasiun tua ini. Umang-umang tak boleh putus asa.
ORANG-ORANG
Ya, bapak.
WASKA
Sekarang latihan sendiri-sendiri sesuai dengan bakat masing-masing.
LALU MASING-MASING LATIHAN, ADA YANG LATIHAN NYOPET, NYURI, NGEGANSIR, NGEGARONG, NYAMBRET, NODONG, NGELONTE DAN LAIN-LAIN. DAN BERSAMA DENGAN ITU TERDENGAR DENTANG BESI BERTALU-TALU MEMEKAKAN TELINGA DAN WASKA SENDIRI TERPENTANG BAGAI KRISTUS
NABI I
Semar, lakonmu kali ini pahit sekali dan compang-camping
SEMAR
Aku sendiri tidak tahu lagi. Yang kutahu hanayalh kekecewaan demi kekecewaan yang tak pernah terlintas dalam benakku.
WASKA
Ketika aku dilahirkan, sejak dulu sampai kini pun, aku tetap berpihak kepada cinta. Tapi kejahatan kusaksikan semakin memenuhi sudut-sudut pandangan dan meneyrbu membakar-memusnahkan impian-impian masa kanak-kanakku. Segala macam kekecewaan!
NABI I
Apa tidak ada yang kau matangkan!?
WASKA
Semuanya kumatangkan menjadi kenekatan (Seketika menjadi Waska) Anak-anakku!!, berkeliaranlah sebagai umang-umang dan setialah sebagai umang-umang karena kalian adalah umang-umang
SEKETIKA PENTAS MENJADI SEBAGAI APAI AMARAH DAN SELANJUTNYA SENYAP. DI PENTAS CUMA ADA MADEKUR DAN TARKENI. SISIPAN. BAPAK TARKENI BERKELIARAN DALAM RUANG KOSONG DENGAN WAJAH PENUH TANYA. IA MEMAKAI SEPATU RODA
BAPAK
Ini pasti sungai susu itu
(Lalu lewat Ibu Tarkeni yang membawa sekuntum bunga dengan wajah riang. Dan ia juga memakai sepatu roda)
Itu pasti bidadari. Stop.
(Ia mengejarnya dan kelaur. Begitulah saling berkejaran)
Pasti kamu bidadari
IBU (menyembunyikan wajahnya)
Bukan.
BAPAK
Mengaku saja.
IBU
Bukan
BAPAK
Kalau begitu buka wajahmu
IBU
Malu.
BAPAK
Atau kamu pelacur yang sebulan sebelum saya mati…
IBU (membuka wajahnya)
Setan! Ternyata kamu hidung belang!
BAPAK
Sebentar-sebentar, kamu siapa? Jangan marah-marah dulu. Jelaskan siapa kamu. Rasanya aku pernah melihatmu.
IBU
Coba besarkan mata kamu!
LALU IA MEMBELALAKAN MATANYA
BAPAK
Oh, ibu….
IBU
Jangan sentuh aku. Kau kotor. Tempatmu di neraka nanti.
BAPAK
Bu, sama sekali aku mencarimu di ruangan yang aneh ini.
IBU
Akhirat, goblok.
BAPAK
Ya, bu….
IBU
Jangan sentuh aku. Kau telah nyeleweng.
BAPAK
Jangan dulu bersikap negative begitu. Dengarkan.
Ibu berpaling
BAPAK
Percayalah, bahwa pelacur yang kutiduri itu persis wajah dan tubuhnya dengan kau, bu. Matanya persis matamu. Hidungnya persis hidungmu. Bibirnya persis bibirmu. Segala-galanya persis segala yang kau miliki yang indah dan menggemaskan itu.
IBU MEMATAHKAN BUNGA DARI TANGKAINYA DAN MELEMPARKANNYA
jadi bu, secara rohaniah, malam itu aku tidur denganmu.semuanya adalah rindu kita cinta kita.
IBU
Betul, pak?
BAPAK
Kebenaran selalu sukar diungkapkan
IBU
Oh, pak. Betapa setia kau.(Mereka berpelukan) Omong-omong, kapan kau mati, pak?
BAPAK
Aku tidak bisa mengingatnya. Rasanya sudah lama.
IBU
Apa sebab kamu mati?
BAPAK
Mungkin lantaran TBC, mungkin lantaran aku tak tahan menanggung mal terus-terusan akibat anak kita Tarkeni (Batuk) Batukku enteng dan tidak berdarah lagi.
IBU
Karena kamu telah mati, pak. Kamu dibebaskan dari, bahkan dari penyakit.
BAPAK
Kalau begitu, mati itu enak dong.
IBU
Sudahlah, kau bilang tentang Tarkeni tadi. Kenapa dia?
BAPAK
Seperti kau sendiri tahu, anak kita memang benar pelacur dan aku malu sendiri.
IBU
Boleh saja malu, tapi tak usah terlalu lama.
BAPAK
Kamu bisa begitu. Tapi aku tidak. Selama dia jadi pelacur selama itu pula saya malu. Bagaimana tidak!? Kamu tahu dari buyut saya smapi ayah saya semuanya penghulu dan ulama terkenal, dan Tarkeni….
IBU
Yang penting kita telah berusaha keras menginsyafkan dia dan Tuhan tahu itu.
BAPAK
Tapi ini soal kehormatan keluarga dan sama sekali bukan soal Tuhan. Ha? Aku bilang apa tadi?
IBU
Sudahlah kamu jangan ngaco. Lebih baik kita berdoa sekarang demi anak-anak kita.
BAPAK
Ya, saya akan berdoa biar anak itu tahu betapa besar cinta saya kepadanya dan…
IBU
Sudah
BAPAK
Kesucian namaku dan keluarga haruslah….
IBU
Sudah aku bilang
BAPAK (terus omong tanpa suara)
IBU (Tanpa suara)
MADEKUR
Kalau kau menangis terus begitu. Waska pasti kecewa. Berhentilah. Lupakan semuanya.
TARKENI
Sudah sepuluh tahun aku tak sempat menangis, biarkan aku kini menangis barang dua menit untuk kematian kedua orang tuaku.
MADEKUR
Aku?
TARKENI
Menangislah kalau kau mau
MADEKUR
Aku tidak bisa lagi menangis, juga tidak mengaduh ketika lenganku yang kiri dilindas roda kereta api.
TARKENI
Kalau begitu kau cukup diam dan biarkan aku menangis sebentar (Menangis)
MADEKUR
Kalau sudah, kita harus segera ke kantor Gubernur, kita sangat diperlukan.
TARKENI
Madekur, biarkanlah aku menangis dulu.
MADEKUR
Baiklah, baiklah. Menangislah.
TARKENI LALU MENANGIS. SESEORANG MUNCUL
SESEORANG
Permisi
MADEKUR
Ada apa?
SESEORANG
Mau melonte, Tarkeni nganggur?
MADEKUR
Sedang berkabung.
SESEORANG
Jadi tidak terima tamu?
MADEKUR
Terima. Tunggu saja di kamar.
SESEORANG
Terima kasih. Permisi (Keluar)
MADEKUR
Kita harus segera ke kantor Gubernur
TARKENI
Kenapa?
MADEKUR
Orang tua ku di sana. Mereka mencariku.
TARKENI
Kenapa di sana?
MADEKUR
Mereka tetap berpendapat aku ini Gubernur Jakarta.
TARKENI
Tapi.
MADEKUR
Ayolah kita segera berangkat
LALU MADEKUR MENARIK TARKENI KELUR. DAN KEMUDIAN MUNCUL LELAKI TADI YANG HAMPIR TELANJANG
SESEORANG
Tarkeni, di mana kau?
ORANG ITU TERUS MENCARI MENYERU TARKENI SAMBIL AKHIRNYA KELUAR. DAN BERSAMAAN DENGAN ITU MASUK BEBERAPA ORANG YANG NAMPAKNYA SEDANG BERTENGKAR
BAPAK
Coba, aku sudah menyebut namaku, aku sudah sebut nama anakku, aku sudah sebut pangkat anakku, aku mesti menyebut apalagi supaya boleh bertemu dengan anakku.
RESEPSIONIS
Bapak boleh bertemu dengan anak bapak, tapi tidak di sini.
BAPAK
Di mana? Di mana? Di rumahnya? Aku belum tahu di mana rumahnya. Di sini sudah jelas kantornya, dan di sini sudah jelas lebih gampang aku bisa menemuinya, kenapa tidak boleh?
IBU
Barangkali dia sedang…. Sedang repot, pak. Dinas, rapat.
BAPAK
Saya tidak peduli dia sedang apa, saya hanya perlu ketemu sekarang juga, sebentar, non. Coba jawab pertanyaan saya. Nona tahu buat apa saya perlu ketemu anak saya alias Gubernur?
RES
Bagaimana saya tahu?
BAPAK
Itulah! Sebab itulah non tidak boleh gegabah pada siapa saja yang bernama tamu. Nah, biar jelas saya akan uraikan secara panjang lebar kenapa dan dengan apa saya perlu bertemu dengan anak saya alias Gubernur.
RES TANPA PEDULI MULAI MAKAN SIANGNYA
BAPAK
Sebentar, non mau dengarkan saya atau makan saja?
RES
Saya lapar. Ini jam istirahat.
IBU
Kelihatannya enak ya non.
BAPAK
Baiklah saya izinkan kau makan sambil mendengarkan saya. Saya mau bicara apa tadi, bu?
IBU
Kenapa….
BAPAK
Saya sudah tahu. Ya, kenapa dan dengan tujuan apa saya ingin ketemu dengan anak saya alias Gubernur? Sebab sudah bertahun-tahun gubernur itu tidak pernah lagi mengirim wesel kepada saya. coba tahu nona alasan apa dia tidak mengirimkan lagi wesel-wesel itu kapada saya?
RES
Saya kira tidak ada alasan untuk melupakan orang tuanya.
BAPAK
Setidak-tidaknya ia bisa menyuruh ajudannya untuk mengirimkan wesel itu ke desa saya.
RES
Lalu tujuan bapak ketemu?
BAPAK
Ada dua. Pertama, memarahinya dan kedua membujuknya. Sebentar, Bu, kappa dia terakhir kali mengirim wesel?
IBU
Dua maulud yang lalu.
BAPAK
Kau pelupa. Tidak mungkin. Coba, darimana kita dapat uang seminggu yang lalu untuk naik bus!?
IBU
Kamu yang lupa. Seminggu yang lalu kita resmi jadi pengemis.
BAPAK (Marah)
Sekali lagi sebut kata itu saya jambak! (Menunjuk Res) siapa itu?
IBU
Orang lain, pak.
BAPAK
Nah, jangan bikin malu – non, dengar apa yang kami percakapkan barusan?
(Res menggelengkan kepalanya dan menyelesaikan suapannya)
BAPAK
Sayang sekali, tapi tidak apa. Kami baru saja membicarakan keistimewaan anak kam alias gubernur. Ketika dia lahir kepalanya bercahaya.
IBU
Dan sehari sebelum melahirkannya, say abaca di lanit yang bru tulisan arab yang bunyinya Madekur.
RES
Saya ulangi lagi, pak. Nama anak bapak Madekur, bukan?
BAPAK
Tepatnya Muhammad Madekur.
RES
Ya, Muhamad Madekur. Sedangkan nama gubernur adalah Mohamad Mabrur
BAPAK
Pasti itu nama samaran
IBU
Kedengarannya hampir sama, tapi tidak sama. Bagaimana pun kita harus menyesal karena kita tidak memberinya nama Mabrur ketika dia lahir.
BAPAK
Tidak usah menyesal karena dia toh akhirnya bisa pilih nama sendiri
IBU
Dan dipikir-pikir antara nama Madekur dengan Mabrur nggak begitu berbeda ya pak?
BAPAK
Cuma beda beberapa huruf saja. Apa harus jadi soal?
MUNCUL MADEKUR DAN TARKENI
MADEKUR
Pak.
BAPAK DAN IBU DIAM SAJA
TARKENI
Bu
JUGA BAPAK DAN IBU DIAM SAJA. ANEH.
BAPAK
Maaf, saudara siapa? Mau cari siapa?
MADEKUR
Madekur, pak. Anak bapak.
BAPAK
Madekur siapa anak bapak siapa?
MADEKUR
Kita jelaskan nanti di rumah. Kita pulang sekarang.
BAPAK
Kita kita siapa pulang pulang ke mana?
MADEKUR
Jangan main-main, pak. Ini kantor….
BAPAK
Sejak tadi sebenarnya aku ingin mengatakan hal itu dan terus terang aku jengkel karena pertanyaanmu terus nerobos sementara aku tak tahu siapa kalian.
MADEKUR
Aku anak bapak dan ini menantu bapak.
BAPAK
Tidakm, nak. Cara kalian menipu orang tua terlalu kasar dan aku tidak akan terkecoh.
TARKENI
Apa yang terjadi?
BAPAK
Penipuan
IBU
Ya, penipuan di siang bolong. Toloooong!
BAPAK
Sudah jelas anakku gubernur dan kalian mengaku diri sebagai anakku?
MAD /TAR
Pak, dengar.
IBU
Polisi, tolong!!
ORANG-ORANG MEMBERIKAN PERTOLONGAN YANG DIMINTA, JUGA BEBERAPA POLISI DATANG. DAN SEMUA ORANG DAN POLISI MENANYAKAN PERSOALANNYA KEPADA IBU DAN BAPAK. IBU MENJELASKAN SECARA BERAPI-API ‘PENIPUAN’ TADI. SEBALIKNYA, MADEKUR TARKENI JUGA MENCOBA JUGA MENJELASKAN HAL YANG SEBENARNYA SECARA MATI-MATIAN. SECARA SUSAH PAYAH. AKHIRNYA ORANG-ORANG BERSAMA POLISI-POLISI MENYERET MADEKUR TARKENI KE KANTOR POLISI.
LANTARAN RIBUTNYA ORANG-ORANG, LANTARAN TIAP-TIAP ORANG INGIN MENONJOL MENYELESAIKAN PERSOALAN TERSBEUT, MAKA TIBA-TIBA SESEORANG NAIK KE MIMBAR DAN MENGANGKAT DIRINYA SEBAGAI KETUA SEKALIGUS MEMBENTUK APA YANG DISEBUTNYA ‘PANITIA PENYELESAIAN PERSOALAN PERTIKAIAN SEJENIS
KETUA
Perhatian! Perhatian! Jangan bertindak sendiri-sendiri! Jangan menafsirkan sendiri-sendiri! Jangan menjadi hakim sendiri-sendiri! Jangan menjadi jaksa sendiri-sendiri! Jangan menjadi advokat sendiri-sendiri! Jangan jangan jangan!
Daripada saudara-saudara rebut semrawut begitu tanpa pangkal ujung, pilihlah seorang ketua. Daripada saudara-saudara akan babak belur lantaran bertikaian kata tanpa kejelasan pokok, pilihlah tunjuklah seorang ketua. Daripada saudara-saudara tidak punya ketua, tunjuklah saya sebagai ketua.
ORANG-ORANG MEMPERCAKAPKANNYA SEHINGGA KEMBALI REBUT LAGI. DAN TAMBAH LAMA TAMBAH REBUT. KEMUDIAN SANG KETUA MENJERIT KERAS SEKALI HINGGA SEMUA ORANG BERHENTI BICARA TERKEJUT
ORANG-ORANG
Kenapa? Kenapa?
KETUA
Aku Cuma menjerit agar saudara-saudara kembali memperhatikan saya. Terus terang saya tidak tega membiarkan saudara-saudara bercakar-cakaran hanya untuk mencari nama yang tepat dan orang yang tepat sebagai ketua. Apa saudara-saudara suka berdebat?
ORANG-ORANG
Tidak
KETUA
Bertengkar barangkali?
ORANG-ORANG
Tidak
KETUA
Kalau begitu percayakan semua itu kepada saya dan biarkan saya jadi ketua
(Orang-orang diam kayak patung)
sesuai dengan pepatah kita ‘diam artinya setuju’ terima kasih, saudara-saudara. Persoalan kedua adalah kita harus menetapkan saya sebagai ketua apa, sebab tidak mungkin saya bisa bekerja sebagai ketua tanpa tugas-tugas serta skop yang jelas mengenai…
(Semua orang ribut lagi. Untuk menenangkan mereka sang ketua tiba-tiba menyanyi)
terima kasih atas perhatian. Dan sebaliknya saudara-saudara harus berterima kasih kepada saya sebab saya telah menemukan jawaban yang kita sama-sama sedang cari yaitu ketua apakah saya? Jawabannya sebagai berikut:
1. Menimbang bahwa perlu adanya seorang ketua untuk menghemat waktu, kata-kata dan biaya dan terutama untuk menghindari semua orang jadi ketua sendiri-sendiri!
2. Berhubung saya sudah terlanjur jadi ketua!
3. Maka perlu adanya sesuatu yang diketuai!
Dengan ini saya sebagai ketua memutuskan bahwa saya adalah ketua “Panitia Penjernihan Persoalan Pertikaian Sejenis”
(Orang-orang telah rebut lagi. Dan belum sang ketua melakukan sesuatu, mereka telah diam)
Terima kasih saudara-saudara makin tahu diri. Nah, jangan saudara-saudara mengira saya tidak tahu apa yang saudara-saudara ributkan. Saya tahu. Saya tahu. Bukankah saudara-saudara mempeributkan arti dan makna serta hakekat dari kata ‘sejenis’?
(Orang-orang diam)
nah, marilah kita kesampingkan arti makna dan hakekat kata sejenis, sebab yang penting kata sejenis enak bunyinya, lebih-lebih pada sesuatu rentetan seperti tersebut di atas. Nah, sekarang sebagai ketua biarkan saya memainkan peranan saya (KEpada bapak dan ibu) Ada persoalan apa?
BAPAK
Dia mengaku anak saya
KETUA (Kepada Mad / Tar)
Ada persoalan apa?
MADEKUR
Dia mengingkari bahwa dia bapak saya dan saya anaknya
KETUA
Bapak siapa?
BAPAK
Saya bapaknya
KETUA
Anak bapak siapa?
BAPAK
Anak saya gubernur
KETUA
Saudara gubernur?
MADEKUR
Bukan
KETUA
Kalau begitu jelas saudara bukan anak orang itu
MADEKUR
Pak
IBU
Akuilah dirimu gubernur, nanti kami akan menerima kamu kembali sebagai anak. Akuilah, nak. Berikan kehormatan pada kami karena kehormatan adalah mahkota kebahagiaan kami.
TARKENI
Apa pikiranmu?
MADEKUR (Kemelut sekali pikirannya)
Kita harus tetap berusaha agar mereka mau menerima kita sebagai pencopet dan pelacur
KETUA
Bagaimana saudara?
MADEKUR
Pak, alasan bapak ibu menolak kami sebagai pencopet dan pelacur?
BAPAK
Kalian sendiri pernah bilang lantaran tidak sesuai dengan impian
IBU
Kecuali impian buruk
MADEKUR
Bapak tahu bahwa semua orang sama saja?
BAPAK
Tahu
MADEKUR
Bahwa pada dasarnya semua orang sama-sama suka mencopet dan melacur?
BAPAK
Tahu
IBU
Tapi, anakku. Adalah suatu kebajikan apabila kita membungkus kedua kata itu dengan kata-kata yang lain
MADEKUR
Lalu alas an apa maka bapak ibu mengingkari kami sebagai pencopet dan pelacur, memaksa kami mengakui diri kami sebagai gubernur?
BAPAK
Karena sesuai dengan impian
IBU
Anakku, insyaflah. Pintu masih terbuka
KETUA (setelah pause)
Jadi, bagaimana?
MADEKUR
Kalau begitu, memang dia bukan bapak saya
TARKENI
Mad
BAPAK
Selamat jalan anakku
IBU
Pak
MADEKUR
Kalau dalam tempo satu tahun in dia masih hidup, akan saya bunuh dia (Keluar)
TARKENI (Mengikuti)
Mad
BAPAK
Adalah gila kalau saya menerima dia sebagai pencopet
IBU
Betul, pak. Tapi….
BAPAK
Saya tahu saya akan tergeletak di jalanan dilindas truk atau bis Jakarta. Saya tahu saya akan mati tepat ketika saya membayangkan betapa hebat dia jadi gubernur. Saya mengangankan hal itu untuk pertama kalinya ketika dia masih berumur empat tahun. Dan rupanya saya akan mati dilindas truk atau bus Jakarta, tepat ketika saya membayangkan keindahan itu (melambaikan tangan) Selamat tinggal anakku.
KETUA
Kesimpulannya, anaknya adalah gubernur
MAKA SEMUA ORANG MEMBERIKAN SELAMAT KEPADA NYA DAN BAPAK SEMAKIN MELANGIT KEPUASANNYA, SEMENTARA IBU SEMAKIN DERAS CUCURAN AIR MATANYA. DAN ORANG-ORANG ITU KEMUDIAN MENINGGALKAN MEREKA, KECUALI RESEPSIONIS YANG KINI TELAH BERUBAH BERWARNA HITAM SELURUHNYA ATAU UNGU TUA
KETUA
Terima kasih atas kesempatannya, pak, bu
BAPAK
Terima kasih kembali, nak
LALU KETUA PERGI. IBU SEMAKIN MENCUCURKAN AIR MATANYA
BAPAK
Kita mulai, bu?
IBU MENGANGGUK SAMBIL MENGHAPUS AIR MATANYA. LALU KEDUANYA DALAMLAGAK GAGAH PEMBESAR MENDEKATI RESEPSIONIS
BAPAK
Selamat siang
RES
Selamat siang, keperluan?
BAPAK
Ketemu gubernur
RES
Nama bapak?
BAPAK
Lagi-lagi nama
RES
Jadi bapak…?
BAPAK
Masa tidak tahu
IBU (sambil mencucurkan air mata)
Lupa?
BAPAK
Pangling?
RES
Bapak….?
BAPAK
Mulai ingat kan?
IBU
Coba terka siapa kami?
RES
Kalau tidak salah….?
BAPAK
Tidak
IBU
Pasti tidak salah
RES
Bapak adalah bapak dari….?
BAPAK
Satu kata lagi
IBU
Ayo
RES
Dari….
BAPAK
Jangan putus asa
RES
Gubernur
BAPAK (Terharu)
Luar bisaa, nak. Daya ingatmu luar bisaa.
IBU (airmata)
Terima kasih nak
BAPAK
Saya akan usulkan agar kamu diangkat menjadi sekda
RES
Terima kasih pak
BAPAK
Soal kecil
RES
Kebetulan bapak gubernur sedang menuju kemari
BAPAK
Luar bisaa gagahnya
IBU
Iya pak
BAPAK
Persis ketika dia masih berusia empat tahun
IBU
Iya pak
BAPAK
Biarkan dia lewat ke sini
IBU
Iya pak
BAPAK
Biarkan ia pingsan terkejut bertemu dengan bapak ibunya secara tidak dinyana
MUNCUL MADEKUR DAN TARKENI
MADEKUR
Pak
TARKENI
Bu
BAPAK
Gubernurku
MEREKA SALING BERPELUKAN DAN RESEPSIONIS MENGELUARKAN SAPU TANGAN PUTIH
MADEKUR
Lebih baik kita langsung pulang ke rumah
TARKENI
Di kantor tidak bebas
BAPAK
Setuju, setuju. Aku tidak sabar ingin lihat perabotan yang mewah itu
IBU
Ya, pak. Iya
BAPAK
Ini kesempatan nonton televise. Ada kan?
TARKENI
Kasihan bapak ini. Cita-citanya nonton televise
BAPAK
Buat apa sebenarnya telor mata sapi itu?
IBU
Apa ya nak?
TARKENI
Telor ceplok
BAPAK
Namanya lebih bagus. Pasti lebih enak
IBU
Kau nanti sarapan itu, pak
MADEKUR
Kita berangkat sekarang
BAPAK
Aku berangkat, aku berangkat
RES
Selamat jalan pak
BAPAK
Selamat tinggal nak
SAMBIL MELAMBAIKAN TANGAN, BAPAK KELUAR DIIKUTIOLEH CSNYA DAN BERSAMAA DENGAN ITU MUNCUL SEROMBONGAN ORANG-ORANG YANG MENGANGKAT MAYAT DAN SELANJUTNYA PEMAIN-PEMAIN SEPERTI BAPAK CS MENGIKUTINYA. DI BELAKANG SEKALI ADALAH IBU YANG MELANGKAH TERSNEDART SAMBIL MENAHAN TANGISNYA DAN BERKERUDUNG HITAM.
WASKA MUNCUL MERAUNG-RAUNG KAYAK ORANGGILA, SEBENTAR KEMUDIAN IA MENANGIS, SEBENTAR KEMUDIAN MERAUNG-RAUNG MENYERAMKAN SEPERTI SEEKOR SERIGALA.
NABI
Kenapa itu Waska?
SEMAR
Ia sedang marah pada dirinya sendiri
KEMBALI WASKA MERAUNG-RAUNG PERSIS SEEKOR SINGA TUA YANG INGIN BEBAS DARI TERALI JEBAKANNYA
SEMAR
Waska juga berontak ingin lepas dari penjaranya yang bernama diri sendiri
NABI
Kasihan. Kenapa kalap begitu
KEMBALI WASKA MERAUNG-RAUNG PERSIS SEEKOR SINGA TUA YANG KESEPIAN DI GUNUNG JURANG PADA SUATU SENJA
NABI
Kenapa lagi dia?
WASKA
Aku kesepian
KEMUDIAN DIA KAYAK ORANG SEKARAT. BARING, BANGKIT, LONCAT JATUH BANGKIT LAGI KESANA KE SINI
NABI
Sekarang saya mengerti. Pasti Waska sedang dirundung gandrung cinta
SEMAR MEMBERIKAN ISYARAT AGAR JANGAN BICARA KERAS-KERAS
SEMAR
Jangan keras-keras, nanti semua orang dengar. Waska malu mengalami hal itu, hal yang selama hidupnya yang panjang diingkarinya. Hampir satu abad ia bebas dari hal itu dan selama itu ia berhasil tidak pernah jatuh cinta kecuali melampiaskannya saja nafsu birahinya secara hewani saja.
Tapi tiba-tiba pada suatu malam, tanpa sengaja terpandang olehnya mata perempuan itu, mata yang sangat indah
NABI
Mata siapa? Perempuan siapa?
WASKA (Sambil keluar)
Aku malu. Aku malu! (Meraung)
SEMAR (Ngintip)
Mata itu mata Tarkeni. Tarkeni perempuan itu (Keluar)
NABI
O….
NYANYIAN
Angin bergelombang di atas gelombang
Dihembus cinta
Sebungkah karang gersang
Mulai goncang
Bagian bawahnya
NABI
Diam. Madekur dan Tarkeni akan melanjutkan lakonnya.
MUNCUL MADEKUR BERSIMBAH DARAH TANPA SEPOTONG TANGANNYA LAGI DIIKUTI OLEH TARKENI YANG SEMAKIN TEBAL RIANYA DAN JALANNYA SUDAH NGEGANG
NYANYIAN
Setelah badan bersimbah darah
Setelah tangan putus dua-dua
Setelah mata cacat sebelah
Setelah wajah luka-luka
Apa yang akan kau lakukan
MADEKUR
Mencopet dan terus mencopet. Kalau bisa aku juga akan terus mencopet setelah aku mati
NYANYIAN
Dan kau Tarkeni
Setelah keindahanmu busuk
Apakah akan terus melonte?
TARKENI
Aku tidak pernah berpikir sebelum melakukan sesuatu. Dan aku tidak suka dipusingkan oleh pertimbangan-pertimbangan yang akan menyebabkan aku jadi pintar. Yang pasti kami, aku dan Madekur akan tetap saling setia, sebab kami saling mencinta
MADEKUR
Aku mencintaimu, dan aku selalu gemas seperti pada hidup ini
TARKENI
Aku juga, aku juga Madekur
KEMUDIAN KEDUANYA BERCIUMAN SANGAT ERAT TANDAS
MADEKUR (meludah)
Baumu mulai busuk
TARKENI
Nanah tidak bisa dibendung lagi, Madekur.
MADEKUR
Bagaimana pun aku mencintaimu, tapi aku tidak bisa mengingkari penyakit sipilismu. Penyakitmu sudah sedemikian rupa dan terus terang aku hampir muntah
TARKENI
Mau apa lagi?
MADEKUR
Ya, mau apa lagi? Kita telah meludahi
TARKENI
Sekarang kita diludahi
MADEKUR
Ya, mau apa lagi? Karena kita tak pernah bisa meludahi wajah sendiri
NABI
Apa cuma itu yang bisa kamu lakukan?
MADEKUR
Banyak
NABI
Kenapa tidak lainnya?
MADEKUR
Dengan meludah, aku merasa telah melakukan segalanya
TARKENI
Suaramu mulai mirip suara Waska
TIBA-TIBA MADEKUR MENEMPELENG ISTRINYA DAN DIA KELUAR. TARKENI TIDAK PAHAM MENGEJARNYA. TEPAT DUA DETIK SEBELUM ORANG-ORANG BERLARIAN DI KEJAR-KEJAR POLISI, DAN BEBERAPA SAAT KEPANIKAN TERJADI DI PENTAS. DAN SEMENTARA ITU ORKES MENYANYIKAN ‘TAK PERNAH MUTLAK GELAP
IBU
Mad, Mad…
MADEKUR DAN TARKENI DIAM SAJA
IBU
Kau lupa suara ibumu?
MADEKUR
Tidak
IBU
Kenapa kau diam saja?
MADEKUR
Suara itu selalu menyiksa
IBU
Aku menyesal kau berkata begitu
MADEKUR
Suaramu selalu tangis atau bujukan serta janji
IBU
Mad
MADEKUR
Aku ingin melupakanmu. Aku ingin melupakanmu tapi aku tidak bisa; setiap mencoba lupa, wajahmu kian nyata
IBU
Niatmu jahat, padahal aku tidak pernah bisa berniat melupakanmu lantaran aku pun tidak bisa melupakan rasa sakit ketika melahirkanmu dan kegelian pertama pada tetekku ketika kamu menyusu
MADEKUR
Bu, bu.
IBU
Kamu pasti kedinginan, ataukah kamu merasa pedih pada luka-luka dan borokmu? Atau tangamu yang putus itu masih kamu rindukan dan sesalkan?
MADEKUR
Aku memanggilmu karena kangen, diam-diam aku kangen. Malu-malu aku kangen, malu ketika aku membayangkan kau jadi istriku
IBU
Anakku, anakku!!
TARKENI
Betul kamu pernah berpikir begitu?
MADEKUR
Ya. Semuanya berantakan
TARKENI
Seharusnya kau tak boleh
MADEKUR
Seharusnya! Seharusnya!
IBU
Mad, seharusnya kau menjadi gubernur
MADEKUR
Seharusnya aku menjadi nabi
IBU
Setiap kali aku mendnegar kalimatmu, aku jadi bertanya-tanya, apakah air susuku dulu beracun!?
MADEKUR
Boleh jadi racun itu menjadi sempurna bercampur dengan air sumur yang bau busuk dan udar yang mengandung wabah cacar dan tebece
IBU
Kamu kurang punya rasa syukur, nak
MADEKUR
Tuhan lebih tahu. Biarkan aku tidur sekarang dan jangan bangunkan , sang surya lebih tahu kapan saatnya membangunkanku
KETIKA MADEKUR TIDUR, TARKENI MASIH MELEK SAJA, DIAM SAJA
TARKENI
Betul-betul di luar dugaan sama sekali. Bau tanah pesawahan hanya bersisa dalam kenangan samara-samar (Membaui dirinya sendiri)
MADEKUR
Tidurlah kau. Tidak akan ada lagi yang tertarik menghampiri kamu
TARKENI
Kemarin malam ada seseorang
MADEKUR
Aku tahu pasti. Orang itu sangat tua, sangat kurus, sedikit bungkuk dan memerlukan tenaga banyak dalam bernafas. Orang tua itu pensiunan juru rawat
TARKENI
Memang
MADEKUR
Tidurlah, malam ini kamu tidak akan punya tamu lagi
TARKENI
Tuhan yang tahu
MADEKUR
Pensiunan itu telah mati tadi pagi di selokan
TARKENI
Aku yakin masih banyak lelaki tua dan bungkuk di dunia ini
MADEKUR
Semuanya sudah mati di selokan
TARKENI
Kalau benar begitu, anak-anak dungu dan sedikit sinting pasti sudah ada
MADEKUR
Banyak
TARKENI
Nah, biarkan aku melek dan tidurlah kau
LALU SEMUA ORANG TIDUR DAN KEMUDIAN SAYUP-SYAUP TERDENGAR SUARA WASKA MERAUNG TUA DAN KELIHATAN SAMARA-SAMAR IA KOMING. DAN SEMENTARA ITU TARKENI MENYANYI, KEMUDIAN TARKENI KELUAR. KEMUDIAN WASKA KELUAR, DAN SEMUA ORANG BANGKIT KARENA MATAHARI TELAH MULAI NAIK.
IBU MAD
Ibu yakin kau cuma sombong. Sejak kecil memang kau punya sifat itu
BAPAK MAD
Aku kira juga selain itu kamu memang gampang patah hati
MADEKUR
Yang pasti aku cuma jengkel
BAPAK TAR
Tapi bodoh kalau kamu mengisi seluruh waktu dan kesempatanmu hanya untuk berjengkel-jengkelan
IBU TAR
Kenapa mesti jengkel sih?
MADEKUR
Sudahlah, tidak usah kalian hiraukan aku. Semuanya, segalanya cuma persoalan najis, dan aku tidak mau membungkus persoalan itu dengan segala macam hal-hal yang besar yang agung
IBU MAD
Tapi nak
BAPAK MAD
Tapi nak
MADEKUR
Tapi tapi tapi. Semuanya di seberang tetapi semuanya tetapi
IBU MAD
Masih ada pilihan lain daripada apa yang sudah kamu pilih selama ini
MADEKUR
Aku tidak pernah memilih sejak lamaran-lamaran kerjaku ditolak kantor demi kantor, pabrik demi pabrik
BAPAK TAR
Kamu juga bisa jadi penghulu atau ulama kalau mau
MADEKUR
Terlalu banyak pejabat-pejabat macam gitu. Sudah, aku tak mau lagi membagi-bagi nafkah mereka
BAPAK MAD
Jadi gubernur aku kira lebih cocok
MADEKUR
Jadi, apapun, siapapun cocok atau tidak cocok. Dalam pengalamanku aku belum pernah menjumpai soal cocok-cocokan
IBU MAD
Kalian semua kejam dengan menyodorkan segala macam pekerjaan atau jabatan yang sudah jelas tidak dapat dia capai. Dalam keadaan seperti itu kita harus menyarankan kepadanya jalan lumrah sebagaimana umunya telah ditempuh banyak orang. Mengemislah, anakkku. Jalan ini adalah jalan paling mulia diantara jalan-jalan yang tidak mulia
MADEKUR
Pada waktu kecil aku pernah bercita-cita menjadi guru atau seorang mantra kesehatan. Kalian pasti masih ingat pak Guru Toha yang lembut itu. Aku masih bisa mengingat wajahnya dengan jelas seperti juga wajah pak Mantri Barnas
IBU TAR
Tangan orang tua itu selalu bersih seperti wajahnya
BAPAK TAR
Dia memang muslim sejati seperti aku
BAPAK MAD
Aku ingat seorang lagi yang mengesankan di desa kita, pensiunan lurah Wartama. Caranya berjalan gagah sekali
IBU MAD
Ayam-ayam minggir semua kalau ia lewat
BAPAK MAD
Bukan saja ayam. Kerbau juga
BAPAK TAR
Guru itu
IBU TAR
Mantra itu
BAPAK MAD
Lurah itu
MADEKUR
Tuhan, kenapa dikau tinggalkan daru. (Eli-eli lamma sabaktani)
IBU
Bangun anak-anakku, pintu-pintu telah terbuka. Restoran-restoran telah dibuka. Warung-warung juga, segala macam rezeki menanti kita
SEMUA TERJAGA DAN BANGKIT
IBU
Alat-alat sudah siap? Mental-mental sudah siap? Jangan lupa menangkap lalat dan kumpulkan lalu tempelkan di borok kalian masing-masing
SEMUA
Semua sudah siap, bu
IBU
Tuhan membenihkan rezeki dimana-mana, bahkan di antara sampah-sampah
SEMUA
Syukur alhamdulillah
IBU
Memang kita harus selalu bersyukur. Bagaimana pun kita berangkat sekarang. Bismillah.
SEMUA
Bismillah
BARU SAJA SATU LANGKAH MEREKA PORAK PORANDA LANTARAN DIKEPUNG OLEH POLISI DAN TEAM PENETIB KEINDAHAN KOTA. DAN AKHIRNYA SEMUA KELUAR, BEBERAPA SAAT KEMUDIAN SECARA MENGENDAP-ENDAP MEREKA MUNCUL LAGI
SESEORANG
Ada apa tadi?
SESEORANG
Saya kira gempa
SESEORANG
Pemebrsihan apa?
SESEORANG
Pembersihan sampah
SESEORANG
Sampah?
IBU
Mereka hanya mau menyembunyikan dosa mereka sendiri
SESEORANG
Saya tidak bisa tenang kalau selalu dibikin kaget begitu. Jantung saya lemah
IBU
Kalau begitu, marilah saya hibur
POLISI-POLISI DATANG LAGI DAN MEREKA BUYAR LAGI. DAN BEBERAPA SAAT LAMANYA PENTAS KOSONG. KARENA TERLALU LAMA NGGAK ADA PERMAINAN NABI-NABI JADI CURIGA.
NABI
Kenapa mereka nggak muncul?
NABI
Hilang lagi kayak dulu?
SEMAR (Muncul)
Kalau pentas kosong selalu membingungkan penonton, tuanku. Padahal maksud kami sekedar ingin memberi tahu bahwa para pengemis itu semuanya tertangkap tanpa terkecuali dan mereka disekap dalam rumah sosial
BEBERAPA ORANG MUNCUL DAN LANGSUNG TIDUR DI SUDUT
NABI
Kenapa mereka?
SEMAR
Beberapa minggu kemudian sebagian demi sebagian mereka lari
NABI
Apa sebabnya?
SEMAR
Seperti juga orang-orang kaya, para pengemis juga punya sifat loba dan tamak. Mereka ingin makan lebih banyak meskipun sisa dan bercampur kotoran
NABI
Begitu?
SEMAR
Begitulah adnya, tuanku. Maaf, tuanku adegan selanjynya seudah siap dan akan dimainkan
NABI
Adegan yang mana Semar?
SEMAR
Adegan Waska sakit
KEMUDIAN WASKA BERBARING DAN ORANG-ORANG MENGERUMUNINYA
SESEORANG
Jangan mati dulu bapak
WASKA MENYEMBUR ORANG ITU
WASKA
Kalau aku mati memangnya kenapa?
SESEORANG
Saya sedih, bapak
WASKA
Alaaaah, sudah. Jangan berpura-pura
SESEORANG
Tapi setidak-tidaknya sempatkan berpidato dulu, bapak.
SEMUA ORANG MENGIYAKAN
WASKA
Umang-umang anakku, soal mati itu urusan Tuhan yang maha kuasa. Karenanya tidak perlu lagi kita pusingkan, persoalan terpenting hanyalah soal stasiun tua ini. Aku ingin kita sudah pindah sebelum saya mati.
SESEORANG
Beres bapak
WASKA
Kembali soal mati, dapat saya katakana bahwa pada umumnya orang mengisi waktu dan usianya dengan segala macam kegiatan yang mengarah pada suatu angan-angan yang gila, yaitu…. Eh, begini sederhananya: hidup bagi sebagian besar orang adalah persiapan untuk menghadapi cara mati. Untuk saya pribadi….
SESEORANG DAN LAIN-LAIN
Nanti dulu bapak, nanti dulu
WASKA
Belum, belum. Saya bicara apa tadi?
SESEORANG
Untuk saya pribadi
WASKA
Untuk saya pribadi hidup adalah hidup, mati adalah mati
SESEORANG
Maksud bapak?
WASKA
Aku sendiri tidak begitu jelas
WASKA LALU BANGKIT DAN BERGERAK
SESEORANG
Kemana bapak?
WASKA
Mau ngopi
NYANYIAN ANGIN BERGELOMBANG, WASKA MUNCUL LAGI MERAUNG MARAH. NYANYIAN LAGI. WASKA MUNCUL LAGI, MARAH, NYANYI DAN TERUS NYANYI SAMPAI TERDENGAR SUAR TEMBAKAN YANG SANGAT MEMEKAKAN TELINGA YANG MENJADIKAN SEMUA ORANG TERDIAM DAN FIRASAT MASING-MASING MENGATAKAN BAHWA ITU PASTI KEMATIAN WASKA
DAN BENAR KEMUDIAN MUNCUL SEMAR DENGAN SAPU TANGAN SEDIHNYA.
NABI
Siapa yang mati, Semar?
SEMAR
Waska
SESEORANG
Polisi yang nembak? Karena ia melarikan diri? Atau salah seorang di antara kita yang dengki? (Baris ini menyebabkan Madekur merasa nggak enak) jelaskan kalau memang jelas, Semar!
NABI
Siapa yang menembaknya?
SEMAR
Mula-mula begini…..
SESEORANG
Tidak perlu bagaimana permulaannya, yang penting siapa yang menembak. Kalau ada persoalan, itu urusan mereka berdua. Kita hanya perlu tahu siapa yang menembaknya.
SEMUA ORANG MENDUKUNG ORANG TADI
SESEORANG
Bagaimana pun, kita banyak berhutang kepada Waska. Bukan saja ia telah memberikan jalan terang kepada kita ketika kita luntang-lantung meraba-raba hampir putus asa dalam kegelapan dan kesemrawutan jalan-jalan Jakarta.
SESEORANG
Ia juga menuntun kita setiap kali kita tersesat ke dalam sikap putus asa
SESEORANG
Ia juga memutuskan tali yang telah dipersiapkan buat menggantung leher kita sendiri
SESEORANG
Ia yang mengurungkan telunjuk kita menarik pelatuk pistol yang akan ditembakkan atas kepala kita
SESEORANG
Dan ia yang menyadarkan dan membangunkan harga diri kita
SESEORANG
Dan ia juga yang membelokkan kita dari jalan hina para pengemis
SESEORANG
Singkat kata, dialah ‘api nan tak kunjung padam’ bagi barisan para penganggur yang memenuhi kota-kota yang gemerlap namun gelap, yang gelap namun gemerlap
SESEORANG MENANGIS SANGAT MEMILUKAN SEKALI
SESEORANG
Tangis yang panjang yang paling panjang yang pilu yang paling pilu tak akan juga seimbang untuk menghormati jenazah yang mulia itu. Tuhan, Tuhan…
NYANYIAN
Angin berwarna ungu
Angin berwarna ungu
Menghembus perlahan batang-batang
Cemara yang kelabu
Dan sepi menunggunya
Dan sepi menunggunya
Waska
Lelaplah dalam senyap
Lelap lelap senyap senyap
Angin berwarna ungu
NABI
Sebentar, Semar. Saya kira orang-orangmu sudah keterlaluan menanggapi tokoh Waska
SEMAR
Saya kira juga, tuanku. Malah lebih dari itu, mereka sudah menyimpang dari teks
SESEORANG
Sebentar, sebentar, jangan ngobrol yang tidak-tidak dulu. Pertanyaan kami belum dijawab. Siapa yang menembak Waska?
SEMAR
Waska ditembak tepat pada pelipisnya dengan lubang peluru yang mengagumkan lurusnya dan penembaknya adalah Waska sendiri.
SEMUA ORANG MENGATAKAN BAHWA PERBUATAN ITU TIDAK MUNGKIN DILAKUKAN OLEH WASKA
SEMAR
Coba, tenang sebentar. Jangan bicara sendiri-sendiri. Kalau terus kalian bicara begini, penonton yang sebenarnya dan nanti mereka menduga-duga secara berlebihan seperti bisaanya
SESEORANG
Saya tahu motif serta alas an mengapa Waska bunuh diri
SEMAR
Kamu tidak tahu. Yang tahu Cuma Arifin, saya dan Tuhan. Sebab itu dengarkan. Waska bunuh diri karena malu
SESEORANG
Lantaran hutang?
SEMAR
Selebihnya bukan urusan kamu dan siapapun. Itu semata-mata urusan Waska sendiri, pribadi
SEMUA ORANG SEKETIKA MUNDUR KETIKA MUNCUL TARKENI YANG EMRAYAP-RAYAP SECARA MENGERIKAN SEKALI. SELURUH TUBUHNYA PENUH DENGAN BOROK KECIL-KECIL YANG SEMUANYA BERNANAH. SETIAP BOROK KECIL ITU DIBUMBUI OLEH BEBERAPA EKOR LALAT, SEMENTARA DARAH KERING DI PINGGIR-PINGGIRNYA DAN NANAH KENTAL MELELEH. TARKENI DENGAN SUSAH PAYAH MENDEKATI MADEKUR YANG MASIH TIDUR SANGAT NYENYAK.
NABI
Sejuta borok kecil mengerumuni keindahanmu. Berjuta lalat singgah mengerumuni borok-borokmu. Dan darah dan nanah meleleh-leleh
SESEORANG
Bagaimana pun perasaan kita, hidung kita tetap tidak tahan akan baunya
SESEORANG
Seharusnya kamu berobat
TARKENI
Jelas
SESEORANG
Kenapa tidak?
TARKENI
Nggak punya duit
SESEORANG
Cari dong
TARKENI
Tidak usah nyocot. Tanpa kamu bilang aku sudah berusaha, hanya saja aku belum dapat
SESEORANG
Saya kira lebih baik dia pergi ke rumah sosial
TARKENI MELUDAH
SESEORANG
Atau dia bisa datang ke rumah pastur atau dokter atau sosiawan atau….
TARKENI
Aku tidak akan pernah datang ke rumah-rumah mereka. Penyakit dan kelaparan yang sekarang kutanggung adalah penyakitku dan kelaparanku, bukan penyakit mereka kelaparan mereka
SESEORANG
Tempo hari pernah ada seorang pelacur yang menderita seperti dia datang ke rumah seorang dokter-pastur dan beberapa bulan kemudian dia sudah kembali cantik seperti keluar dari kap salon dan kemudian ia aktif lagi sebagai pelacur
SESEORANG
Kemarin pernah orang cerita….
DAN KEMUDIAN SETIAP ORANG BERCERITA MENGENAI PENGALAMANNYA YANG HAMPIR SERUPA ITU, MENDENGAR ITU SEMUA, TARKENI JADI JENGKEL DAN IA PUN SEGERA MELEMPARI ORANG-ORANG ITU DENGAN APA SAJA YANG DIDAPAT DAN ORANG-ORANG ITU PUN MNEYINGKIR SEMUA.
SETELAH ITU, TARKENI MEMBANGUNKAN MADEKUR DENGAN MESRA SEKALI, SEPERTI IA MEMBANGUNKAN MADEKUR DI KAMAR YANG INDAH DI SEBUAH RUMAH KAMPUNG DI DESANYA.
TARKENI
Mad, Mad….
MADEKUR (Sambil bangun menggeliat enak sekali)
Ah, matahariku
TARKENI
Menyenangkan mimpimu?
MADEKUR
Luar bisaa, tapi mencapekkan pinggang
TARKENI
Aku juga mimpi yang sama
MADEKUR
Sebentar lagi luka-lukamu kering, sayang. Jangan kecil hati
TARKENI
Aku tidak pernah kecil hati seperti kau tahu
MADEKUR
Memang, dan itulah yang membuatku tergila-gila padamu
TARKENI
Bagaimana pun, samara-samar aku masih bisa membayangkan ketika pada suatu sore kau mengintip aku mandi
MADEKUR
Waktu itu aku masih bocah dan aku malu karena tertangkap basah
TARKENI
Mad….
MADEKUR
Tar….
KEDUANYA SALING MENATAP SAMA TERSENYUM, TAMPAK BETAPA KEDUANYA SALING MENCINTA
MADEKUR
Waktu tidak berhasil merusak keheningan matamu, sayang. Matamu tetap bulat bening seperti ketika untuk pertama kalinya aku memperhatikanmu
TARKENI
Ketika aku belajar mengaji di rumah Nyi Rohmah?
MADEKUR
Ya, kau pakai kerudung….
TARKENI
Oh, tiba-tiba aku ingin berkerudung sekarang
MADEKUR
Sapu tangan ini bisa kau gunakan sebagai kerudung
LALU TARKENI MEMAKAI KERUDUNG
MADEKUR
Siapa bilang kau busuk?
TARKENI
Jangan hiraukan omongan orang
MADEKUR
Kau tetap cantik mengagumkan
TARKENI
Aku selalu gemetar setiap mendengar suaramu
MADEKUR
Kita berbahagia, bukan
TARKENI
Sangat, sangat
MADEKUR
Ya, karena ternyata kita berhasil dan selalu berhasil mengatasi penderitaan demi penderitaan
TARKENI
Mad, aku merasa sebentar lagi aku akan mati
MADEKUR
Aku juga merasa begitu
TARKENI
Kalau begitu, setubuhi aku. Aku ingin….
MADEKUR
Aku mengerti, aku mengerti.
ANGIN PUN BERDESIR
TARKENI
Mad….
MADEKUR
Tar….
NYANYIAN
Bunga-bunga plastik warna-warni
Tidak bergoyang, tidak bergoyang
Sementara angin menghembusnya
Hanya debu-debu yang menari-nari
Nanah yang meleleh
Dosa yang meleleh
Langit pun terbuka
Memberkas cahaya
Cahaya perak kemerlap
Bumi pucat senyap
Dedaun perak kemerlpa
Melayang meratap
Nanah yang meleleh
Dosa yang meleleh
Menyerbu angkasa
Menggedor cahaya
Madekur mandi cahaya
Semua jadi bunga
Tarkeni mandi cahaya
Semua jadi doa
IBM
Para penonton yang berbahagia – semoga. Amien.
Bertahun-tahun lamanya Ibu Madekur mengembara sebagai pengemis di jalan-jalan Jakarta, mencari dan mencari Madekur dan Tarkeni. Tidak seorang pun tahu. Tidak seorang pun yang tahu. Dan pada suatu dini hari di bawah jembatan Semanggi perempuan tua itu, yang sedang kedinginan dalam tidur sepinya dibangunkan oleh seorang anak lelaki dan seorang anak perempuan – sepasang kuda putih. Kedua anak kecil itu membisikan di telinganya bahwa Madekur dan Tarkeni telah wafat. Mendnegar itu, Ibu Madekur bangkit dan kedua anak itu kemudian gaib menjelma dua titik embun.
Begitulah perempuan tua itu kembali mengembara dan mengembara dan kali ini bermaksud menziarahi kuburan anak-anaknya; Madekur dan Tarkeni. Tapi tidak seorang pun tahu. Tidak seorang pun yang tahu. Dan pada suatu senja di sebuah tong sampah perempuan tua itu mengais-ngais, tapi tong itu kosong. Tong itu kosong. Tapi ibu it terus mengais dan mengais, lantaran percaya di bawah tong itulah pasti Madekur dan Tarkeni terkubur. Dan benar, perempuan itu menemukan Madekur dan Tarkeni yang sedang nyenyak tidur berpelukan. Dipandanginya anak-anak itu, diciuminya anak-anak itu, direstuinya anak-anak itu. Dan seketika Madekur dan Tarkeni gaib menjelma dua lembar daun kering yang siap menjadi debu.
Para penonton yang bahagia – semoga, Amin.
Kemudian ibu itu berbisik pada daun-daun kering itu
“Bagaimana pun kalian adalah putra-putra ku yang terbesar bagiku….”
TAMAT
Karya Arifin C. Noer
PENGANTAR
Ketika menulis naskah Madekur dan Tarkeni, Arifin pernah bilang bahwa nakahnya ini adalah bagian dari sebuah trilogy, yaitu Orkes Madun yang terdiri dari Madekur dan Tarkeni, Umang-umang dan Ozone. Selesai dengan Umang-umang, Arifin menulis lagi dengan judul Sandek; Pemuda Pekerja, yang semula dikiran teman-teman Teater Ketjil adalah naskah yang berdiri sendiri. Tetapi, menjelang latihan Sandek, Pemuda Pekerja yang bersamaan dengan penulisan naskahnya (Kebisaaan Arifin, latihan sambil menulis naskahnya) dia tulis pada sampul naskah judulnya sebagai Sandek, Pemuda Pekerja atawa Orkes Madun IIa, dan tidak pernah diubah. Selanjutnya dia menulis Ozone atawa Orkes MAdun IV. Lalu ia nyatakan bahwa tergerak membuat komik Magma yang juga dimuat dalam kumpulan naskah ini. Tetapi, Arifin tak sempat sama sekali menulis Magma. Lalu orkes Madun III, ya, Sandek, Pemuda Pekerja itulah yang ketika rencananya trilogy, dia adalah IIb, tetapi ketika rencana berubah pentalogi, dia pun menjadi III. Namun tidak sempat Arifin mengubahnya, Arifin meninggal dunia pada tanggal 28 Mei 1995 karena Kanker dan Sirosis hati.
SATU
MEREKA SEMUA MENYANYIKAN LAGU KEBANGSAAN. SAYA TIDAK TAHU APAKAH MEREKA KHUSYUK TIDAK DALAM MENYANYIKANNYA.
DUA
BADUT PERTAMA
Tuhan, kedua belah tangan yang kotor ini adalah tangan bumi, dan tangan ini memohon ampun atas segala perbuatan yang tidak pernah jelas mengandung dosa atau kebajikan; kalimat-kalimatmu terlalu tinggi mutu sastranya, sehingga tidak terlalu jelas isi maksudnya. Karena itulah, kalau tangan ini merentang semata-mata lantaran kalimatMu. Dan apabila kelak ternyata tiada dosa atas perbuatan kami padahal kami telah terlanjur memohon ampun, maka limpahkanlah kami apa saja yang bernama berkah, entah pangan ujudnya maupun angan-angan. Sebentar, Tuhan.
Para penonton yang bahagia maupun yang tidak, terlebih dahulu sebelum ada kesalahpahaman perlu saya jelaskan bahwa ini sandiwara sungguh-sungguh sandiwara, dan ini sandiwara menyangkut masalah pencopet dan pelacur dan segala tetek bengek persoalan-persoalan lain yang terseret tidak disengaja dan tidak dinyana. Dan sebagai lumrahnya ini sandiwara sekedar permainan, namun sedikit banyak mengandung kesungguhan dan kesungguh-sungguhan, bak kehidupan itu sendiri laiknya.
Dipandang dari segala sudut sandiwara, ini dijamin baik mutunya dan pasti disenangi oleh segala lapisan masyarakat, tua maupun muda, baik pencopet maupun pelacur, baik dokter hewan maupun dokter lainnya, baik komunis maupun muslim. Dan kenapa ini sandiwara pasti akan disenangi, sebab ini sandiwara dan sandiwara merupakan hiburan buat hati yang lara. Sebentar penonton. Siapa berhati lara?
BADUT KEDUA
Saya
BADUT KETIGA
Saya!
BADUT KEEMPAT
Saya!!
BADUT KELIMA
Saya!!!
KEMUDIAN BEBERAPA ORANG LAIN, DIANTARANYA SEORANG LELAKI BUNTING, KEDUA TANGANNYA MAKSUD SAYA, JUGA ADA SEORANG PEREMPUAN BUTA, JUGA ADA… PENDEKNYA ADA BEBERAPA ORANG YANG CACAT BADAN MAUPUN JIWA. MEREKA SEMUANYA SALING ATAS MENGATAS DALAM MENGATAKAN SAYA. SEHINGGA PENTAS JADI SANGAT RIUH, KACAU DAN BISING. SEMENTARA ITU BADUT PERTAMA YANG KEMUDIAN NANTI AKAN JELAS BAHWA IA BERNAMA SEMAR DAN USIANYA DUA RIBU EMPAT RATUS TAHUN. SETENGAH MATI BERUSAHA MEREDAKAN KEKACAUAN ITU. MULA-MULA IA BERSIKAP SEPERTI SEORANG KHOTIB YANG MENCOBA MENENANGKAN HADIRINNYA, TAPI GAGAL. KEMUDIAN IA KELIHATAN AGAK PUTUS ASA. IA MEMERAS KERINGAT DAN MONDAR-MANDIR DIANTARA KEKACAUAN INI, TIBA-TIBA IA MENEMUKAN AKAL DAN TEPAT PADA SAAT ITU SESEORANG MEMBERIKAN KEPADANYA SEHELAI KARTON BEKAS. SAMBIL MEMBAWA KARTON ITU IA KEMBALI KE ATAS MIMBARNYA, DENGAN KEYAKINAN YANG PASTI, DAN SAMBIL MEMPERHATIKAN ORANG-ORANG DISEKITARNYA YANG SEMAKIN KACAU IA MENGGULUNG KARTON TADI YANG AKAN IA GUNAKAN SEBAGAI MEGAPON
BADUT PERTAMA (dengan megapon)
Polisi! Polisi! Polisi!
(SEKETIKA PENTAS JADI SENYAP, SEMUA ORANG TUTUP MULUT. DAN SEKETIKA PENTAS KEMBALI SEPERTI SEBUAH UPACARA KEAGAMAAN, SEPERTI SEBELUMNYA. DAN DENGAN AMAN DAN GAYA KETUA-TUAAN, BADUT PERTAMA MEMPERINGATKAN SEMUA ORANG DENGAN ISYARAT JARI PADA MULUTNYA. SEMENTARA SESEKALI MATANYA MELIHAT KE ATAS. DAN SEMUA ORANG MELIHAT KE ATAS DAN MENGERTI DAN SALING MEMPERINGATKAN DENGAN CARA YANG SAMA. SEMUANYA KEMUDIAN MENGANGGUK-ANGGUK MENGERTI).
BADUT PERTAMA
Resapkan resep-resep Tuhan, niscaya kesembuhan selalu kita dapatkan. Dan tenang, tertib. Dalam mengajukan permohonan, pengaduan dan lain-lain sebagainya tidak perlu berebutan seperti rakyat Indonesia pada seperempat abad usia kemerdekaannya. Tertib, tenang, aman. Nah, sekarang silakan mengacungkan tangan siap-siapa saja berhati lara.
SERENTAK SEMUANYA MENGACUNGKAN TANGAN, KECUALI YANG BUNTUNG TADI TENTU DAN SEORANG PEREMPUAN YANG TULI DAN BISU (BARU KEMUDIAN TIRU-TIRU). SI BUNTUNG TAMPAK BETAPA IA MENDERITA LANTARAN TIDAK MAMPU MENYATAKAN IHWAL DERITANYA. KELIHATAN IA MAU PROTES, TAPI KETIKA INGAT AKAN ‘LANGIT ITU’ IA KEMUDIAN HANYA LANGAK-LONGOK GERAK SETENGAH MENANGIS , SEMENTARA SI BISU SESEKALI MEMPERHATIKAN TERSENYUM (SEBELUMNYA IA JUGA MENDERITA KETIKA ORANG-ORANG MENERIAKKAN SUARANYA) AKHIRNYA SI BUNTUNG NGGAK TAHAN DAN BICARALAH HATI-HATI KEPADA ORANG DI DEKATNYA
SI BUNTUNG
Saya lara
ORANG YANG DI DEKATNYA CUMA MENGISYARATKAN AGAR MENGACUNGKAN TANGAN. DAN SI BUNTUNG MENGGELENGKAN KEPALA. LALU ORANG ITU TIDAK MAU AMBIL PEDULI DAN KEMBALI MEMBANGGAKAN ACUNGAN TANGANNYA
SI BUNTUNG (berteriak)
Saya lara! Saya lara!
(SEMUA ORANG MENGHUS DAN IA SETENGAH MENANGIS BERTERIAK TANPA SUARA ‘SAYA LARA’)
BADUT PERTAMA
Acungkan tangan saja, gampang dan tertib.
SI BUNTUNG (Hati-hati dan lembut sekali. Tertahan)
Saya tidak bisa.
BADUT PERTAMA
Ya, bodohnya.
SI BUNTUNG
Saya bunting
BADUT PERTAMA
Yang kanan?
SI BUNTUNG
Dua-duanya
BADUT PERTAMA
Apa sebab demikian lengkap? Kecelakaan?
SI BUNTUNG
Kecelakaan alam
SEMUA ORANG MEMBELALAKAN MATANYA KARENA HERAN KEPADA LELAKI ITU
SI BUNTUNG
Ketika lahir saya sudah begini. Pernah dan keinginan untuk menanyakan hal brengsek ini kepada orang tua saya, tapi keinginan itu hanya tinggal keinginan sebab sampai sekarang saya tidak tahu siapa orang tua saya. Tapi seseorang kemudian saya temui yang ternyata Ibu saya. Ibu saya bilang “nggak tahu ya, tahu-tahu begitu”
BADUT PERTAMA
Bagaimana dengan kaki?
SI BUNTUNG
Alhamdulillah, lengkap.
BADUT PERTAMA (Memberi isyarat dengan mengangkat megapon dan seketika semua diam, lalu ia bicara bisa)
Tetap tenang dan tertib. Sekarang acungkan tangan setinggi-tingginya bagi kalian yang berhati paling lara – biar Tuhan tahu.
SERENTAK MEREKA MENGACUNGKAN TANGAN SETINGGI-TINGGINYA, DAN SEPERTI BISAA KEMUDIAN MEREKA SALNG ATAS MENGATASI. SEMENTARA ITU SI BUNTUNG TADI MENANGIS SEPI SENDIRIAN. ADA SEKALI IA MENCOBA DENGAN MELONJAK-LONJAKKAN BADANNYA, MELOMPAT-LOMPAT TAPI KEMUDIAN PUTUS ASA DAN SEMENTARA DENGAN SIKAP LUMAYAN SESEORANG YANG BERTUBUH PENDEK KUNTET MEMPERHATIKANNYA
BADUT PERTAMA
Jangan berlebihan, Tuhan tidak akan senang. (Dan semua orang pun mewajar-wajarkan dirinya) Sekarang turunkan tangan serendah-rendahnya, siapa yang berhati terlara!? (serentak semuanya menurunkan tangan dan sebisa-bisanya menyembunyikannya) Nah, sekarang kau bisa, Buntung. Ternyata kau yang terlara.
SEKETIKA SI BUNTUNG MENYADARI HAL ITU DAN LALU MELONJAK-LONJAK KEGIRANGAN KAYAK ANAK KECIL SEMENTARA YANG LAINNYA MENCIBIR
SESEORANG
Demonstratif!
SESEORANG
Sok!
SESEORANG
Kolokan!
SESEORANG
Emangnya elu raja sengsara? Gua jadi penasaran!
DAN SEGERA PENTAS PUN KEMBALI BISING
BADUT PERTAMA
Tenang, tenaaaaaaang! Ingat ada apa di atas!! (Serentak bunyi kembali mengunci mulut mereka, hening pun terjelma) Sekarang, suarakan apa saja yang menurut hati kalian masing-masing bermakna keluh dan pengaduan, atau kalau tidak, bagi yang tidak bisa melakukannya lebih baik segera membeli karcis dan duduk sebagai penonton.
KEMUDIAN SEMUANYA MEMPERDENGARKAN SUARANYA YANG MENURUT MASING-MASING ADALAH BAHASA KELUH DAN PENGADUAN. KALI INI SUDAH TENTU MERUPAKAN PUKULAN BUAT SI BISU. SETENGAH MENANGIS, IA BERLARI-LARI DI ANTARA GEROMBOLAN JEMAAH ITU, KEMUDIAN BERHENTI MEMPERHATIKAN SEKITAR SAMBIL MEMUKUL-MUKUL MULUTNYA SENDIRI. TIBA-TIBA IA SADAR BAHWA (SETELAH MEMPERHATIKAN DENGAN CERMAT ORANG DI DEKATNYA) YANG DIPERLUKAN HANYA SUARA, MAKA IA PUN MELONJAK-LONJAK KETAWA. TENTU SAJA YANG LAIN-LAIN, SAMBIL TERUS BERSUARA, JADI MERASA HERAN ATAS TINGKAHNYA. DAN MENYADARI AKAN SOROTAN PERHATIAN INI LALU SI BISU MENGAUM KAYAKNYA ANGJING SAKIT KELAPARAN. DAN SEBAGAI KLIMAKS DI ANTARA MEREKA YANG MENGHENTAK-HENTAKKAN KAKINYA ATAU MEMBUAT GADUH YANG LAIN
BADUT PERTAMA
Kau saksikan sendiri, Tuhan saya tidak mempengaruhi sedikit pun mereka dalam demonstrasi dan pengaduan ini. Mereka berkumpul di sini karena di sini bisaa mereka berkumpul, maklum ini pasar. Mereka mengacungkan tangan mereka karena mereka ingin mengacungkannya. Dan sesuai dengan anjuranMu dalam semua buku-buku karanganMu, saya bersama-sama mereka setiap kali datang menghadap kepadaMu mengadu sambil mengadu untung kalau-kalau kejatuhan reze…rezekiMu. Kau sendiri yang memanggil kami, dan kami memenuhi panggilanMu.
Kalau sekarang mereka telah menurunkan tangan mereka, itu pun saya yakin, lantaran kemauan mereka sendiri. Selama ini saya hanya sekedar bertanya. Coba (kepada seseorang) kenapa kamu menurunkan tangan?
BADUT KEDUA
Karena saya capek.
BADUT PERTAMA
Kau dengar sendiri, Tuhan. Apa katanya. Capek. Coba lagi (kepada semua) siapa yang merasa capek, acungkan tangan!
SERENTAK SEMUA MENGACUNGKAN TANGAN, KECUALI SI BUNTUNG TENTU
Lihat, semuanya kecapekan. Capek dalam arti yang luas sekali. Kau tentunya lebih tahu sebagai generasi. Dan kalau mereka terlalu capek bukan tidak mungkin mereka lalu melakukan hal yang bukan-bukan., maklum orang capek. Kau tentu lebih tahu sebagai spesialis. Dan kalau demikian halnya, maksud saya kalau sampai terjadi semacam huru-hara, baik taraf perorangan maupun taraf gerombolan, jelasnya taraf taraf masyarakat, siapakah yang salah?
SEMUA
kami? Enak saja. Orang sudah capek dimarahin.
BADUT PERTAMA
Atau kau? Jelas saya tidak akan seceroboh itu dan sebodoh itu menyalahkan kau. Seperti sejarah pun tidak pernah membela kami. Saya sendiri yakin dan menginsyafi ini bukan lagi persoalan salah menyalahkan antara kita, sebab kalau demikian kita tidak akan pernah punya waktu untuk menyelesaikan pekerjaan yang lain. Sudah pasti dan sudah jelas Kau tidak salah – setidak-tidaknya tidak mau disalahkan – dan mereka, maksud saya Kami pun tidak mau disalahkan; kalau pun sesekali ada di antara kami yang mau bilang bersalah, saya percaya tak lebih banyak basa-basi semata.
SEMUA (Menggumam)
Hhhh, capek…..
BADUT PERTAMA
Kedudukan ini adalah kedudukan yang paling sulit tapi paling tepat dan adil dan paling masuk akal (rasional), sekali pun kedudukan ini tetapi tidak pernah menguntungkan antara kita sebab kita sama-sama saling tidak pernah, sama-sama bernafsu untuk menetapkan siapa diantara kita yang benar dan yang salah, atau…. Kau tidak ada.
SEMUA(Marah)
Capek!
BADUT PERTAMA
Istirahat dong, kan gampang! Turunkan tangan, lemaskan otot-otot sambil….
TIGA
ORKES MADUN PERTAMA (Muncul; Menyanyi)
Sambil menyanyi
Lagunya enak
Lagunya enak
Merdu sekali
Oplet tua menabrak cacing
Cacing ditelan pencopet bencong
Jikalau rembulan sedang bunting
Ayolah kita menonton lenong
NABI PERTAMA (Anggota Orkes I menyanyi)
Buah rambutan tidak beruban
Dimakan Zainal tinggal bijinya
Gusti Pangeran tidak beruban
Tapi nggak ada potret bayinya
NABI KEDUA (menyanyi)
Dimakan Zainal tinggal bijinya
Tapi bijinya bisa ditanam
Justru gak ada potret bayinya
Tanda ilmunya sangatlah dalam
NABI KETIGA
Bijinya bisa dibikin jimat
Ditaburi kembang setiap Jum’at
Gusti Pangeran sangat keramat
Menabur rahmat setiap saat
NABI KEEMPAT
Biji rambutan makanan rakyat
Rasanya pahit tapi ya pahit
Gusti Pangeran punya maklumat
Siapa mencubit bakal kejepit
SEMUA
Pit
Pit
Pit
Aduh aduh aduh
Kit
Kit
Kit
Dihimpit sakit
Diintip sakit
Sedikit sakit
Sakit sedikit
Sedikit
Sakit
ORKES I
Telor dadar makanan Zainal
Diceplok Cina pagi sekali
Sikap sabar mengobat kesal
Biar digaplok pagi sekali
SEMUA
Bar bar bar bar barbar
Bar bar bar bar barbar
ORKES I
Hulahula tarian nikmat
Membuka gemas lenggak-lenggoknya
Ini sandiwara suguhan rakyat
Walaupun pedas, tinggi gizinya
SEMUA
Bar bar bar barbar
Bar bar bar barbar
(Makin panas)
Bar bar bar barbar
Bar bar bar barbar
Barbar
Barbar
ORKES I
Sabar
Sabar
BEGITU MUSIK SELESAI BEGITU BADUT PERTAMA MENYALAM NABI PERTAMA DENGAN CARA YANG MERUNDUK SEKALI
BADUT PERTAMA
Tuanku, kembali kita bertemu
NABI PERTAMA
Semarku, kau bertambah lucu
BADUT PERTAMA
Tuanku berlebihan, tapi juga terimalah pujianku; orkes tuanku semakin nyaring dan merdu
NABI PERTAMA
Semarku, kau berlebihan, tapi juga dengarlah komentarku. Dagelanmu semakin runcing tanpa tedeng aling-aling
BADUT PERTAMA
Dagelan-dagelan lama dalam gaya baru, tuanku. Tanpa kostum, tanpa rias dan tanpa tetek bengek lainnya.
NABI PERTAMA
Ide bagus
BADUT PERTAMA
Bukan ide pangkal musababnya, tuanku. Tapi
NABI PERTAMA
Kau begitu lain, Semar. Ketika kita pertama kali berjumpa.
BADUT PERTAMA
Dua ribu tahun yang lalu?
NABI PERTAMA
Kau pelupa. Bukan,
BADUT PERTAMA
Yayayayaa. Suling itu.
NABI PERTAMA
Kau membuatnya untuk pertama kali dank au meniupnya dengan syahdu sekali.
BADUT PERTAMA MENGENANGKAN SAAT-SAAT LAMPAU ITU SEOLAH-OLAH TAMPAK BAGAIMANA WAKTU MENGALIRI AIR MUKANYA
NABI PERTAMA
Mana dia? Tiuplah sebuah lagu untuk kenangan kita
BADUT PERTAMA
Menyesal sekali tuanku. Saya sudah lupa sama sekali. Semua lagu saya sudah lupa dan malah saya pun sudah lupa bagaimana membuat suling itu
NABI PERTAMA
Tidak masuk akal., bagaimana bisa terjadi?
BADUT PERTAMA
Panjang lakonnya, tuanku. Lain kali saya akan ceritakan pada tuanku seorang diri. Saya kira para penonton sudah mulai terampas waktunya oleh percakapan nostalgia kita. Selain itu saya lupa memperkenalkan tuanku dan tuan-tuan yang lain.
NABI PERTAMA
Tapi sambil lalu, masih kamu jadi tukang penjaja mainan?
BADUT PERTAMA
Masih, tuanku. Dan akan tetap begitu. Maafkan tuanku (kepada semua) perlu kalian ketahui bahwa rombongan orkes ini terdiri dari para nabi. Harap memberi tabe
ORANG-ORANG AKAN BERSUJUD
NABI PERTAMA
Cukup, kami memahami dan merasakan hormat kalian.
BADUT PERTAMA
Demi keamanan, terpaksa kami tidak dapat menyebut nama beliau (Pada nabi pertama) maafkan, tuanku. Terpaksa kami ambil tindakan begini karena sekelompok besar orang-orang di sini tidak mengizinkan nabi mereka disandiwarakan secara blak-blakan;semata-mata lantaran takzim mereka jua (Pada hadirin dan semua pemain) Sekalipun demikian, tak ada jeleknya dan salahnya kalau di sii dalam kesempatan ini saya boleh memperkenalkan beliau-beliau tidak atas nama, melainkan atas nomor-nomor, meski saya sadar, lama-lama akan ketahuan jua perbedaan satu dan lainnya. Yang mulai Nabi Pertama
NABI PERTAMA (Menunjukan dirinya, para hadirin bertepuk)
BADUT PERTAMA
Yang mulia Nabi Kedua
NABI KEDUA (Melakukan hal serupa dan hadirin bertepuk)
BADUT PERTAMA
Yang mulia Nabi Ketiga
NABI KETIGA (melakukan hal serupa dan hadirin bertepuk)
BADUT PERTAMA
Yang mulia Nabi Keempat
NABI KEEMPAT (Melakukan hal serupa dan hadirin bertepuk)
BADUT PERTAMA
Adalah kesempatan yang mulia sekali bahwa malam ini kita ketamuan tamu-tamu yang mulia. Dan lebih dari itu tentu kita akan sempat pula menikmati lagu-lagu terbaru dan album-album baru beliau-beliau.
(Semua orang bertepuk)
NABI PERTAMA
Maafkan, maafkan kami karena kami tidak mempunyai album baru, tapi kami berjanji akan bernyanyi dan menghibur kalian. Dan sebaliknya kamipun akan dengan senang menyaksikan pertunjukan kalian.
(semua bersorak dan bersuit)
Tapi terlebih dahulu sudah tentu alangkah baiknya kalau saya pun boleh memperkenalkan kalian kepada para penonton.
(segera keempat badut menyusup bersembunyi diantara para pemain)
Saya akan memperkenalkan dari belakang, maksud saya dari angka belakang. Badut keempat alias Bagong
(Bagong tampil manja dan malu-malu seperti bisaanya, dan semua bertepuk)
Petruk alias badut ketiga
(Petruk yang jangkung itu tampil dengan penuh ahrga diri dan para hadirin bertepuk. lalu belum nabi pertama menyebut namanya lebih dulu gareng tampil)
Dan ini badut kedua alias Gareng
(para hadirin bertepuk)
Dan kini tampil Semar alias badut pertama. Selain sebagai pemain juga memimpin dan menyutradarai pertunjukan-pertunjukan rombongannya
(Semar dengan gayanya, tampil memperkenalkan diri, para hadirin bertepuk)
Malam ini lakon apa mar?
BADUT PERTAMA
Orkes Madun karangan Arifin C Noer
ORKES II MUNCUL TERDIRI DARI SENIMAN-SENIMAN
Dan kini perkenankan saya memperkenalkan rombongan orkes kedua yang terdiri dari seniman-seniman. Tapi lantaran di sini terlalu banyak nama seniman, maka demi menyelamatkan kemungkinan satu sama lain, maka untuk mereka tidak perlu kami sebut satu persatu namanya, cukup dengan angka seperti nabi-nabi.
ORKES II MEMPERKENALKAN DIRI DAN PARA HADIRIN BERTEPUK TANGAN
BADUT DAN NABI PERTAMA
Inilah orkes Madun atawa Madekur dan Tarkeni
EMPAT
KEDUA ORANG ITU BERMAIN SEMENTARA PARA BADUT MENARI-NARI. DI ANTARA MEREKA KEMUDIAN MUNCUL DADU, BOCAH MENANGIS MENCARI SESEORANG SETIAP KALI IA BERHENTI PADA SESEORANG DAN MEMPERHATIKAN ORANG ITU, TAPI SETIAP KALI PULA IA MENGGELENGKAN KEPALANYA DAN KEMBALI MENANGIS. KEMUDIAN DADU BOCAH LENYAP ENTAH KEMANA. BEGITU IA LENYAP KEMUDIAN ENTAH DARIMANA MUNCUL KARTI, BOCAH YANG JUGA MENCARI SESEORANG DAN MELAKUKAN HAL YANG SEPERTI DADU LAKUKAN , DAN KEMUDIAN IA PUN HILANG ENTAH KEMANA.
Satu
Ada seorang pemuda /Madekur namanya
Asal dari desa / tinggal dan cari nafkah / di Jakarta
Sebagai normalnya orang Jakarta / bagus dandanannya
Cacat muka tidak / tampan tidak / sedeng namanya
Ada seorang pemudi / Tarkeni namanya
Asal dari desa / tinggal dan cari nafkah / di Jakarta
Sebagai normalnya orang Jakarta / bagus dandanannya
Cacat muka tidak / cantik tidak / sedeng namanya
Madekur dan tarkeni / bertemu di atas ranjang
Ketika sama bergoyang / mereka sama melayang
Kala menyusup dalam tamasya syahwat di khayangan
Terbitik oleh Madekur / suatu pikiran
Apa itu?
Nanti dulu
Tidak semua orang Jakarta / punya pekerjaan
Tapi Madekur / lelaki cekat / dan punya martabat
Ia punya pekerjaan tetap / yang sangat berat
Memang madekur / lelaki rajin / dan keras kemauan
Tidak semua orang Jakarta / punya pekerjaan
Tapi Madeku r/ perempuan cekat / dan punya martabat
Ia punya pekerjaan tetap / yang sangat berat
Memang madekur / perempuan rajin / dan keras kemauan
Dua-dua sama rajin / sama cekat
Dua-dua berpeluk di ranjang sangat erat
Bulan kolokan di celah genteng
Lakon bermula di bawah genteng
Dua
KEMUDIAN FORMASI MEMBUYAR DAN DALAM BEBERAPA DETIK TERCIPTALAH SUASANA PLANET SENEN, SUATU KOMPLEKS PELACURAN DI JAKARTA PADA MALAM HARI. SEBAGIAN DI ANTARA MEREA BERMAIN ORKES, BERJOGET, SEBAGIAN BERCUMBU DAN BERANEKA PERBUATAN YANG UMUM TERJADI DI SUATU TEMPAT SEMACAM ITU.
DI ATAS PENTAS ADA TIGA BALE-BALE ATAU RANJANG YANG KWALITET RENDAHAN TERPISAH LETAKNYA SATU SAMA LAIN. DI ATAS KETIGANYA ADA TIGA PASANG LELAKI DAN PEREMPUAN . KALAU SAJA LAMPU CUKUP TERANG DAN LALU LALANG PEMAIN-PEMAIN LAIN TIDAK MENGHALANGI AKAN TAMPAK DENGAN JELAS BAHWA MEREKA SEDANG BERSETUBUH. TAPI JUGA ADAT KITA MELARANG MEMPERTONTONKAN PERISTIWA ITU SECRA BLAK-BLAKAN DI ATAS PENTAS, MAKA SAYA SARANKAN BILA DIANGGAP PERLU SEORANG PEMAIN LAIN BERLAKU SUATU PERBUATAN ATAU PENJELASAN BUAT PENONTON BAHWA “DEMI KESOPANAN DAN ADAT YANG SELALU BERSIH, MAKA ADEGAN-ADEGAN KOTOR TERPAKSA DI BIKIN BERSIH”
KEMUDIAN SEDIKIT DEMI SEDIKIT SUNYI MUNCUL, ARTINYA MENUJU ADEGAN TANPA SUARA, LALU PADA SAAT-SAAT SAMA SEKALI HENING PARA PEMAIN MENYINGKIR, KECUALI MADEKUR DAN TARKENI DI ATAS RANJANG YANG TAMPAK SEDANG MELEPAS LELAH. BEBERAPA KALI TERDENGAR SUARA DARI NAFAS MEREKA. SEORANG PEREMPUAN TUA, DARSIH NAMANYA (NGGAK BEGITU TUA!) MUNCUL.
DARSIH
Buruan, dong! (Sambil Exit) kalau mau nginap bilang kek!
LALU KEDUANYA SAMA BANGKIT. MENGHEMPAS NAPAS LAGI, KEDUANYA SALING MEMANDANGI. KEDUANYA SALING TERSENYUM. DAN PADA SAAT ITU MUNCUL SEORANG GADIS KECIL SEPERTI UMUMNYA DI DESA. DIA MEMBAWA KERUPUK
GADIS
Mad! Mad!
LALU MUNCUL SEORANG JEJAKA KECIL, SEGERA SI GADIS MEMBELAH KERUPUK JADI DUA DAN DENGAN MALU-MALU YANG SEBELAH DIBERIKAN KEPADA SI JEJAKA. LALU SAMBIL TERTAWA KECIL, MALU-MALU SI GADIS LARI EXIT. DENGAN SENANG SI JEJAKA MENCUBIT KERUPUK ITU, LALU MEMELUKNYA. KETIKA TERDENGAR SUARA ANAK YANG LAIN MEMINTA KERUPUK ITU SEGERA IA MENYEMBUNYIKAN KERUPUK ITU DALAM LIPATAN SARUNGNYA
JEJAKA
Tidak makan apa-apa (sambil keluar)
LALU KEDUANYA BANGKIT BERDIRI. TANPA BERKATA APA-APA KEDUANYA MENGENAKAN PAKAIAN. SETELAH SELESAIU, MADEKUR TERPEKUR SEJENAK SEMENTARA TARKENI MENANTI (BAYARAN TENTU
SUARA DARSIH
Sedang bertelor apa?
MADEKUR
Bagaimana kalau kita kawin saja!?
TARKENI
Gampang. Bayar saja dulu yang sekarang.
MADEKUR
Bajingan! Masa nggak percaya sama saya. Mengeluarkan uang dari dalam saku celananya. Dengan gaya si kaya ia menghitung beberapa lembar lalu menyerahkannya pada Tarkeni) minggu yang lalu saya bayar berapa?
TARKENI
Bisaa. Dua.
MADEKUR
Malam ini tujuh. Hitung saja.
TARKENI (Setelah menghitung)
Kamu sungguh-sungguh rupanya.
MADEKUR
Kamu kira uang palsu?
TARKENI
Rejeki nomplok?
MADEKUR
Mana ada rejeki nomplok. Tahi kuping yang nomplok! Keringat!
TARKENI (mengiyakan sambil menghapus keringat dengan uang)
Keringat menetes
Tes
Air mani menetes
Tes
Lalu semua menetes
Tes
Dan yang paling akhir air mata
Tes
MADEKUR
Sekarang jawab. Bagaimana kalau kita kawin saja.
TARKENI
Jangan kayak anak-anak ah.
MADEKUR
Saya serius dan umur saya dua puluh lima, neng.
TARKENI
Say dua satu
MADEKUR
Nah, apalagi? Pekerjaan saya sudah punya.
TARKENI
Saya juga punya.
MADEKUR
Lebih bagus lagi. Dan lebih dari itu ketika kecil kita pernah jadi penganten-pengantenan. Dan saya kira saya masih cinta sama kamu.
TARKENI
Kalau saya tidak?
MADEKUR
Belakangan kan bisa!?
SUNYI SEJENAK
MADEKUR
Bagaimana?
TARKENI
Kenapa mesti kawin?
MADEKUR
Seperti umumnya orang. Biar gampang.
TARKENI
Begini kan gampang.
MADEKUR
Lebih gampang lagi kalau kita kawin. Sudahlah jangan banyak Tanya. Bagaimana?
TARKENI
Kita rundingkan di luar.
LALU KEDUANYA KELUAR
Tiga
Madekur seorang pencopet
Lantaran di Jakarta ia tergencet
Bulan dari Jatibarang yang ia kepit
Bersama kertas ijazah di ketiaknya
Lusuh dan kehilangan cahaya
Dilemparkannya di kali Ciliwung
Bulan itu mengapung-apung bersama tahi
Dan kertas-kertas rencana Negara yang terbengkalai
Dan diiringi kwitansi-kwitansi yang dipalsukan
Pegawai negeri
Di tepi kali Malang
Matahari yang pijar berkaca-kaca
Dengan susah payah
Sambil menyumpah
Madekur menjambak rambut matahari
Dan kemudian menyertnya kemana-mana
Adapun Tarkeni seorang pelacur
Lantaran di Jakarta tak mau dikubur
Bulan dari jatibarang yang ia bawa
Bersama kertas ijazah dalam kertas plastiknya
Lusuh dan kehilangan cahaya
Bulan itu mengapung-apung bersama tahi
Dan kertas-kertas rencana Negara yang terbengkalai
Dan diiringi kwitansi-kwitansi yang dipalsukan
Pegawai negeri
Di tepi kali Malang
Matahari yang pijar berkaca-kaca
Dengan susah payah
Sambil menyumpah
Madekur menjambak rambut matahari
Dan kemudian menyertnya kemana-mana
Empat
DI DESA, KELUARGA MADEKUR MENEMPATI BALE PERTAMA DAN KELUARGA TARKENI MENEMPATI BALE KEDUA. ADEGAN DI BAWAH INI ADEGAN DUET, AYAH MADEKUR BERDUET DENGAN AYAH TARKENI, IBU DENGAN IBU, MADEKUR DENGAN TARKENI
AYAH & AYAH
Tidak mungkin, tidak mungkin
IBU & IBU
Tapi
AYAH & AYAH
Coba, kamu bisa membayangkan apa kata orang-orang seluruh desa ini kalau Madekur / Tarkeni kawin dengan Tarkeni / Madekur. Aib, aib. Betapa sia-sianya dia kerja payah-payah di Jakarta. Kamu mimpi apa semalam?
IBU & IBU
Saya kira nggak mimpi apa-apa
AYAH & AYAH
Saya kira! Tidak mungkin kamu nggak mimpi apa-apa. Pasti kamu mimpi, hanya kamu lupa. Kalau kamu mau mengingat-ingat pasti kamu akan menejrit karena ternyata kamu mimpi buruk
IBU & IBU (Menjerit)
AYAH & AYAH
Kenapa?
IBU & IBU
Ya, saya mimpi
AYAH & AYAH
Nah, apa kata saya!? Kamu pasti mimpi mandi di kubangan Haji Bakir.
IBU & IBU
Bukan. Saya kira dalam mimpi itu saya mandi di comberan di … saya kira…. Dekat pelabihan di Cirebon.
AYAH & AYAH
Di comberan? Di dekat pelabuhan? Kamu tahu comberan dekat pelabuhan artinya air kotoran orang seluruh jagat bertemu jadi satu dan itu berarti mempunyai takwil yang bukan saja buruk tapi aib setebal tahi kerbau!?
IBU & IBU
Ya, saya ingat. Tahi kerbau.
AYAH & AYAH
Sudah pasti, kemudian kamu megap-megap hanyut….
IBU & IBU
Nggak. Kemudian saya terbangun karena asma saya.
AYAH & AYAH
Persetan! (Pada penonton) pernahkah Anda bayangkan anak anda kawin dengan seorang pelacur / copet? Sudah tentu Anda pernah sekali membayangkan hal yang jelek-jelek kalau pikiran Anda sedang gurem. Tapi saya percaya pikiran Anda ssaat ini cukup jernih untuk ikut merundingkan soal ini. Anda punya seorang anak. Bukan main senang bahagia ketika melayani dia ketika kecil sebab banyak boneka. Siang malam kita melayani dia, lalu kita sekolahkan dengan harapan dia kelak menggantikan kita, menjadi kebanggaan kita, jadi raja kek kalau bisa. Tiba-tiba setelah dewasa, punya pekerjaan, punya penghasilan yang lumayan dia datang keapda kita mengutarakan niatnya akan kawin dengan seorang pelacur / pencopet. Buat saya yang tidak punya penyakit jantung hal itu tidak begitu membahayakan jiwa, dan saya bisa secara jernih menimbang dan merundingkan dan meyakinkan, tapi buat yang berpenyakit jantung? (Kepada istrinya) tidak, tidak – kamu jangan sekali-kali membantu dia untuk memaksa saya mengambil keputusan gila
IBU & IBU (Pada penonton)
Pada satu hari, nak saya berkata pada saya “ Bu, saya pengen pergi ke Jakarta”
AYAH & AYAH
Siapa pun tahu di Jakarta orang bisa jadi apa saja, bahkan menjadi presiden sekali pun.
IBU & IBU
Tapi yang pertama kali saya pikirkan bukan itu. Saya takut anak saya tertubruk mobil, karena kata orang di sana lebih banyak mobil daripada pohon kelapa.
AYAH & AYAH
Saya tahu betul di dalam benak kepala anak saya berkumpul seluruh impian termasuk di dalamnya impian-impian saya.
IBU & IBU
Saya kira siapa pun lebih senang mati di tanah sendiri.
AYAH & AYAH
Tapi tak ada orang yang sempat memilih tempat buat dia mati.
IBU & IBU
Selain itu saya kira di sini pun dia akan bisa besar, berkeluarga dan mati.
AYAH & AYAH
Saya punya cerita. Anak tetangga saya, Fadoli namanya. Saya belum pernah melihat anak yang lebih bodoh dari dia, sekali pun ayahnya termasuk orang penting di desa ini. Walapun saya tidak pernah diberitahu tapi saya tahu ketika sekolah rakyat anak saya mendapat penghasilan dari Fadoli karena ikut merampungkan pekerjaan menghitungnya. Ketika sekolah menengah ia dikirim orang tuanya ke Jakarta, tiggal bersama pamannya. Dan beberapa minggu yang lalu ia dan keluarganya mampir ke desa ini. Semua orang di desa ini ternganga melihat anak sebodoh itu bisa punya mobil. Saya tidak tahu persis jadi apa ia, tapi yang pasti ia orang penting. Nah, sekarang gampang diduga apa yang ada dalam kepala saya ketika anak saya bilang mau ke Jakarta. Segera saya bilang kepadanya: pergilah anakku. Selamat berjuang! Ya, saya kira saya sangat bijaksana waktu itu. Dan memang Jakarta medan juang yang paling gampang karena musuh kita di sana suma sesame, sedangkan di sini musuh kita semata-mata alam dan kita hanya memiliki satu pacul untuk sebelas petak.
IBU & IBU
Di sana terlalu banyak orang, dan saya tidak bisa membayangkan darimana mereka bisa makan. Saya selalu membayangkan di sana banyak orang makan orang. Saya punya cerita. Anak tetangga saya Rogayah namanya. Saya belum pernah melihat anak yang lebih pintar dari dia, sekalipun orang tuanya buta huruf. Beberapa tahu yang lalu, setelah lepas sekolah menengah ia pergi ke Jakarta. Seperti umumnya banyak orang ia ke sana dengan ijazah sekolahnya dan cita-cita sederhana. Setahuhn lamanya dia cari pekerjaan dan tidak pernah berhasil, sehingga tentu saja bibinya pada siapa ia numpang makan semakin bermuka kecut. Pada tahun kedua ia minta diri bibinya untuk kembali ke desa ini, tapi sebenarnya ia tidak pernah kembali. Beberapa bulan putus hubungan antara Rogayah dengan keluarganya. Sampai pada suatu hari seluruh orang desa ini gempar ketika seorang pemuda membawa selembar Koran di mana termuat mayat Rogayah. Saya dengar ada belati di perutnya dan rupanya sebelum peristiwa naas itu ia telah mendapat pekerjaan sebagai pembantu rumah tangga dari sebuah keluarga orang kaya.
AYAH & AYAH
Cerita serupa itu tidak perlu di Jakarta. Beberapa bulan lalu di Toangan dekat jembatan sana kami menemukan mayat. Pendek kata Jakarta adalah jalan pendek. Dan nyatanya?
IBU & IBU
Memang hanya beberapa bulan saja kemudian Madekur/Tarkeni anak saya kembali terbungkus pakaian yang sangat bagus yang kami sendiri tidak pernah mampu membelinya. Benar-benar hari itu hari yang bahagia buat kami. Oh, gusti saya tidak pernah memimpikan akan saya segagah dan secantik itu.
AYAH & AYAH
Ya, dan sebelas perut ditambah dua perut kami benar-benar buncit saat itu.
IBU & IBU
Ia membelikan saya seperangkat pakaian.
AYAH & AYAH
Ia membelikan saya sehelai kain palekat cap delima buatan Tasik, di samping sebuah korek api yang sangat bagus. Sampai sekarang korek api itu tidak pernah saya pergunakan. Saya simpan saja dan saya pajang sebagai hiasan di lemari.
IBU & IBU
Ya Gusti, ia mengenakan arloji emas dan cincin emas.
AYAH & AYAH
Ya, dan sekarang akankah ia kita biarkan memilih jalan yang salah kawin dengan seorang pelacur/pencopet? Pakah akan kita biarkan ia melumuri wajahnya Lumpur aib seorang pelacur/pencopet?
IBU & IBU (Kepada Suami)
Tapi ia bilang, ia cinta
AYAH & AYAH
Tidak kurang gadis/jejaka di desa ini untuk dicintai. Dan demi segala kehormatan saya tidak akan mau dan sudi berhubungan keluarga dengan keluarga jahanam itu. Sebelum lahir saya sudah membenci keluarga yang sok suci itu. Tingeling!
IBU & IBU
Lalu?
AYAH & AYAH
Kau tinggal saja di sini, saya kira akan bicara sendiri dengan anak itu.(Perempuan itu akan bangkit kembali) Diam di sini!
LALU AYAH DAN AYAH PERGI KELUAR
Lima
IBU & IBU (Kepada Penonton)
Yang paling sulit adalah….
IBU II (pada yang lain)
Kamu duluan deh.
IBU I
Yang paling sulit adalah kedudukan itu. Siapa pun tahu tidak gampang memilih pihak, lebih-lebih semua pihak sama-sama berarti dan cintai dan celakanya adapt hidup selalu menjatuhkan kita pada salah satu pihak sekalipun kita tidak menjatuhkan pilihan alias kita tidak bisa lepas dari kedudukan sebagai korban. Karena itu sekali waktu kita menganggap menjatuhkan pilihan adalah yang terbaik dalam hidup ini, sebab kita memerlukan kepuasan memiliki hak memilih sebagai kompensasi atas kesia-siaan kita.
IBU & IBU
Secara pribadi saya punya pendirian lain dengan suami saya
IBU I
Yang penting buat saya anak saya senang, biarlah dia kawin dengan siapa pun yang dia maui kalau memang sudah merupakan jodohnya. Coba saja meskipun kita ngotot dalam hal ini pasti anak saya yang akan keluar sebagai pemenang, karena dalam zaman ini kedudukan anak sedang mendapat angin. Selain itu, saya belum yakin benar bahwa Tarkeni menjadi pelacur di Jakarta seperti yang dibisikan banyak orang. Juga saya demikian terharu mengetahui betapa anak saya yang sejak kecil diam-diam mencintai Tarkeni.
IBU II
Pernah suami saya memergoki mereka sedang jalan berduaan di pematang sawah dekat pekuburan Ki Kede dan tanpa komentar suami saya menyeret Tarkeni pulang. Di dapur, suami saya mencambuk Tarkeni dengan ikat pinggangnya yang setebal telapak tangan. Bagaimana tangis Tarkeni tidak perlu diceritakan.
IBU I
Keluarga itu sudah bebuyutan, sudah sedemikian tua permusuhan kami sampai kami sendiri tidak pernah tahu duduk masalahnya.
IBU & IBU
Satu-satunya yang kami tahu sejak kecil adalah kami bermusuhan
IBU II
Ada seorang paman kami pernah mencoba menjelaskan kenapa kami bermusuhan . pada suatu malam pada bulan puasa, kakek kami ketika masih perjaka berkelahi dengan kakek mereka di pekarangan mesjid. Persoalannya kakek kami dan kakek mereka sama-sama jtuh cinta kepada seorang gadis, kalau tidak salah ingat gadis itu dari keluarga moyang mang Miskak juru kunci mesjid. Siapa yang menang sudah pasti kakek kami karena paman bilang itu kakek jago silat. Hanya sayangnya nasib berkata lain, sehingga dua-duanya tidak sempat mengawini gadis itu lantaran tergesa meninggal. Nah, sebenarnya bisa saja kemudian sama-sama saling menuduh telah bebruat jahat terhadap sang gadis. kakek kami menuduh kakek mereka telah mengirimkan guna-guna agar gadis itu terpaut hanya pada hatinya, tapi agaknya salah mantra sehingga menyebabkan gadis itu malah meninggal secara mendadak.
IBU I
Seorang paman kami pernah bercerita bahwa sebenarnya moyang kami pernah besanan dengan moyang mereka. Jelasnya buyut kami pernah satu tempat tidur dengan salah seorang buyut mereka, tapi lantaran buyut perempuan mereka terbukti serong dengan laki-laki lain, maka buyut kami menjatuhkan talak tiga sekaligus terhadap buyut perempuan mereka (dengan gaya mengucapkan rahasia) memang keluarga mereka keluarga gampang gatel.
IBU II
Sedangkan salah seorang bibi kami pernah menceritakan bahwa pada suatu hari jumat… (Kesal dengan ceritanya sendiri)
IBU I
Sedangkan salah seorang uwak kami pernah menceritakan bahwa pada suatu hari Sabtu…. (Kesal dengan ceritanya sendiri)
IBU & IBU
Pendeknya begitulah. Sekarang saya sudah saatnya saya harus berusaha menimbun lobang permusuhan bebuyutan ini sebab kita sama-sama tidak menghendaki akhir Romeo dan Juliet terulang dalam sandiwara ini. Jadi, sekali lagi, saya tidak berkeberatan anak-anak saya kawin dengan anak-anak mereka, meskipun saya akan lebih senang kalau anak saya bisa memilih jodoh yang lain (bersemangat) tidak. Tidak. Saya harus berani mengutarakan pikiran saya blak-blakan kepada suami saya kalau memang anak saya berani membujuk suami saya supaya berubah sikap, lantaran toh akhir sandiwara ini mereka akan kawin juga.
Enam
MUNCUL AYAH DAN AYAH DIIKUTI MADEKUR DAN TARKENI
AYAH & AYAH
Sekarang, marilah kita bicara dengan lebih tenang. Atur napas dengan baik supaya darahmu beredar teratur dan tertib dan supaya kamu bisa bekerja dengan pikiranmu dan tidak dengan perasaanmu itu. Bu, saya sudah bicara dan anakmu sudah bicara dan kini giliranmu bicara. Mad/Tar, saya senang pada orang yang keras pendiriannya tapi, kamu keras kepala dan saya tidak suka. Sudah berkali-kali kamu mencoba mengutarakan perasaanmu dan tidak pernah sekali pun mengutarakan pikiranmu, dan itu saya tidak suka. Sebaliknya saya telah berkali-kali meminjamkan pikiran-pikiran terbaik saya buat kamu, tapi kamu tidak suka. Padahal kamu sendiri cukup dewasa untuk memahami bahwa perkawinan tidak semata membutuhkan perasaan, melainkan juga terutama pikiran. Bu, kamu setuju anakmu kawin dengan pelacur/pencopet?
IBU & IBU
Naudzubillahi min dzalik, eh, tidak!
AYAH & AYAH
Atau kamu setuju anakmu kawin dengan keluarga itu yang….
IBU & IBU
Tidak.
AYAH & AYAH
Kamu dengar sendiri bagaimana ibumu mengatakan tidak dan kamu sendiri tahu ibumu sangat jernih dalam berpikir. Sekarang lebih baik kamu istigfarlah dulu.
IBU & IBU (Pada penonton)
Sebenarnya mulut saya mau bilang setuju, tapi mata suami saya terlalu besar, nanti saya akan bilang juga.
AYAH & AYAH
Persoalan cinta tidak sesepele seperti yang banyak diduga orang dan memahaminya lebih sukar daripada memotong kuku dengan golok, namun percayalah saya menyintai kamu sekaligus kehormatan kamu dan hari depan kamu. Janganlah sekali-kali kamu salah mengira saya telah berlaku tidak sayang karena menghalangi niat kamu kawin dengan…. Anak perempuan/lelaki keluarga itu. Jangan juga kamu mengira saya tidak memahami niatmu yang suci, saya paham dan saya menaruh hormat, tapi rupanya kamu lupa bahwa sesuatu yang suci memerlukan tempat yang suci juga.
Juga rupanya kamu tidak menyadari betapa banyak pilihan yang bisa kamu lakukan, dan kamu cukup mengerti bahwa yang terbaik adalah emmilih yang terbaik. Tahu kalau kamu masih belum bisa yakin juga, cobalah Tanya para penonton (pada penonton) Setujukah Anda kalau anak Anda kawin dengan pelacur/pencopet? Kalau Anda bilang setuju artinya Anda munfik sejati. Karena Anda telah mengkhianati hati Anda sendiri. Marilah kita akui sama-sama bahwa pada dasarnya kita menyukai kebangsawanan sekalipun perut kita kosong.
Dengan mengatakan setuju berarti Anda telah sempurna dalam mengobral kata-kata muluk berbunga kebajikan, sementara dalam perbuatan nyata Anda kurang lebih sepaham dengan saya. Tapi Anda saksikan sendiri saya satu tingkat lebih tinggi dari Anda lantaran saya satu antara perkataan dan perbuatan. Sungguh-sungguh kita ini ningrat yang terselubung.
MAD & TAR (pada penonton)
Sebelum kemari, saya sudah yakin pasti hati Anda satu barisan dengan hati saya. Sudah tidak bisa dihalangi lagi barisan baru dengan panji-panji cinta akan tampil memimpin dunia ini. Kita sama mengetahui betapa keterbelakangan orang-orang tua kita dalam berpikir, bersikap dan berbuat, bahkan sebagian watak malah malasnya masih melekat dalam diri kita.
Ketika di negeri-negeri lain orang sudah sedemikian sibuk dan kerja keras, rang-orang tua kita masih belum selesai dengan sarapannya, dan yang sebagian lagi sibuk merenungkan hikmah hidup tanpa sarapan.
AYAH & AYAH
Berhenti nak. Kamu tidak patut kurang ajar seperti itu, tidak layak menghina orang tuamu sendiri di depan umum seperti ini.
MAD & TAR
Seperti bapak saya sedang mencoba belajar mempergunakan pikiran saya, sama sekali saya tidak sedang melakukan penghinaaan kecuali membeberkan keburukan.
AYAH & AYAH
Satu kalimat lagi berarti merahlah, nak. Tanpa bercermin saya sudah tahu mata saya mulai merah.
MAD & TAR (Pada penonton)
Anda lihat sendiri betapa tidak dewasanya orang-orang tua menghadapi kritik.
AYAH & AYAH
Hanya batu yang bertahan menghadapi kritik
MAD & TAR
Tapi batu yang satu ini tidak.
(keempatnya saling bertatapan sementara Ibu & Ibu sama menghela napas. Beberapa saat tableu begitu. Kemudian terdengar suara gong satu kali)
AYAH & AYAH
Baiklah kita ulang lagi. Marilah kita bciara bertiga dengan lebih tenang. Atur napas dengan baik supaya darah beredar teratur dan tertib, supaya kita bisa bekerja dengan pikiran dan tidak dengan perasaan. Bu, saya sudah bicara, anakmu sudah bicara, kini giliran kamu bicara.
IBU & IBU
Sebenarnya…. (pada penonton) sebenarnya saya setuju dengan pendirian anak saya, tapi juga sebenarnya pikiran suami saya benar juga (kepada suami dan anaknya) sebenarnya sama saja.
AYAH & AYAH
Kamu ini sedang bicara, atau…..?
IBU & IBU
Sama saja. Maksud saya bicara atau tidak hasilnya akan sama saja, tapi bicara sedikit barangkali lebih baik. Nah,. Saya akan mencoba menjelaskan pendirian saya, itu pun kalau bisa disebut pendirian. Jangan dikira gampang orang berpendirian, maksud saya, saya akan berusaha mencoba berpendirian. Jangan khawatir, semuanya akan jelas juga pada akhirnya, tapi untuk itu perlu saya jelaskan secara singkat segalanya lebih dulu. Penjelasan sangat diperlukan sebelum segalanya jelas, itu sudah jelas.
Nah, biarkanlah saya mengumpamakan persoalan ini dengan dua tangkai bunga melati dan seorang gadis delapan tahun. Yang setangkai berwarna putih, sedang setangkai lagi berwarna hitam. Mula-mula sudah jelas gadis itu merasa heran dan sangat lama bertanya dalam hati kenapa ada setangkai bunga melati yang berwarna hitam, sekalipun sebelumnya dia tidak pernah merasa heran bertanya dalam hati ketika pertama kalinya ia melihat bunga melati berwarna putih.
Begitulah seperti yang saya bilang tadi bahwa gadis itu lama bertanya dalam hati, lama merasa heran. Tapi heran yang lama. Kemudian menjelma menjadi takjub dan akhirnya hati gadis itu tertarik ingin melati yang hitam. Begitulah ketika jari-jarinya yang lembut bergetar oleh kekaguman siap mematahkan melati hitam dari tangkainya, gadis itu tiba-tiba ingat bahwa rambutnya juga berwarna hitam. Selain itu ia juga ingat tidak seorang pun di Jatibarang yang menghias rambutnya dengan melati hitam, bahkan sekalipun perempuan yang ebrambut putih seperti neneknya.
AYAH & AYAH
Sebentar, sebentar. Lebih baik kamu singkatkan saja bicaramu. Bagaimana?
IBU & IBU
Kamu sendiri bagaimana? Kamu akan memetik melati putih atau melati hitam?
AYAH & AYAH
Seperti umumnya orang saya amemetik melati putih yang sudah pasti keindahannya.
IBU & IBU
Tapi kamu tidak tahu bahwa melatih hitam itu mempunyai warna putih di sebelah dalam dan malah di dalamnya ada sebutir berlian sebesar geraham saya yang tanggal beberapa tahun lalu
AYAH & AYAH
Mana mungkin! Lagi kamu tidak mengatakan hal itu sebelumnya.
IBU & IBU
Karena melati hitam itu belum jelas maka kemungkinannya tentu lebih luas.
MAD & TAR
Juga melati hitam telah saya petik ketika ayah memetik yang putih
AYAH & AYAH
Tidak bisa. Saya belum memetik, baru berniat memetik dan sekarang saya akan memetik melati yang hitam
MAD & TAR
Tidak bisa, yang hitam telah saya petik
AYAH & AYAH
Tidak bisa, yang hitam milik saya
MAD & TAR
Tidak bisa, luar bisaa harumnya
AYAH & AYAH
Ya Tuhan harumnya
AYAH &AYAH
Kurang ajar. Lepaskan melati itu
MAD & TAR
Ya Tuhan, harumnya
AYAH & AYAH
Lepaskan, bajingan.
MAD & TAR
Harumnya
AYAH &AYAH
Bajingan
IBU & IBU
Begitulah, siapapun pasti akan memilih yang terbaik. Tapi tahukah bahwa yang terbaik adalah melati putih?
MAD & TAR
Kalau begitu biarlah yang hitam untuk bapak.
AYAH & AYAH
Kamu jangan kurang ajar, nak. Melati putih itu telah saya petik.
MAD & TAR
Mana mungkin, padahal bapak baru saja berniat akan memetiknya. Tidak, pak. Biarlah yang putih buat saya.
AYAH & AYAH
Nak, golok di dapur Cuma sebilah dan itu milik saya
MAD & TAR
Biarlah bapak mengambil golok dan saya memetik melati putih
SANGAT TIBA-TIBA SEKALI, AYAH DAN AYAH MENGHUNUS GOLOK ITU DAN SIAP AKAN MEMANCUNG KEPALA MAD & TAR DAN IBU & IBU MENJERIT
IBU & IBU
Saya lupa memberitahu bahwa yang putih ada dua tangkai dan kesimpulannya kalian berdua sama-sama bersikeras menghendaki yang terbaik (Mendekati anaknya) nak, kamu ingin senang, bukan?
MAD & TAR
Senang sekali, bu.
IBU & IBU
Kau pikir bapak akan menjerumuskan kamu?
MAD & TAR
Pasti tidak, bu.
IBU & IBU (mendekati suaminya)
Kamu pasti tidak bermaksud menjerumuskan anakmu.
AYAH & AYAH
Pasti
IBU & IBU
Dan menghendaki anakmu senang?
AYAH & AYAH
Senang sekali kalau bisa
IBU & IBU
Kalau begitu, beres. Tidak satu pun yang simpang selisih. Sekarang bicaralah satu sama lain tanpa nafsu amarah
AYAH & AYAH
Boleh
MAD & TAR
Boleh
AYAH & AYAH
Kamu masih tetap pada pendirianmu?
MAD & TAR
Masih dan bahkan makin kuat
AYAH & AYAH
Saya juga masih. Kalau begitu kita harus meningkatkan pertengkaran kita (Gong berbunyi lagi) saya sampai pada pikiran untuk menyampaikan ultimatum
MAD & TAR
Sebaliknya mental saya telah siap menerima apa saja
IBU & IBU
Kalian sudah terlalu jauh, kalian….
AYAH & AYAH
Kamu yang semestinya bertahan sesuai dengan kedudukan ibu di mana-mana, yang hanya mampu mengelus-elus dada sementara pertempuran berlangsung.
MAD & TAR
Saya menunggu ultimatum itu, pak
AYAH & AYAH
Bagus. Dengan ultimatum ini saya hanya akan menyederhanakan dan mempersingkat perdebatan yang nonsense ini. Begini, kalau kamu tetap pada niatmu kawin dengan pelacur/pencopet itu saya hanya minta agar hubungan kita sebagai anak dan bapak putus.
IBU & IBU
Pak….
AYAH & AYAH
Kau tak berdaya, bu.
MAD & TAR
Bapak serius?
AYAH & AYAH
Kamu kira main-main?
MAD & TAR
Putus?
AYAH & AYAH
Putus
MAD & TAR
Sudah bapak pikirkan masak?
AYAH & AYAH
Saya kuatir malah terlalu masak
MAD & TAR
Baiklah….
IBU & IBU
Nak….
MAD & TAR
Belum, bu, belum selesai. Saya baru akan mempelajari ultimatum itu.
IBU & IBU
Bagus, nak. Pelajarilah baik-baik.
AYAH & AYAH (berbisik)
Kamu lihat senjata apa yang kita miliki. Berbahagialah karena kita pada kedudukan pemenang. Sambil mengecap harapan kemenangan, juga sambil memberikan kesempatan anak itu mempelajari ultimatum kita marilah kita minum teh di luar.
Tujuh
MADEKUR
Bagaimana?
TARKENI
Kamu bagaimana?
MADEKUR
Buat saya nggak ada soal. Kamu yang sejak semula bersikeras ingin meminta izin dan restu orang tua sekarang punya persoalan karena ultimatum mereka.
TARKENI
Persoalan ini sangat berat buat saya
MADEKUR
Buat siapapun sangat berat, kecuali bagi saya
TARKENI
Bagaimana ya?
MADEKUR
Saya tahu kamu sentimental seperti umumnya para penonton sandiwara. Cobalah putuskan.
TARKENI
Kalau saya berpihak kepada orang tua dan niat kawin kita urungkan….
MADEKUR
Kamu akan segera menjadi bintang keluarga dan penonton akan terharu, sementara diam-diam mengutuk orang tua.
TARKENI
Kalau sebaliknya?
MADEKUR
Kamu segera akan diludahi dari segala penjuru dan penonton menganggap lakon ini kurang menarik, sementara mengharapkan akhirnya kamu kembali bersujud di depan orang tua mu.
TARKENI
Dan saya sendiri?
MADEKUR
Berbahagia tidur bersama saya sambil sekali-sekali membayangkan rambut orang tua mu yang semakin memutih.
TARKENI
Dan orang tua saya?
MADEKUR
Bernapas seperti bisaanya dan nasibnya sudah diatur seperti orang-orang tua yang lain
TARKENI
Tidak pernah mereka memikirkan saya.
MADEKUR
Pernah setiap akan tidur tapi tak lebih dari lima menit.
TARKENI
Kamu sendiri bagaimana?
MADEKUR
Buat saya sangat gampang membenci orang tua saya karena mereka tidak pernah memperhatikan saya kecuali setelah mereka ditinggalkan saudara-saudara saya yang lainnya, dan saya menunjang biaya rumah tangganya secara tetap.
TARKENI
Kamu pahit sekali
MADEKUR
Saya kira bukan pahit, enteng. Seperti hidup ini memperlakukan kita.
TARKENI
Enteng.
MADEKUR
Enteng.
TARKENI
Saya sudah putuskan
MADEKUR
Bagus.
TARKENI
Enteng.
MADEKUR
Enteng.
GONG LAGI, ATAU KALAU BOSAN YA CARI YANG LAIN
Delapan
AYAH & AYAH DAN IBU & IBU MUNCUL DI TEMPAT MASING-MASING
AYAH & AYAH
Merokok dulu (Dengan nikmat menghisap rokoknya dan kemudian menghembuskan asapnya) Lalu bicara dengan tenang. Bagaimana nak?
IBU & IBU (Dengan lagu lain)
Jangan membisu nak.
MAD & TAR
Tidak bu.
AYAH & AYAH
Kalau begitu bicaralah. Apa keputusanmu?
MAD & TAR
Bapak tetap dengan keputusan bapak?
AYAH & AYAH
Tetap. Tetap.
IBU & IBU
Nak…..
AYAH & AYAH
Tapi hati-hati dengan keputusanmu nanti, nak.
MAD & TAR
Jangan kuatir. Keputusan bapak telah menjadi keputusan saya
IBU & IBU
Maksudmu, nak?
AYAH & AYAH (Sama lagu)
Maksudmu, nak?
MAD & TAR
Terus terang bapak sangat bijaksana sekali memecahkan soal ini, sedikitpun saya tidak mempunyai kesan bapak bersikap mengancam. Malah sebaliknya. Ultimatum bapak atau tepatnya keputusan bapak merupakan sikap yang paling maju sekali. Lebih dari kebenaran bahwa hubungan keluarga atau hubungan darah merupakan pangkal dari segala macam sengketa, karena pada dasarnya hubungan itu Cuma hubungan emosionil belaka, dan itu merupakan beban yang sangat berat yang kita seret sampai di lobang kubur.
Ketika bapak memberikan jalan keluar, yaitu menawarkan putusnya hubungan antara kita seketika saya merasa lebih sehat dan tubuh saya kehilangan berat sama sekali sehingga saya merasa ringan apa saja.
AYAH & AYAH
Jadi….
IBU & IBU
Nak…..
MAD & TAR
Ya, bapak benar sekali lebih baik kita putuskan hubungan antara kita sebagai orang tua dan anak. Dengan demikian, bapak dan ibu bisa tenang karena tidak lagi punya persoalan dan kecuali pun kehormatan bapak dan ibu tetap tak ternoda, seperti bapak sendiri bilang kehormatan adalah sesuatu yang nilainya satu tingkat di bawah Tuhan. Sedangkan untuk saya mulai hari ini saya tak perlu menyisihkan hasil jerih payah saya, seluruh penghasilan saya boleh saya habiskan sampai rupiah yang paling akhir.
IBU & IBU
Kau dengar pak? Kau dengar? Sebelum ia berpikir seperti itu saya telah membayangkan kesusahan apa yang akan terjadi kalau ia sudah nekat seperti itu.
AYAH & AYAH
Nak, kau rupanya belum cukup lama memperlajari ultimatum bapak
MAD & TAR
Cukup. Cukup.
AYAH & AYAH
Barangkali kau belum mengerti benar ultimatum bapak.
MAD & TAR
Kalimat bapak jelas sekali dan selain itu telinga saya sangat baik. Dan percayalah semua penonton akan mendukung penuh sikap dan keputusan bapak yang maju itu.
AYAH & AYAH
Sebentar nak, jangan terburu nafsu. Hematlah dengan kata-kata. Kau kelihatan gugup sekali, tidak mampu mengusasi diri.
MAD & TAR
Tidak, saya senang sekali seperti orang mati
AYAH & AYAH
Kamu mengerti apa yang kau ucapkan?
MAD & TAR
Apakah itu berarti bapak tidak mengerti dengan apa yang bapak telah putuskan?
AYAH & AYAH
Maksud saya cukup sadarkah kau?
MAD & TAR
Cukup, cukup sadar.
AYAH & AYAH
Perhatikan, nak. Saya masih belum marah betul, seluruh emosi saya tekan di bawah persut besar saya. Beberapa bagian tertentu telah melonjak-lonjak dan mulai memercikan api, tapi sampai detik ini saya masih mencoba mengindari amarah. Sekarang jawablah dengan baik-baik. Benar kamu menghendaki putus hubungan antar kita sebagai keluarga?
MAD & TAR
Saya Cuma mendukung pikiran bapak yang cemerlang. Atau tepatnya bapaklah yang menghendaki itu dan saya mendukungnya.
IBU & IBU
Kau tidak perlu mendukung pikiran itu, gagasan itu buruk, paling buruk.
MAD & TAR
Gagasan itu sanagt bagus, sangat bagus.
AYAH & AYAH (Marah sekali)
Tapi kamu tidak perlu mendukung gagasan itu.
IBU & IBU
Gagasan itu sangat buruk, nak. Sangat buruk.
AYAH & AYAH
Apa kamu tidak mengerti ultimatum itu semata-mata Cuma gertak sambal saja? Ancaman kosong?
MAD & TAR
Tidak, malah saya menghargai ultimatum itu sebagai gagasan orang tua yang paling berani dan maju. Saya yakin Cuma beberapa gelintir saja yang punya pikiran cemerlang semacam itu.
AYAH & AYAH
Jadi kamu tetap bersikeras ingin supaya putus hubungan antara kita?
MAD & TAR
Sesuai dengan kamuan bapak
IBU & IBU
Nak!
AYAH & AYAH
Sungguh-sungguh!?
MAD & TAR
Sungguh-sungguh.
AYAH & AYAH
Putus?
MAD & TAR
Lebih tegas; patahkan seperti arang
AYAH & AYAH
Lalu kamu akan melangsungkan niat kamu kawin begitu saja tanpa orang tua?
MAD & TAR
Begitulah kira-kira.
IBU & IBU
Lalu siapa yang akan merestui? Yang mendoa?
MAD & TAR
Pegawai catatan sipil tentu saja
AYAH & AYAH
Baiklah… baiklah…..
IBU & IBU
Pak….
AYAH & AYAH
Jangan cengeng menghadapi sikap sombong seperti itu. Kalau tidak tahan menangislah, tanpa air mata supaya anak sombong itu tidak sempat tahu. Kamu kira (kepada anaknya) Cuma kamu saja yang tega memutuskan hubungan antara kita? Lebih dari itu saya tega. Bahkan saya juga tega memutuskan kepalamu dari dadamu yang kau busung-busungkan itu dan kemudian saya gecek kepalamu dengan batu kali.
Sombong. Atau kamu mengira tenaga saya tidak cukup kuat emnghadapi otot-ototmu yang masih segar? Jangan lupa gigi saya masih utuh dan kuat (pada penonton) apakah diantara kalian ada yang mengharapkan agar saya bersikap lembut menghadapi sikap kurang ajar seperti itu? Mengharap agar saya meminta-minta supaya anak biadab itu kembali menyebut diri saya sebagai bapaknya?
IBU & IBU
Dengarkan sebentar, pak. (memberikan segelas air putih) tenang sebentar. (berbisik) kamu lupa kita akan kewalahan kalau sampai membiarkan ia tidak lagi mengaku anak kepada kita?
AYAH & AYAH
Kewalahan apa!?
IBU & IBU (berbisik)
Kau lupa tahun-tahun belakangan ini kita sangat bergantung kepada anak itu. Dari mana kamu akan mendapatkan uang dengan tulang-tulangmu yang rapuh?
AYAH & AYAH
Kita jual pekarangan belakang dengan empangnya sekaligus dan sebelumnya kita bisa makan dari hasil pohon papaya.
IBU & IBU
Kita tidak bisa menjual pekarangan mana pun karena kita telah menjualnya beberapa tahun lalu. Kamu juga tidak bisa menjual rumah ini kecuali kalau kita boleh merombak mesjid jadi dapur.
AYAH & AYAH
Kita masih memiliki seekor kerbau dan tiga kambing perahan.
IBU & IBU
Semua itu telah kita jual. Semua itu sudah habis. Bahkan tanpa sepah.
SEBELUM MELANJUTKAN BICARA AYAH & AYAH MELIHAT SEBENTAR KEPADA ANAKNYA
AYAH & AYAH (Makin berbisik)
Jadi kita sudah tidak punya apa-apa?
IBU & IBU
Tidak punya apa-apa. Malah belakangan ini selalu timbul kekuatan dalam diri saya apakah kita mampu menyelenggarakan penguburan buat jenazah kita nanti.
AYAH & AYAH
Seminggu yang lalu saya juga berpikir barangkali lebih baik kita beli kain kafan mulai sekarang semester demi semester.
IBU & IBU
Kalau begitu kita juga perlu menanam kembang biar kita tidak usah beli nanti untuk keranda kita dan makam kita.
AYAH & AYAH
Jadi sudah habis semua.
IBU & IBU
Semua sudah habis dijual, sudah kita makan.
AYAH & AYAH
Saya pikir saya juga bisa mencuri
IBU & IBU
Kamu ingat mayat Mukidi yang berlumur darah karena mencuri di rumah Ki Warad!?
AYAH & AYAH
Orang-orang tidak akan memukuli saya, karena saya sudah tua. Mereka akan jatuh kasihan dan kemudian membiarkan saya memiliki barang curian saya dan bukan tidak mungkin saya mendapat pula tambahan uang.
IBU & IBU
Sudahlah. Daripada kita mengharapkan yang tidak-tidak. Lebih baik kita ubah sikap dan biarlah kita menyetujui rencana anak kita.
AYAH & AYAH
Saya juga berpikir begitu. Tapi malu mengatakannya. Ya, saya kira itu lebih baik, hanya kita harus mencari cara supaya kekalahan kita terhormat.
IBU & IBU
Gampang itu.
TIBA-TIBA AYAH & AYAH DAN IBU & IBU BERUBAH SIKAP
AYAH & AYAH (Dengan gemas memegang gemas pada pundaknya)
Saya terharu, nak. Sungguh terharu akan ketabahanmu. Ujian dan cobaan yang ibu dan bapak tampakkan sedikit pun tidak menggoyangkan niat sucimu. Kini kami baru yakin betapa besar cintamu kepada kekasihmu.
MAD & TAR
Tidak terlalu besar tapi besar.
IBU & IBU (merenggutkan anaknya dari suaminya lalu memeluknya)
Anakku, kau lulus.
AYAH & AYAH
Maafkan bapak, karena bapak terlalu kasar. Maafkan juga karena bapak telah menyebut calon istri/suamimu pelacur/pencopet.
MAD & TAR
Bapak tak perlu minta maaf karena dia memang pelacur/ pencopet. (Ayah & Ayah dan Ibu & Ibu mengambil jarak terhadap anaknya) Tarkeni/Madekur memang pelacur/pencopet tapi orang tuanya tidak tahu dan tidak percaya.
AYAH & AYAH (Pada istrinya)
Apa kita akan berubah sikap lagi?
IBU & IBU
Bingung.
MAD & TAR
Dan saya sendiri memang pencopet/pelacur tapi ibu bapak tidak tahu dan tidak percaya.
ORANG TUA
Kami….
MAD & TAR
Pencopet/pelacur
IBU & IBU (Pada suaminya)
Apa yang harus saya lakukan?
AYAH & AYAH
Pingsanlah.
IBU & IBU
Saya tidak bisa. Saya tidak percaya.
MAD & TAR
Karena tidak sesuai dengan impian, sekalipun sesuai dengan impian buruk
AYAH & AYAH
Kamu tidak bergurau, nak.
MAD & TAR
Kenapa?
AYAH & AYAH
Kalau pun benar lebih bijaksana kalau kamu berbohong saja
MAD & TAR
Baiklah, saya bohong.
AYAH & AYAH
Jadi tidak benar kamu pencopet/pelacur?
MAD & TAR
Siapa bilang saya pencopet/pelacur?
AYAH &AYAH
Ternyata Cuma fitnah, bukan?
MAD & TAR
Bukan Cuma fitnah tapi penghinaan terhadap gubernur Jakarta
IBU & IBU
Anak kita gubernur, pak.
AYAH & AYAH
Ya
IBU & IBU
Syukur. Syukur.
AYAH & AYAH
Apapun jadinya kita harus bersyukur
IBU & IBU
Syukur-syukur
GONG LAGI, HIASAN JANUR
Sembilan
MEREKA BERTEMU DI TENGAH PENTAS
IBU
Hari jum’at hari baik.
AYAH
Tidak. Hari Sabtu.
IBU
Minggu yang baik
AYAH
Senen
AYAH
Selasa
IBU
Rabu
IBU
Kamis
AYAH
Jum’at
AYAH
Minggu
IBU
Jum’at.
IBU
Minggu.
MADEKUR
Khrreeeeeeeeeekkk….
TARKENI
Tek – tek ….
AYAH
Jum’at
MADEKUR
Tek – Tek.
IBU
Minggu.
TARKENI
Tek – Tek….
IBU
Jum’at
MADEKUR
Tek – Tek….
(Sebentar diam)
TARKENI
Tek.
IBU
Jum - …. Teruskan.
MADEKUR
Tekek.
IBU
Jum’at
Tokek taoke kita
Cendekia di atas cendekia
Sepuluh
PESTA KAWIN. PUNCAK ACARA MERUPAKAN BARISAN-BARISA KETIKA DUA BUAH KERANDA MASUK BAGAI BARONGSAI!!! LAMPU TIBA-TIBA MATI.
KETIKA PARA NABI BANGUN OLEH SINAR FAJAR YANG TIDAK LAGI BERNAMA FAJAR, MEREKA SAMA TERKEJUT KARENA DI HADAPAN MEREKA ATAU DI SEPUTAR MEREKA – TIADA SEORANG PUN MANUSIA. YANG DI DEKAT ATAU DI SEPUTAR MEREKA HANYALAH PUING-PUING. PUING DAN PUING. ASAP DI MANA-MANA. BAU MERCON DI MANA-MANA, POTONGAN KAKI DI MANA-MANA, POTONGAN TANGAN DI MANA-MANA. BEBERAPA TOMBAK BEBERAPA PELURU KENDALI TERTANCAP DI LANGIT.. BEBERAPA GUMPAL MEGA MERAH KE HITAMAN OLEH DARAH.
PARA NABI
Apa yang terjadi?
(Seseorang memetik gitar)
Puing dimana-mana
Asap dimana-mana
Bau mercon
Bau mesiu, goblok
Mercon
Mesiu
Pokoknya sesuatu yang meledak
Tangan siapa ini?
Kaki siapa ini?
Cari kepalanya, nanti kamu kamu!
Kepala siapa ini
Cari KTP nya
KTP siapa ini?
Baca!
Nggak terbaca, akrena darah beku menutup namanya.
Apa yang terjadi semalam? Mereka baru saja menyelesaikan dua babak dari keenam babak sebuah sandiwara reyog-reyogan
Musik!
(Seseorang meniup suling)
Beberapa tombak…
Peluru kendali, goblok.
Beberapa tombak.
Peluru kendali
Beberapa peluru kendali tertancap di langit.
Bukan saja bumi luka-luka, rupanya langit juga.
Pasti bukan lagi mega atau pun awan yang berarak itu.
Memang awan memang mega namun berselimut darah beku.
Kalau semua sudah menjelma padang sunyi seperti ini pertanda orkes kita tamat riwayatnya.
Siapa yang akan kita hibur?
NYANYIAN
Siapa akan kita hibur?
Siapa mau kita hibur?
Bumi kosong
Langit kosong.
Adalah sebidang padang sunyi
Adalah sebaris para penyanyi
Saling memantulkan sunyi
Siapa akan kita hibur?
Siapa mau kita hibur?
Bumi kosong
Langit kosong
Kosongnya kosong melompong
Kosongnya kosong yang gosong
A…..
Huruf a melayang entah ke mana
I…..
Huruf I bersembunyi entah dimana
AAAA
IIIIIIII
AIA
AIA
A……
SAYUP-SAYUP TERDENGAR SUARA REYOGAN ROMBONGAN SEMAR CS
- Suara apa itu?
+ Suara mereka
- Kalau begitu, mereka masih hidup
+ Kalau ternyata tape recorder?
- Ya nggak apa-apa
+ Kita cari mereka
- Ya, kita perlu tahu babk-babak lain sandiwara mereka.
+ kenapa? Ada apa? Kok merenung begitu?
- Sejak tadi saya yakin mereka masih hidup.
+ Alaaa! Ayo kita berangkat
(mereka berangkat menjelajahi sunyi demi sunyi)
- lihat rombongan sandiwara semalam?
YANG DITANYA
Lihat!
NABI
Di mana mereka sekarang?
YANG DITANYA
Saya juga sedang cari
LALU ORANG ITU BERGABUNG, BEGITULAH MEREKA BERJALAN MENGARUNGI SUNYI DEMI SUNYI DALAM BARISAN YANG MAKIN LAMA MAKIN PANJANG. DAN SETIAP KALI MEREKA BERPAPASAN DENGAN ORANG LAIN YANG BERTUJUAN SERUPA
NABI
Suaranya makin jelas. Ya, makin jelas.
NABI
Ya. (Tiba-tiba semuanya diam) Pasti mereka. Betul kamu ternyata Cuma rekman suara mereka. Itu siapa yang berbaris di sana?
MEREKA KEMUDIAN KELUAR DAN MUNCUL SEMAR CS YANG ROBOH SATU-SATU LANTARAN? LALU MUNCUL ROMBONGAN NABI CS
NABI
Semar, semar….
SEMAR
Ya, saya Semar. Saya semar
NABI
Kalian darimana mau ke mana?
SEMAR
Dari cari penonton mau cari penonton
NABI
Gila sekali bahwa selama ini kita saling mencari penonton, cari mereka. Kalau begitu segeralah main. Penonton sudah berkumpul sekarang.
SEMUA BADUT-BADUT BERDIRI LUNGLAI DAN MEMANDANGI HADIRINNYA.
SEMAR
Jadi kalian masih hidup?
HADIRIN MENGANGGUK. BADUT CS MENANGIS PILU SEKALI (TIDAK KOMIKAL
SEMAR
Kami kira permainan kami semalam yang terakhir
KEMBALI BADUT CS MENANGIS
NABI
Sudahlah. Sudahlah.
SEMAR
Kami sedih tentang kalian
NABI
Sudahlah, sudahlah.
SEMAR
Selama ini kami bergurau tentang kalian
KALI INI BADUT CS MENANGIS LEBIH MEMILUKAN LAGI.
NABI
Musik! (Seseorang memainkan biola) Silakan Semarku, lanjutkan pertunjukanmu, kamu kelak ingin tahu nasib Madekur dan Tarkeni selanjutnya. (Semar cs tiba-tiba menangis lebih keras lagi) Kenapa? Ada apa?
SEMAR
Seperti lakon-lakon Arifin yang lain, mereka mati secara mengerikan sekali. Secara detail kami tak tahan melukiskannya.
NABI
Betul-betul kisah cinta nan penuh air mata.
SEMAR
Kedua mayatnya dalam satu lubang bersama sampah Jakarta
SESEORANG
Bagaimana bisa terjadi
SEMAR
Gampang saja. Mereka mati di pinggir kali atau di dekat tong sampah. Atau di trotoar, atau di bawah Monas. Atau di… atau di… gampang saja.
NABI
Tapi cobalah lukiskan selengkapnya.
SESEORANG
Nanti dulu. Saya protes. Bagaimana mungkin mereka dibiarkan oleh pemerintah begitu saja?
SEMAR
Pemerintah tidak tinggal diam. Pemerintah telah meminjamkan turk sampahnya dan membiayai ongkos penguburan sekedarnya.
SESEORANG
Seharusnya mereka dikubur di taman pahlawan. Jelas mereka pahlawan yang tangguh, ulet dan tahu harga diri.
SESEORANG
Kenapa tidak di taman pahlawan?
SEMAR
Karena bukan pahlawan.
SESEORANG
Kenapa bersama sampah?
SESEORANG
Karena sampah.
SEMAR
Terus terang dalam suasana murung tanpa harapan sama sekali seperti sekarang ini saya tidak berdaya bersandiwara lagi.
NABI
Semuanya sudah habis, sobatku. Bakatmu yang besar pasti sanggup mengusir kegeramanmu dan menggantikannya dengan kecerahan bocah menyajikan kekocakan-kekocakan, hiburan-hiburan serta harapan-harapan.
SEMAR
Semuanya sudah habis. Kekocakan telah menyusut kering bersama lapar dan dahaga. Apa yang terjadis emalam sungguh-sungguh di luar batas permainan selama ini. Bagaimana harus diterima? Dalam beberapa detik, semuanya berubah. Dalam satu hentakan segala sumber kehidupan dikeringkan bersama-sama. Dan….
Badut lain menampilkan diri sebagai badut-badut bisu.
SEMAR
Seketika para badut dan para penyanyi bisu bersama-sama.
NABI
Kalian hanya terlalu capek, yang kalian perlukan hanyalah hiburan, miuman dan makanan.
NYANYIAN
Tak pernah mutlak gelap
Tak pernah mutlak gelap
Tak pernah mutlak senyap
Tak pernah mutlak senyap
Tak pernah mutlak gelap
Tak pernah mutlak gelap
Mesti ada setitik cahaya
Meski setitik setitik hanya
WASKA
Bencana telah dibencanakan oleh semangatku oleh ruhku, oleh namaku. Waska, Waska, Waska…..
KOOR
Waska, Waska, Waska…..
WASKA
Peran Waska akan tampil memecah puing-puing yang berserakan sepanjang tepi senja, akan menghidupkan mayat-mayat dan dendam kesumat.
KOOR
Waska, Waska, Waska…..
WASKA
Peran Waska akan tampil memberi ruh pada jasadku yang lunglai kecapekan, yang kosong, yang gosong yang bagai kepompong.
KOOR
Uuuuuuuuuuuu…..
WASKA
Langit hanya berisi angin hari itu dan warna hitamku tumpah di seantero di mana-mana dan aku Waska sedang minum air kelapa.
TARKENI
Lalu aku Tarkeni datang menangis bersujud di kaki Waska mengadukan ihwal duka.
WASKA
Ada apa anakku? Kenapa menangis pilu itu?
TARKENI
Sakit kepalaku sampai ke kalbu lantaran dipukul suamiku.
WASKA
Madekur!!!
MADEKUR
Madekur luka hatinya, disobek-sobek oleh cemburu buta.
WASKA
Ya, karena belum matang jiwanya.
NABI I
Saya kira bukan soal matang, Semar. Kau belum tahu persoalannya seperti juga penonton yang lain.
WASKA
Pengalaman Waska sama kaya dengan alam
NABI I
Pengalaman saya sebaliknya, hanya sepertiga. Tapi dalam persoalan Madekur, saya yakin kau terlalu tergesa.
KOOR
Sebagai suami yang baik, Madekur semakin giat mencopet.
Sebagai istri yang baik tarkeni semakin giat melonte.
Begitulah, pada suatu malam
Adalah enam belas lelaki antre depan Tarkeni
Lantaran Tarkeni semakin popular goyang pinggulnya
Dan Madekur suaminya terselip sebagai lelaki ke enam belas
Menunggu giliran dan jatah kemesaraan
WASKA
Lalu karena dia juga mendapat perlakuan sama seperti lelaki lain, Madekur cemburu.
SESEORANG
Apa kau juga bayar seperti lelaki lain?
MADEKUR
Sudah pasti dan saya bisa pastikan saya membayarnya dengan tarif tertinggi yang tidak akan pernah orang mau. Kalian bisa bayangkan betapa kecewa hati saya, malam itu., sementara berahi meregang-regang, sementara hasil uang copetan di tangan akan kuserahkan, saya harus menunggugiliran ke enam belas tanpa kebijaksanaan sedikitpun.
WASKA
Dan karena itu kamu pukul istrimu?
MADEKUR
Bukan karena itu. Itu soal kecil. Ada soal yang lebih besar.
NABI I
Percaya gak? Saya bisa pastikan….
WASKA
Jangan menduga-duga, dengar saja faktanya.
MADEKUR
Inilah soal besar itu: diantara ke enam belas lelaki tersebut adalah Maskat sahabatnya, yang ikut bersetubuh dengan Tarkeni.
WASKA
Apa salah Maskat kalau lelekai-lelaki yang lain berbuat serupa?
MADEKUR
Aku yang meyalahkan!!!
LALU DIA BERKELAHI DENGAN MASKAT SAMPAI MASKAT BABAK BELUK SEMENTARA ORANG-ORANG MELERAIKAN.
MADEKUR
Dengan ini saya umumkan beberapa ketentuan tata-tertib praktek pelacuran Tarkeni:
1. Persetubuhan boleh berlangsung atas dasar suka sama suka.
2. Tarif persetubuhan damai dan dibayar di muka
3. Setiap yang merasa sebagai lelaki boleh ikut dalam transaksi tersebut, kecuali saudara-saudara/famili/sahabat/kerabat dan suaminya.
4. Ketentuan ini berlaku surut, mulai beberapa saat yang lalu
Dan kau terkena ketentuan itu, Maskat!!!.
TARKENI
Aku tidak terima. Aku tidak terima. Ini sama sekali tidak adil kalau dia boleh mencopet siapa saja, kenapa saya tidak boleh ebrsetubuh dengan siapa saja?
WASKA
Apa komentar tuanku?
NABI I
Saya menganggap kecemburuan Madekur pada tempatnya.
WASKA
Ya, memang pada tempatnya, dan tempatnya adalah jiwa yang mentah. Madekur!!!
MADEKUR
Ya bapak.
WASKA
Kau tahu kenapa orang cemburu!?
MADEKUR
Tahu bapak. Karena mukanya jelek
WASKA
Apa mukamu jelek?
MADEKUR
Tidak, bapak.
WASKA
Kalau begitu, kamu tidak usah cemburu dan ketentuan tata tertib di atas dengan ini aku batalkan.
MADEKUR
Jadi, bapak?
WASKA
Tarkeni bebas berstubuh dengan siapa saja, di bayar atau tidak, di muka atau di belakang.
KETIKA WASKA MENCARI TEMPAT DUDUK, ORANG-ORANG SAMA MENYINGKIR MEMBERIKAN TEMPATNYA, DAN TARKENI SELALU DI SISINYA. SEPERTI PUTRID KESAYANGANNYA
WASKA
Aku kecewa sekali kau bertingkah kayak bocah. Seharusnya dulu tak kuijinkan kalian kawin seperti juga saudar-saudara kalian yang lain.
NABI I
Kenapa mereka diijinkan? Apa itu tak bertentangan dengan watak Waska?
SEMAR/WASKA
Apa Waska berwatak? Lagi waska anggap saja perkawinan itu sebagai salah satu bentuk rekreasi dan dengan alas an itu ia mengijinkan perkawinan mereka (selanjutnya pada Madekur sebagai Waska) Tapi itu tidak berarti kuijinkan segala tetek bengek persoala-persoalan seperti cemburu, pertengkaran pura-pura dan tangis-tangisa. Apa itu? Lebih berharga air kelapa!!
TIBA-TIBA WASKA MENYEMBURKAN AIR KELAPA DARI MULUTNYA KEA RAH MADEKUR DAN TARKENI
WASKA
Coba cek basis pertama. Mulai dari Tarkeni. (Tarkeni meludahi Madekur dan Madekur membalasnya) Tidak, Madekur, tidak begitu. Ternyata kau masih cerewet. Apa aku bilang dulu? Pertama-tama kau harus mampu mengubah sikap dan tanggapanmu apabila kamu diludahi. Ulangi lagi dari kau.
MADEKUR MELUDAHI WAJAH TARKENI DAN KEMUDIAN TARKENI MENGUSAP WAJAHNYA
TARKENI
Ludahmu hangat
WASKA
Luar bisaa, luar bisaa, Tarkeni – coba beri rokok!
(Seseorang memberikan rokok)
coba tusuk gigi.
(Seseorang memberikan tusuk gigi padanya)
ajaran terpenting dalam agama kita juga adalah mengenai harga diri. Agama kita mengharamkan pengemisan dan mewajibkan perampasan atau perebutan atau yang sejenis.
MADEKUR
Pencopetan, bapak?
WASKA
Itu permainan anak-anak, tapi baik juga buat melatih keterampilan. Yang penting, yakinlah bahwa agama kita sangat serasi dengan alam, dan kenyataan. Dan tabahlah karena agama kita sebagai agama tertua selalu dimusuhi. Banyak sudah pionir-pionir yang mati dalam memperjuangkan menegakkan agama kita. Betapa pun tabahlah dan sekaligus benggalah sebab penjara di mana-mana berisi saudara-saudara kita seagama dan senasib. Umang-umang.
SESEORANG
Bapak, murid-murid telah datang semua dan pelajaran boleh dimulai.
WASKA TIBA-TIBA BANGKIT DAN MENYEMBUNYIKAN TANGISNYA. TANGIS TUA. SEMUA MURIDNYA CUMA BISA MENUNDUKAN KEPALA MASING-MASING LALU TIBA-TIBA IA MERAUNG. DAN BERSAMAAN DENGAN ITU TERDENGAR SUARA DENTANG BESI YANG MEMEKAKKAN
WASKA
Kita berdoa dan sembahyang dulu
LALU SEMUANYA MELAKUKAN UPACARA SEMBAHYANG DENGAN CARA MASING-MASING. ADEGAN INI SUNGGUH SEREMONIAL SEKALI
Ada murid baru?
SESEORANG
Banyak, bapak. Sebagian mereka adalah anak-anak tanggung yang putus sekolah karena biaya dan sebagian lantaran tidak bisa merasa cocok dengan orang tuanya.
WASKA
Borok
BOROK
Ya, bapak.
WASKA
Ambil sebagian
BOROK
Baik, bapak. Wilayah tetap, bapak?
WASKA
Tetap sekitar jembatan lima sampai batas gereja – Buang.
BUANG
Ya, bapak.
WASKA
Pimpin yang sebagian lagi
BUANG
Baik, bapak.
WASKA
Basis pertama (Lalu orang-orang sama saling meludah) anak-anakku yang baru datang, perlu kalian ketahui kenapa kalian harus segera bisaakan diri saling meludahi. Sebab adat hidup emmang begitu dan kita tak bisa mengelakkannya. Umurku sembilan puluh tujuh tahun dan selama sembilan puluh lima tahun aku diludahi dan sekarang aku kebal.
SESEORANG
Kalau begitu kenapa bapak tidak lagi punya harga diri?
WASKA
Aku yakinkan bahwa kau sendiri tidak mengerti maksud pertanyaanmu, tapi perlu kamu tahu bahwa latihan basis pertama ini sama sekali tidak ada hubungannya dengan soal harga diri. Melainkan latihan mengumpulkan-menghimpun dendam menjadi satu kekuatan yang di luar perhitungan. Kita coba, ludahi aku.
ORANG-ORANG MELUDAHI WAJAH WASKA DAN WASKA DIAM SAJA, TERUS BERKALI-KALI IA MELUDAHI WASKA DAN WASKA DIAM SAJA. ORANG-ORANG ITU SEMAKIN SENANG MELUDAHINYA DAN TIBA-TIBA DI LUAR DUGAAN SAMA SEKALI ORANG ITU TERKULAI
WASKA
Sepintas lalu kelihatannya tak ada harga diri dan kebal, padahal lonjakannya telah mengambil bentuk lain yang ebrnama ‘nekat’. Paham? (tiba-tiba mengibaskan tangannya seperti nyamuk) Sambil lalu, bagaimana berita mengenai tempat ini?
LAIN LAGI
Kita masih bisa berkumpul di sini sampai akhir tahun, bapak.
WASKA
Bagus, tahun depan kita cari tempat yang lebih luas daripada stasiun tua ini. Umang-umang tak boleh putus asa.
ORANG-ORANG
Ya, bapak.
WASKA
Sekarang latihan sendiri-sendiri sesuai dengan bakat masing-masing.
LALU MASING-MASING LATIHAN, ADA YANG LATIHAN NYOPET, NYURI, NGEGANSIR, NGEGARONG, NYAMBRET, NODONG, NGELONTE DAN LAIN-LAIN. DAN BERSAMA DENGAN ITU TERDENGAR DENTANG BESI BERTALU-TALU MEMEKAKAN TELINGA DAN WASKA SENDIRI TERPENTANG BAGAI KRISTUS
NABI I
Semar, lakonmu kali ini pahit sekali dan compang-camping
SEMAR
Aku sendiri tidak tahu lagi. Yang kutahu hanayalh kekecewaan demi kekecewaan yang tak pernah terlintas dalam benakku.
WASKA
Ketika aku dilahirkan, sejak dulu sampai kini pun, aku tetap berpihak kepada cinta. Tapi kejahatan kusaksikan semakin memenuhi sudut-sudut pandangan dan meneyrbu membakar-memusnahkan impian-impian masa kanak-kanakku. Segala macam kekecewaan!
NABI I
Apa tidak ada yang kau matangkan!?
WASKA
Semuanya kumatangkan menjadi kenekatan (Seketika menjadi Waska) Anak-anakku!!, berkeliaranlah sebagai umang-umang dan setialah sebagai umang-umang karena kalian adalah umang-umang
SEKETIKA PENTAS MENJADI SEBAGAI APAI AMARAH DAN SELANJUTNYA SENYAP. DI PENTAS CUMA ADA MADEKUR DAN TARKENI. SISIPAN. BAPAK TARKENI BERKELIARAN DALAM RUANG KOSONG DENGAN WAJAH PENUH TANYA. IA MEMAKAI SEPATU RODA
BAPAK
Ini pasti sungai susu itu
(Lalu lewat Ibu Tarkeni yang membawa sekuntum bunga dengan wajah riang. Dan ia juga memakai sepatu roda)
Itu pasti bidadari. Stop.
(Ia mengejarnya dan kelaur. Begitulah saling berkejaran)
Pasti kamu bidadari
IBU (menyembunyikan wajahnya)
Bukan.
BAPAK
Mengaku saja.
IBU
Bukan
BAPAK
Kalau begitu buka wajahmu
IBU
Malu.
BAPAK
Atau kamu pelacur yang sebulan sebelum saya mati…
IBU (membuka wajahnya)
Setan! Ternyata kamu hidung belang!
BAPAK
Sebentar-sebentar, kamu siapa? Jangan marah-marah dulu. Jelaskan siapa kamu. Rasanya aku pernah melihatmu.
IBU
Coba besarkan mata kamu!
LALU IA MEMBELALAKAN MATANYA
BAPAK
Oh, ibu….
IBU
Jangan sentuh aku. Kau kotor. Tempatmu di neraka nanti.
BAPAK
Bu, sama sekali aku mencarimu di ruangan yang aneh ini.
IBU
Akhirat, goblok.
BAPAK
Ya, bu….
IBU
Jangan sentuh aku. Kau telah nyeleweng.
BAPAK
Jangan dulu bersikap negative begitu. Dengarkan.
Ibu berpaling
BAPAK
Percayalah, bahwa pelacur yang kutiduri itu persis wajah dan tubuhnya dengan kau, bu. Matanya persis matamu. Hidungnya persis hidungmu. Bibirnya persis bibirmu. Segala-galanya persis segala yang kau miliki yang indah dan menggemaskan itu.
IBU MEMATAHKAN BUNGA DARI TANGKAINYA DAN MELEMPARKANNYA
jadi bu, secara rohaniah, malam itu aku tidur denganmu.semuanya adalah rindu kita cinta kita.
IBU
Betul, pak?
BAPAK
Kebenaran selalu sukar diungkapkan
IBU
Oh, pak. Betapa setia kau.(Mereka berpelukan) Omong-omong, kapan kau mati, pak?
BAPAK
Aku tidak bisa mengingatnya. Rasanya sudah lama.
IBU
Apa sebab kamu mati?
BAPAK
Mungkin lantaran TBC, mungkin lantaran aku tak tahan menanggung mal terus-terusan akibat anak kita Tarkeni (Batuk) Batukku enteng dan tidak berdarah lagi.
IBU
Karena kamu telah mati, pak. Kamu dibebaskan dari, bahkan dari penyakit.
BAPAK
Kalau begitu, mati itu enak dong.
IBU
Sudahlah, kau bilang tentang Tarkeni tadi. Kenapa dia?
BAPAK
Seperti kau sendiri tahu, anak kita memang benar pelacur dan aku malu sendiri.
IBU
Boleh saja malu, tapi tak usah terlalu lama.
BAPAK
Kamu bisa begitu. Tapi aku tidak. Selama dia jadi pelacur selama itu pula saya malu. Bagaimana tidak!? Kamu tahu dari buyut saya smapi ayah saya semuanya penghulu dan ulama terkenal, dan Tarkeni….
IBU
Yang penting kita telah berusaha keras menginsyafkan dia dan Tuhan tahu itu.
BAPAK
Tapi ini soal kehormatan keluarga dan sama sekali bukan soal Tuhan. Ha? Aku bilang apa tadi?
IBU
Sudahlah kamu jangan ngaco. Lebih baik kita berdoa sekarang demi anak-anak kita.
BAPAK
Ya, saya akan berdoa biar anak itu tahu betapa besar cinta saya kepadanya dan…
IBU
Sudah
BAPAK
Kesucian namaku dan keluarga haruslah….
IBU
Sudah aku bilang
BAPAK (terus omong tanpa suara)
IBU (Tanpa suara)
MADEKUR
Kalau kau menangis terus begitu. Waska pasti kecewa. Berhentilah. Lupakan semuanya.
TARKENI
Sudah sepuluh tahun aku tak sempat menangis, biarkan aku kini menangis barang dua menit untuk kematian kedua orang tuaku.
MADEKUR
Aku?
TARKENI
Menangislah kalau kau mau
MADEKUR
Aku tidak bisa lagi menangis, juga tidak mengaduh ketika lenganku yang kiri dilindas roda kereta api.
TARKENI
Kalau begitu kau cukup diam dan biarkan aku menangis sebentar (Menangis)
MADEKUR
Kalau sudah, kita harus segera ke kantor Gubernur, kita sangat diperlukan.
TARKENI
Madekur, biarkanlah aku menangis dulu.
MADEKUR
Baiklah, baiklah. Menangislah.
TARKENI LALU MENANGIS. SESEORANG MUNCUL
SESEORANG
Permisi
MADEKUR
Ada apa?
SESEORANG
Mau melonte, Tarkeni nganggur?
MADEKUR
Sedang berkabung.
SESEORANG
Jadi tidak terima tamu?
MADEKUR
Terima. Tunggu saja di kamar.
SESEORANG
Terima kasih. Permisi (Keluar)
MADEKUR
Kita harus segera ke kantor Gubernur
TARKENI
Kenapa?
MADEKUR
Orang tua ku di sana. Mereka mencariku.
TARKENI
Kenapa di sana?
MADEKUR
Mereka tetap berpendapat aku ini Gubernur Jakarta.
TARKENI
Tapi.
MADEKUR
Ayolah kita segera berangkat
LALU MADEKUR MENARIK TARKENI KELUR. DAN KEMUDIAN MUNCUL LELAKI TADI YANG HAMPIR TELANJANG
SESEORANG
Tarkeni, di mana kau?
ORANG ITU TERUS MENCARI MENYERU TARKENI SAMBIL AKHIRNYA KELUAR. DAN BERSAMAAN DENGAN ITU MASUK BEBERAPA ORANG YANG NAMPAKNYA SEDANG BERTENGKAR
BAPAK
Coba, aku sudah menyebut namaku, aku sudah sebut nama anakku, aku sudah sebut pangkat anakku, aku mesti menyebut apalagi supaya boleh bertemu dengan anakku.
RESEPSIONIS
Bapak boleh bertemu dengan anak bapak, tapi tidak di sini.
BAPAK
Di mana? Di mana? Di rumahnya? Aku belum tahu di mana rumahnya. Di sini sudah jelas kantornya, dan di sini sudah jelas lebih gampang aku bisa menemuinya, kenapa tidak boleh?
IBU
Barangkali dia sedang…. Sedang repot, pak. Dinas, rapat.
BAPAK
Saya tidak peduli dia sedang apa, saya hanya perlu ketemu sekarang juga, sebentar, non. Coba jawab pertanyaan saya. Nona tahu buat apa saya perlu ketemu anak saya alias Gubernur?
RES
Bagaimana saya tahu?
BAPAK
Itulah! Sebab itulah non tidak boleh gegabah pada siapa saja yang bernama tamu. Nah, biar jelas saya akan uraikan secara panjang lebar kenapa dan dengan apa saya perlu bertemu dengan anak saya alias Gubernur.
RES TANPA PEDULI MULAI MAKAN SIANGNYA
BAPAK
Sebentar, non mau dengarkan saya atau makan saja?
RES
Saya lapar. Ini jam istirahat.
IBU
Kelihatannya enak ya non.
BAPAK
Baiklah saya izinkan kau makan sambil mendengarkan saya. Saya mau bicara apa tadi, bu?
IBU
Kenapa….
BAPAK
Saya sudah tahu. Ya, kenapa dan dengan tujuan apa saya ingin ketemu dengan anak saya alias Gubernur? Sebab sudah bertahun-tahun gubernur itu tidak pernah lagi mengirim wesel kepada saya. coba tahu nona alasan apa dia tidak mengirimkan lagi wesel-wesel itu kapada saya?
RES
Saya kira tidak ada alasan untuk melupakan orang tuanya.
BAPAK
Setidak-tidaknya ia bisa menyuruh ajudannya untuk mengirimkan wesel itu ke desa saya.
RES
Lalu tujuan bapak ketemu?
BAPAK
Ada dua. Pertama, memarahinya dan kedua membujuknya. Sebentar, Bu, kappa dia terakhir kali mengirim wesel?
IBU
Dua maulud yang lalu.
BAPAK
Kau pelupa. Tidak mungkin. Coba, darimana kita dapat uang seminggu yang lalu untuk naik bus!?
IBU
Kamu yang lupa. Seminggu yang lalu kita resmi jadi pengemis.
BAPAK (Marah)
Sekali lagi sebut kata itu saya jambak! (Menunjuk Res) siapa itu?
IBU
Orang lain, pak.
BAPAK
Nah, jangan bikin malu – non, dengar apa yang kami percakapkan barusan?
(Res menggelengkan kepalanya dan menyelesaikan suapannya)
BAPAK
Sayang sekali, tapi tidak apa. Kami baru saja membicarakan keistimewaan anak kam alias gubernur. Ketika dia lahir kepalanya bercahaya.
IBU
Dan sehari sebelum melahirkannya, say abaca di lanit yang bru tulisan arab yang bunyinya Madekur.
RES
Saya ulangi lagi, pak. Nama anak bapak Madekur, bukan?
BAPAK
Tepatnya Muhammad Madekur.
RES
Ya, Muhamad Madekur. Sedangkan nama gubernur adalah Mohamad Mabrur
BAPAK
Pasti itu nama samaran
IBU
Kedengarannya hampir sama, tapi tidak sama. Bagaimana pun kita harus menyesal karena kita tidak memberinya nama Mabrur ketika dia lahir.
BAPAK
Tidak usah menyesal karena dia toh akhirnya bisa pilih nama sendiri
IBU
Dan dipikir-pikir antara nama Madekur dengan Mabrur nggak begitu berbeda ya pak?
BAPAK
Cuma beda beberapa huruf saja. Apa harus jadi soal?
MUNCUL MADEKUR DAN TARKENI
MADEKUR
Pak.
BAPAK DAN IBU DIAM SAJA
TARKENI
Bu
JUGA BAPAK DAN IBU DIAM SAJA. ANEH.
BAPAK
Maaf, saudara siapa? Mau cari siapa?
MADEKUR
Madekur, pak. Anak bapak.
BAPAK
Madekur siapa anak bapak siapa?
MADEKUR
Kita jelaskan nanti di rumah. Kita pulang sekarang.
BAPAK
Kita kita siapa pulang pulang ke mana?
MADEKUR
Jangan main-main, pak. Ini kantor….
BAPAK
Sejak tadi sebenarnya aku ingin mengatakan hal itu dan terus terang aku jengkel karena pertanyaanmu terus nerobos sementara aku tak tahu siapa kalian.
MADEKUR
Aku anak bapak dan ini menantu bapak.
BAPAK
Tidakm, nak. Cara kalian menipu orang tua terlalu kasar dan aku tidak akan terkecoh.
TARKENI
Apa yang terjadi?
BAPAK
Penipuan
IBU
Ya, penipuan di siang bolong. Toloooong!
BAPAK
Sudah jelas anakku gubernur dan kalian mengaku diri sebagai anakku?
MAD /TAR
Pak, dengar.
IBU
Polisi, tolong!!
ORANG-ORANG MEMBERIKAN PERTOLONGAN YANG DIMINTA, JUGA BEBERAPA POLISI DATANG. DAN SEMUA ORANG DAN POLISI MENANYAKAN PERSOALANNYA KEPADA IBU DAN BAPAK. IBU MENJELASKAN SECARA BERAPI-API ‘PENIPUAN’ TADI. SEBALIKNYA, MADEKUR TARKENI JUGA MENCOBA JUGA MENJELASKAN HAL YANG SEBENARNYA SECARA MATI-MATIAN. SECARA SUSAH PAYAH. AKHIRNYA ORANG-ORANG BERSAMA POLISI-POLISI MENYERET MADEKUR TARKENI KE KANTOR POLISI.
LANTARAN RIBUTNYA ORANG-ORANG, LANTARAN TIAP-TIAP ORANG INGIN MENONJOL MENYELESAIKAN PERSOALAN TERSBEUT, MAKA TIBA-TIBA SESEORANG NAIK KE MIMBAR DAN MENGANGKAT DIRINYA SEBAGAI KETUA SEKALIGUS MEMBENTUK APA YANG DISEBUTNYA ‘PANITIA PENYELESAIAN PERSOALAN PERTIKAIAN SEJENIS
KETUA
Perhatian! Perhatian! Jangan bertindak sendiri-sendiri! Jangan menafsirkan sendiri-sendiri! Jangan menjadi hakim sendiri-sendiri! Jangan menjadi jaksa sendiri-sendiri! Jangan menjadi advokat sendiri-sendiri! Jangan jangan jangan!
Daripada saudara-saudara rebut semrawut begitu tanpa pangkal ujung, pilihlah seorang ketua. Daripada saudara-saudara akan babak belur lantaran bertikaian kata tanpa kejelasan pokok, pilihlah tunjuklah seorang ketua. Daripada saudara-saudara tidak punya ketua, tunjuklah saya sebagai ketua.
ORANG-ORANG MEMPERCAKAPKANNYA SEHINGGA KEMBALI REBUT LAGI. DAN TAMBAH LAMA TAMBAH REBUT. KEMUDIAN SANG KETUA MENJERIT KERAS SEKALI HINGGA SEMUA ORANG BERHENTI BICARA TERKEJUT
ORANG-ORANG
Kenapa? Kenapa?
KETUA
Aku Cuma menjerit agar saudara-saudara kembali memperhatikan saya. Terus terang saya tidak tega membiarkan saudara-saudara bercakar-cakaran hanya untuk mencari nama yang tepat dan orang yang tepat sebagai ketua. Apa saudara-saudara suka berdebat?
ORANG-ORANG
Tidak
KETUA
Bertengkar barangkali?
ORANG-ORANG
Tidak
KETUA
Kalau begitu percayakan semua itu kepada saya dan biarkan saya jadi ketua
(Orang-orang diam kayak patung)
sesuai dengan pepatah kita ‘diam artinya setuju’ terima kasih, saudara-saudara. Persoalan kedua adalah kita harus menetapkan saya sebagai ketua apa, sebab tidak mungkin saya bisa bekerja sebagai ketua tanpa tugas-tugas serta skop yang jelas mengenai…
(Semua orang ribut lagi. Untuk menenangkan mereka sang ketua tiba-tiba menyanyi)
terima kasih atas perhatian. Dan sebaliknya saudara-saudara harus berterima kasih kepada saya sebab saya telah menemukan jawaban yang kita sama-sama sedang cari yaitu ketua apakah saya? Jawabannya sebagai berikut:
1. Menimbang bahwa perlu adanya seorang ketua untuk menghemat waktu, kata-kata dan biaya dan terutama untuk menghindari semua orang jadi ketua sendiri-sendiri!
2. Berhubung saya sudah terlanjur jadi ketua!
3. Maka perlu adanya sesuatu yang diketuai!
Dengan ini saya sebagai ketua memutuskan bahwa saya adalah ketua “Panitia Penjernihan Persoalan Pertikaian Sejenis”
(Orang-orang telah rebut lagi. Dan belum sang ketua melakukan sesuatu, mereka telah diam)
Terima kasih saudara-saudara makin tahu diri. Nah, jangan saudara-saudara mengira saya tidak tahu apa yang saudara-saudara ributkan. Saya tahu. Saya tahu. Bukankah saudara-saudara mempeributkan arti dan makna serta hakekat dari kata ‘sejenis’?
(Orang-orang diam)
nah, marilah kita kesampingkan arti makna dan hakekat kata sejenis, sebab yang penting kata sejenis enak bunyinya, lebih-lebih pada sesuatu rentetan seperti tersebut di atas. Nah, sekarang sebagai ketua biarkan saya memainkan peranan saya (KEpada bapak dan ibu) Ada persoalan apa?
BAPAK
Dia mengaku anak saya
KETUA (Kepada Mad / Tar)
Ada persoalan apa?
MADEKUR
Dia mengingkari bahwa dia bapak saya dan saya anaknya
KETUA
Bapak siapa?
BAPAK
Saya bapaknya
KETUA
Anak bapak siapa?
BAPAK
Anak saya gubernur
KETUA
Saudara gubernur?
MADEKUR
Bukan
KETUA
Kalau begitu jelas saudara bukan anak orang itu
MADEKUR
Pak
IBU
Akuilah dirimu gubernur, nanti kami akan menerima kamu kembali sebagai anak. Akuilah, nak. Berikan kehormatan pada kami karena kehormatan adalah mahkota kebahagiaan kami.
TARKENI
Apa pikiranmu?
MADEKUR (Kemelut sekali pikirannya)
Kita harus tetap berusaha agar mereka mau menerima kita sebagai pencopet dan pelacur
KETUA
Bagaimana saudara?
MADEKUR
Pak, alasan bapak ibu menolak kami sebagai pencopet dan pelacur?
BAPAK
Kalian sendiri pernah bilang lantaran tidak sesuai dengan impian
IBU
Kecuali impian buruk
MADEKUR
Bapak tahu bahwa semua orang sama saja?
BAPAK
Tahu
MADEKUR
Bahwa pada dasarnya semua orang sama-sama suka mencopet dan melacur?
BAPAK
Tahu
IBU
Tapi, anakku. Adalah suatu kebajikan apabila kita membungkus kedua kata itu dengan kata-kata yang lain
MADEKUR
Lalu alas an apa maka bapak ibu mengingkari kami sebagai pencopet dan pelacur, memaksa kami mengakui diri kami sebagai gubernur?
BAPAK
Karena sesuai dengan impian
IBU
Anakku, insyaflah. Pintu masih terbuka
KETUA (setelah pause)
Jadi, bagaimana?
MADEKUR
Kalau begitu, memang dia bukan bapak saya
TARKENI
Mad
BAPAK
Selamat jalan anakku
IBU
Pak
MADEKUR
Kalau dalam tempo satu tahun in dia masih hidup, akan saya bunuh dia (Keluar)
TARKENI (Mengikuti)
Mad
BAPAK
Adalah gila kalau saya menerima dia sebagai pencopet
IBU
Betul, pak. Tapi….
BAPAK
Saya tahu saya akan tergeletak di jalanan dilindas truk atau bis Jakarta. Saya tahu saya akan mati tepat ketika saya membayangkan betapa hebat dia jadi gubernur. Saya mengangankan hal itu untuk pertama kalinya ketika dia masih berumur empat tahun. Dan rupanya saya akan mati dilindas truk atau bus Jakarta, tepat ketika saya membayangkan keindahan itu (melambaikan tangan) Selamat tinggal anakku.
KETUA
Kesimpulannya, anaknya adalah gubernur
MAKA SEMUA ORANG MEMBERIKAN SELAMAT KEPADA NYA DAN BAPAK SEMAKIN MELANGIT KEPUASANNYA, SEMENTARA IBU SEMAKIN DERAS CUCURAN AIR MATANYA. DAN ORANG-ORANG ITU KEMUDIAN MENINGGALKAN MEREKA, KECUALI RESEPSIONIS YANG KINI TELAH BERUBAH BERWARNA HITAM SELURUHNYA ATAU UNGU TUA
KETUA
Terima kasih atas kesempatannya, pak, bu
BAPAK
Terima kasih kembali, nak
LALU KETUA PERGI. IBU SEMAKIN MENCUCURKAN AIR MATANYA
BAPAK
Kita mulai, bu?
IBU MENGANGGUK SAMBIL MENGHAPUS AIR MATANYA. LALU KEDUANYA DALAMLAGAK GAGAH PEMBESAR MENDEKATI RESEPSIONIS
BAPAK
Selamat siang
RES
Selamat siang, keperluan?
BAPAK
Ketemu gubernur
RES
Nama bapak?
BAPAK
Lagi-lagi nama
RES
Jadi bapak…?
BAPAK
Masa tidak tahu
IBU (sambil mencucurkan air mata)
Lupa?
BAPAK
Pangling?
RES
Bapak….?
BAPAK
Mulai ingat kan?
IBU
Coba terka siapa kami?
RES
Kalau tidak salah….?
BAPAK
Tidak
IBU
Pasti tidak salah
RES
Bapak adalah bapak dari….?
BAPAK
Satu kata lagi
IBU
Ayo
RES
Dari….
BAPAK
Jangan putus asa
RES
Gubernur
BAPAK (Terharu)
Luar bisaa, nak. Daya ingatmu luar bisaa.
IBU (airmata)
Terima kasih nak
BAPAK
Saya akan usulkan agar kamu diangkat menjadi sekda
RES
Terima kasih pak
BAPAK
Soal kecil
RES
Kebetulan bapak gubernur sedang menuju kemari
BAPAK
Luar bisaa gagahnya
IBU
Iya pak
BAPAK
Persis ketika dia masih berusia empat tahun
IBU
Iya pak
BAPAK
Biarkan dia lewat ke sini
IBU
Iya pak
BAPAK
Biarkan ia pingsan terkejut bertemu dengan bapak ibunya secara tidak dinyana
MUNCUL MADEKUR DAN TARKENI
MADEKUR
Pak
TARKENI
Bu
BAPAK
Gubernurku
MEREKA SALING BERPELUKAN DAN RESEPSIONIS MENGELUARKAN SAPU TANGAN PUTIH
MADEKUR
Lebih baik kita langsung pulang ke rumah
TARKENI
Di kantor tidak bebas
BAPAK
Setuju, setuju. Aku tidak sabar ingin lihat perabotan yang mewah itu
IBU
Ya, pak. Iya
BAPAK
Ini kesempatan nonton televise. Ada kan?
TARKENI
Kasihan bapak ini. Cita-citanya nonton televise
BAPAK
Buat apa sebenarnya telor mata sapi itu?
IBU
Apa ya nak?
TARKENI
Telor ceplok
BAPAK
Namanya lebih bagus. Pasti lebih enak
IBU
Kau nanti sarapan itu, pak
MADEKUR
Kita berangkat sekarang
BAPAK
Aku berangkat, aku berangkat
RES
Selamat jalan pak
BAPAK
Selamat tinggal nak
SAMBIL MELAMBAIKAN TANGAN, BAPAK KELUAR DIIKUTIOLEH CSNYA DAN BERSAMAA DENGAN ITU MUNCUL SEROMBONGAN ORANG-ORANG YANG MENGANGKAT MAYAT DAN SELANJUTNYA PEMAIN-PEMAIN SEPERTI BAPAK CS MENGIKUTINYA. DI BELAKANG SEKALI ADALAH IBU YANG MELANGKAH TERSNEDART SAMBIL MENAHAN TANGISNYA DAN BERKERUDUNG HITAM.
WASKA MUNCUL MERAUNG-RAUNG KAYAK ORANGGILA, SEBENTAR KEMUDIAN IA MENANGIS, SEBENTAR KEMUDIAN MERAUNG-RAUNG MENYERAMKAN SEPERTI SEEKOR SERIGALA.
NABI
Kenapa itu Waska?
SEMAR
Ia sedang marah pada dirinya sendiri
KEMBALI WASKA MERAUNG-RAUNG PERSIS SEEKOR SINGA TUA YANG INGIN BEBAS DARI TERALI JEBAKANNYA
SEMAR
Waska juga berontak ingin lepas dari penjaranya yang bernama diri sendiri
NABI
Kasihan. Kenapa kalap begitu
KEMBALI WASKA MERAUNG-RAUNG PERSIS SEEKOR SINGA TUA YANG KESEPIAN DI GUNUNG JURANG PADA SUATU SENJA
NABI
Kenapa lagi dia?
WASKA
Aku kesepian
KEMUDIAN DIA KAYAK ORANG SEKARAT. BARING, BANGKIT, LONCAT JATUH BANGKIT LAGI KESANA KE SINI
NABI
Sekarang saya mengerti. Pasti Waska sedang dirundung gandrung cinta
SEMAR MEMBERIKAN ISYARAT AGAR JANGAN BICARA KERAS-KERAS
SEMAR
Jangan keras-keras, nanti semua orang dengar. Waska malu mengalami hal itu, hal yang selama hidupnya yang panjang diingkarinya. Hampir satu abad ia bebas dari hal itu dan selama itu ia berhasil tidak pernah jatuh cinta kecuali melampiaskannya saja nafsu birahinya secara hewani saja.
Tapi tiba-tiba pada suatu malam, tanpa sengaja terpandang olehnya mata perempuan itu, mata yang sangat indah
NABI
Mata siapa? Perempuan siapa?
WASKA (Sambil keluar)
Aku malu. Aku malu! (Meraung)
SEMAR (Ngintip)
Mata itu mata Tarkeni. Tarkeni perempuan itu (Keluar)
NABI
O….
NYANYIAN
Angin bergelombang di atas gelombang
Dihembus cinta
Sebungkah karang gersang
Mulai goncang
Bagian bawahnya
NABI
Diam. Madekur dan Tarkeni akan melanjutkan lakonnya.
MUNCUL MADEKUR BERSIMBAH DARAH TANPA SEPOTONG TANGANNYA LAGI DIIKUTI OLEH TARKENI YANG SEMAKIN TEBAL RIANYA DAN JALANNYA SUDAH NGEGANG
NYANYIAN
Setelah badan bersimbah darah
Setelah tangan putus dua-dua
Setelah mata cacat sebelah
Setelah wajah luka-luka
Apa yang akan kau lakukan
MADEKUR
Mencopet dan terus mencopet. Kalau bisa aku juga akan terus mencopet setelah aku mati
NYANYIAN
Dan kau Tarkeni
Setelah keindahanmu busuk
Apakah akan terus melonte?
TARKENI
Aku tidak pernah berpikir sebelum melakukan sesuatu. Dan aku tidak suka dipusingkan oleh pertimbangan-pertimbangan yang akan menyebabkan aku jadi pintar. Yang pasti kami, aku dan Madekur akan tetap saling setia, sebab kami saling mencinta
MADEKUR
Aku mencintaimu, dan aku selalu gemas seperti pada hidup ini
TARKENI
Aku juga, aku juga Madekur
KEMUDIAN KEDUANYA BERCIUMAN SANGAT ERAT TANDAS
MADEKUR (meludah)
Baumu mulai busuk
TARKENI
Nanah tidak bisa dibendung lagi, Madekur.
MADEKUR
Bagaimana pun aku mencintaimu, tapi aku tidak bisa mengingkari penyakit sipilismu. Penyakitmu sudah sedemikian rupa dan terus terang aku hampir muntah
TARKENI
Mau apa lagi?
MADEKUR
Ya, mau apa lagi? Kita telah meludahi
TARKENI
Sekarang kita diludahi
MADEKUR
Ya, mau apa lagi? Karena kita tak pernah bisa meludahi wajah sendiri
NABI
Apa cuma itu yang bisa kamu lakukan?
MADEKUR
Banyak
NABI
Kenapa tidak lainnya?
MADEKUR
Dengan meludah, aku merasa telah melakukan segalanya
TARKENI
Suaramu mulai mirip suara Waska
TIBA-TIBA MADEKUR MENEMPELENG ISTRINYA DAN DIA KELUAR. TARKENI TIDAK PAHAM MENGEJARNYA. TEPAT DUA DETIK SEBELUM ORANG-ORANG BERLARIAN DI KEJAR-KEJAR POLISI, DAN BEBERAPA SAAT KEPANIKAN TERJADI DI PENTAS. DAN SEMENTARA ITU ORKES MENYANYIKAN ‘TAK PERNAH MUTLAK GELAP
IBU
Mad, Mad…
MADEKUR DAN TARKENI DIAM SAJA
IBU
Kau lupa suara ibumu?
MADEKUR
Tidak
IBU
Kenapa kau diam saja?
MADEKUR
Suara itu selalu menyiksa
IBU
Aku menyesal kau berkata begitu
MADEKUR
Suaramu selalu tangis atau bujukan serta janji
IBU
Mad
MADEKUR
Aku ingin melupakanmu. Aku ingin melupakanmu tapi aku tidak bisa; setiap mencoba lupa, wajahmu kian nyata
IBU
Niatmu jahat, padahal aku tidak pernah bisa berniat melupakanmu lantaran aku pun tidak bisa melupakan rasa sakit ketika melahirkanmu dan kegelian pertama pada tetekku ketika kamu menyusu
MADEKUR
Bu, bu.
IBU
Kamu pasti kedinginan, ataukah kamu merasa pedih pada luka-luka dan borokmu? Atau tangamu yang putus itu masih kamu rindukan dan sesalkan?
MADEKUR
Aku memanggilmu karena kangen, diam-diam aku kangen. Malu-malu aku kangen, malu ketika aku membayangkan kau jadi istriku
IBU
Anakku, anakku!!
TARKENI
Betul kamu pernah berpikir begitu?
MADEKUR
Ya. Semuanya berantakan
TARKENI
Seharusnya kau tak boleh
MADEKUR
Seharusnya! Seharusnya!
IBU
Mad, seharusnya kau menjadi gubernur
MADEKUR
Seharusnya aku menjadi nabi
IBU
Setiap kali aku mendnegar kalimatmu, aku jadi bertanya-tanya, apakah air susuku dulu beracun!?
MADEKUR
Boleh jadi racun itu menjadi sempurna bercampur dengan air sumur yang bau busuk dan udar yang mengandung wabah cacar dan tebece
IBU
Kamu kurang punya rasa syukur, nak
MADEKUR
Tuhan lebih tahu. Biarkan aku tidur sekarang dan jangan bangunkan , sang surya lebih tahu kapan saatnya membangunkanku
KETIKA MADEKUR TIDUR, TARKENI MASIH MELEK SAJA, DIAM SAJA
TARKENI
Betul-betul di luar dugaan sama sekali. Bau tanah pesawahan hanya bersisa dalam kenangan samara-samar (Membaui dirinya sendiri)
MADEKUR
Tidurlah kau. Tidak akan ada lagi yang tertarik menghampiri kamu
TARKENI
Kemarin malam ada seseorang
MADEKUR
Aku tahu pasti. Orang itu sangat tua, sangat kurus, sedikit bungkuk dan memerlukan tenaga banyak dalam bernafas. Orang tua itu pensiunan juru rawat
TARKENI
Memang
MADEKUR
Tidurlah, malam ini kamu tidak akan punya tamu lagi
TARKENI
Tuhan yang tahu
MADEKUR
Pensiunan itu telah mati tadi pagi di selokan
TARKENI
Aku yakin masih banyak lelaki tua dan bungkuk di dunia ini
MADEKUR
Semuanya sudah mati di selokan
TARKENI
Kalau benar begitu, anak-anak dungu dan sedikit sinting pasti sudah ada
MADEKUR
Banyak
TARKENI
Nah, biarkan aku melek dan tidurlah kau
LALU SEMUA ORANG TIDUR DAN KEMUDIAN SAYUP-SYAUP TERDENGAR SUARA WASKA MERAUNG TUA DAN KELIHATAN SAMARA-SAMAR IA KOMING. DAN SEMENTARA ITU TARKENI MENYANYI, KEMUDIAN TARKENI KELUAR. KEMUDIAN WASKA KELUAR, DAN SEMUA ORANG BANGKIT KARENA MATAHARI TELAH MULAI NAIK.
IBU MAD
Ibu yakin kau cuma sombong. Sejak kecil memang kau punya sifat itu
BAPAK MAD
Aku kira juga selain itu kamu memang gampang patah hati
MADEKUR
Yang pasti aku cuma jengkel
BAPAK TAR
Tapi bodoh kalau kamu mengisi seluruh waktu dan kesempatanmu hanya untuk berjengkel-jengkelan
IBU TAR
Kenapa mesti jengkel sih?
MADEKUR
Sudahlah, tidak usah kalian hiraukan aku. Semuanya, segalanya cuma persoalan najis, dan aku tidak mau membungkus persoalan itu dengan segala macam hal-hal yang besar yang agung
IBU MAD
Tapi nak
BAPAK MAD
Tapi nak
MADEKUR
Tapi tapi tapi. Semuanya di seberang tetapi semuanya tetapi
IBU MAD
Masih ada pilihan lain daripada apa yang sudah kamu pilih selama ini
MADEKUR
Aku tidak pernah memilih sejak lamaran-lamaran kerjaku ditolak kantor demi kantor, pabrik demi pabrik
BAPAK TAR
Kamu juga bisa jadi penghulu atau ulama kalau mau
MADEKUR
Terlalu banyak pejabat-pejabat macam gitu. Sudah, aku tak mau lagi membagi-bagi nafkah mereka
BAPAK MAD
Jadi gubernur aku kira lebih cocok
MADEKUR
Jadi, apapun, siapapun cocok atau tidak cocok. Dalam pengalamanku aku belum pernah menjumpai soal cocok-cocokan
IBU MAD
Kalian semua kejam dengan menyodorkan segala macam pekerjaan atau jabatan yang sudah jelas tidak dapat dia capai. Dalam keadaan seperti itu kita harus menyarankan kepadanya jalan lumrah sebagaimana umunya telah ditempuh banyak orang. Mengemislah, anakkku. Jalan ini adalah jalan paling mulia diantara jalan-jalan yang tidak mulia
MADEKUR
Pada waktu kecil aku pernah bercita-cita menjadi guru atau seorang mantra kesehatan. Kalian pasti masih ingat pak Guru Toha yang lembut itu. Aku masih bisa mengingat wajahnya dengan jelas seperti juga wajah pak Mantri Barnas
IBU TAR
Tangan orang tua itu selalu bersih seperti wajahnya
BAPAK TAR
Dia memang muslim sejati seperti aku
BAPAK MAD
Aku ingat seorang lagi yang mengesankan di desa kita, pensiunan lurah Wartama. Caranya berjalan gagah sekali
IBU MAD
Ayam-ayam minggir semua kalau ia lewat
BAPAK MAD
Bukan saja ayam. Kerbau juga
BAPAK TAR
Guru itu
IBU TAR
Mantra itu
BAPAK MAD
Lurah itu
MADEKUR
Tuhan, kenapa dikau tinggalkan daru. (Eli-eli lamma sabaktani)
IBU
Bangun anak-anakku, pintu-pintu telah terbuka. Restoran-restoran telah dibuka. Warung-warung juga, segala macam rezeki menanti kita
SEMUA TERJAGA DAN BANGKIT
IBU
Alat-alat sudah siap? Mental-mental sudah siap? Jangan lupa menangkap lalat dan kumpulkan lalu tempelkan di borok kalian masing-masing
SEMUA
Semua sudah siap, bu
IBU
Tuhan membenihkan rezeki dimana-mana, bahkan di antara sampah-sampah
SEMUA
Syukur alhamdulillah
IBU
Memang kita harus selalu bersyukur. Bagaimana pun kita berangkat sekarang. Bismillah.
SEMUA
Bismillah
BARU SAJA SATU LANGKAH MEREKA PORAK PORANDA LANTARAN DIKEPUNG OLEH POLISI DAN TEAM PENETIB KEINDAHAN KOTA. DAN AKHIRNYA SEMUA KELUAR, BEBERAPA SAAT KEMUDIAN SECARA MENGENDAP-ENDAP MEREKA MUNCUL LAGI
SESEORANG
Ada apa tadi?
SESEORANG
Saya kira gempa
SESEORANG
Pemebrsihan apa?
SESEORANG
Pembersihan sampah
SESEORANG
Sampah?
IBU
Mereka hanya mau menyembunyikan dosa mereka sendiri
SESEORANG
Saya tidak bisa tenang kalau selalu dibikin kaget begitu. Jantung saya lemah
IBU
Kalau begitu, marilah saya hibur
POLISI-POLISI DATANG LAGI DAN MEREKA BUYAR LAGI. DAN BEBERAPA SAAT LAMANYA PENTAS KOSONG. KARENA TERLALU LAMA NGGAK ADA PERMAINAN NABI-NABI JADI CURIGA.
NABI
Kenapa mereka nggak muncul?
NABI
Hilang lagi kayak dulu?
SEMAR (Muncul)
Kalau pentas kosong selalu membingungkan penonton, tuanku. Padahal maksud kami sekedar ingin memberi tahu bahwa para pengemis itu semuanya tertangkap tanpa terkecuali dan mereka disekap dalam rumah sosial
BEBERAPA ORANG MUNCUL DAN LANGSUNG TIDUR DI SUDUT
NABI
Kenapa mereka?
SEMAR
Beberapa minggu kemudian sebagian demi sebagian mereka lari
NABI
Apa sebabnya?
SEMAR
Seperti juga orang-orang kaya, para pengemis juga punya sifat loba dan tamak. Mereka ingin makan lebih banyak meskipun sisa dan bercampur kotoran
NABI
Begitu?
SEMAR
Begitulah adnya, tuanku. Maaf, tuanku adegan selanjynya seudah siap dan akan dimainkan
NABI
Adegan yang mana Semar?
SEMAR
Adegan Waska sakit
KEMUDIAN WASKA BERBARING DAN ORANG-ORANG MENGERUMUNINYA
SESEORANG
Jangan mati dulu bapak
WASKA MENYEMBUR ORANG ITU
WASKA
Kalau aku mati memangnya kenapa?
SESEORANG
Saya sedih, bapak
WASKA
Alaaaah, sudah. Jangan berpura-pura
SESEORANG
Tapi setidak-tidaknya sempatkan berpidato dulu, bapak.
SEMUA ORANG MENGIYAKAN
WASKA
Umang-umang anakku, soal mati itu urusan Tuhan yang maha kuasa. Karenanya tidak perlu lagi kita pusingkan, persoalan terpenting hanyalah soal stasiun tua ini. Aku ingin kita sudah pindah sebelum saya mati.
SESEORANG
Beres bapak
WASKA
Kembali soal mati, dapat saya katakana bahwa pada umumnya orang mengisi waktu dan usianya dengan segala macam kegiatan yang mengarah pada suatu angan-angan yang gila, yaitu…. Eh, begini sederhananya: hidup bagi sebagian besar orang adalah persiapan untuk menghadapi cara mati. Untuk saya pribadi….
SESEORANG DAN LAIN-LAIN
Nanti dulu bapak, nanti dulu
WASKA
Belum, belum. Saya bicara apa tadi?
SESEORANG
Untuk saya pribadi
WASKA
Untuk saya pribadi hidup adalah hidup, mati adalah mati
SESEORANG
Maksud bapak?
WASKA
Aku sendiri tidak begitu jelas
WASKA LALU BANGKIT DAN BERGERAK
SESEORANG
Kemana bapak?
WASKA
Mau ngopi
NYANYIAN ANGIN BERGELOMBANG, WASKA MUNCUL LAGI MERAUNG MARAH. NYANYIAN LAGI. WASKA MUNCUL LAGI, MARAH, NYANYI DAN TERUS NYANYI SAMPAI TERDENGAR SUAR TEMBAKAN YANG SANGAT MEMEKAKAN TELINGA YANG MENJADIKAN SEMUA ORANG TERDIAM DAN FIRASAT MASING-MASING MENGATAKAN BAHWA ITU PASTI KEMATIAN WASKA
DAN BENAR KEMUDIAN MUNCUL SEMAR DENGAN SAPU TANGAN SEDIHNYA.
NABI
Siapa yang mati, Semar?
SEMAR
Waska
SESEORANG
Polisi yang nembak? Karena ia melarikan diri? Atau salah seorang di antara kita yang dengki? (Baris ini menyebabkan Madekur merasa nggak enak) jelaskan kalau memang jelas, Semar!
NABI
Siapa yang menembaknya?
SEMAR
Mula-mula begini…..
SESEORANG
Tidak perlu bagaimana permulaannya, yang penting siapa yang menembak. Kalau ada persoalan, itu urusan mereka berdua. Kita hanya perlu tahu siapa yang menembaknya.
SEMUA ORANG MENDUKUNG ORANG TADI
SESEORANG
Bagaimana pun, kita banyak berhutang kepada Waska. Bukan saja ia telah memberikan jalan terang kepada kita ketika kita luntang-lantung meraba-raba hampir putus asa dalam kegelapan dan kesemrawutan jalan-jalan Jakarta.
SESEORANG
Ia juga menuntun kita setiap kali kita tersesat ke dalam sikap putus asa
SESEORANG
Ia juga memutuskan tali yang telah dipersiapkan buat menggantung leher kita sendiri
SESEORANG
Ia yang mengurungkan telunjuk kita menarik pelatuk pistol yang akan ditembakkan atas kepala kita
SESEORANG
Dan ia yang menyadarkan dan membangunkan harga diri kita
SESEORANG
Dan ia juga yang membelokkan kita dari jalan hina para pengemis
SESEORANG
Singkat kata, dialah ‘api nan tak kunjung padam’ bagi barisan para penganggur yang memenuhi kota-kota yang gemerlap namun gelap, yang gelap namun gemerlap
SESEORANG MENANGIS SANGAT MEMILUKAN SEKALI
SESEORANG
Tangis yang panjang yang paling panjang yang pilu yang paling pilu tak akan juga seimbang untuk menghormati jenazah yang mulia itu. Tuhan, Tuhan…
NYANYIAN
Angin berwarna ungu
Angin berwarna ungu
Menghembus perlahan batang-batang
Cemara yang kelabu
Dan sepi menunggunya
Dan sepi menunggunya
Waska
Lelaplah dalam senyap
Lelap lelap senyap senyap
Angin berwarna ungu
NABI
Sebentar, Semar. Saya kira orang-orangmu sudah keterlaluan menanggapi tokoh Waska
SEMAR
Saya kira juga, tuanku. Malah lebih dari itu, mereka sudah menyimpang dari teks
SESEORANG
Sebentar, sebentar, jangan ngobrol yang tidak-tidak dulu. Pertanyaan kami belum dijawab. Siapa yang menembak Waska?
SEMAR
Waska ditembak tepat pada pelipisnya dengan lubang peluru yang mengagumkan lurusnya dan penembaknya adalah Waska sendiri.
SEMUA ORANG MENGATAKAN BAHWA PERBUATAN ITU TIDAK MUNGKIN DILAKUKAN OLEH WASKA
SEMAR
Coba, tenang sebentar. Jangan bicara sendiri-sendiri. Kalau terus kalian bicara begini, penonton yang sebenarnya dan nanti mereka menduga-duga secara berlebihan seperti bisaanya
SESEORANG
Saya tahu motif serta alas an mengapa Waska bunuh diri
SEMAR
Kamu tidak tahu. Yang tahu Cuma Arifin, saya dan Tuhan. Sebab itu dengarkan. Waska bunuh diri karena malu
SESEORANG
Lantaran hutang?
SEMAR
Selebihnya bukan urusan kamu dan siapapun. Itu semata-mata urusan Waska sendiri, pribadi
SEMUA ORANG SEKETIKA MUNDUR KETIKA MUNCUL TARKENI YANG EMRAYAP-RAYAP SECARA MENGERIKAN SEKALI. SELURUH TUBUHNYA PENUH DENGAN BOROK KECIL-KECIL YANG SEMUANYA BERNANAH. SETIAP BOROK KECIL ITU DIBUMBUI OLEH BEBERAPA EKOR LALAT, SEMENTARA DARAH KERING DI PINGGIR-PINGGIRNYA DAN NANAH KENTAL MELELEH. TARKENI DENGAN SUSAH PAYAH MENDEKATI MADEKUR YANG MASIH TIDUR SANGAT NYENYAK.
NABI
Sejuta borok kecil mengerumuni keindahanmu. Berjuta lalat singgah mengerumuni borok-borokmu. Dan darah dan nanah meleleh-leleh
SESEORANG
Bagaimana pun perasaan kita, hidung kita tetap tidak tahan akan baunya
SESEORANG
Seharusnya kamu berobat
TARKENI
Jelas
SESEORANG
Kenapa tidak?
TARKENI
Nggak punya duit
SESEORANG
Cari dong
TARKENI
Tidak usah nyocot. Tanpa kamu bilang aku sudah berusaha, hanya saja aku belum dapat
SESEORANG
Saya kira lebih baik dia pergi ke rumah sosial
TARKENI MELUDAH
SESEORANG
Atau dia bisa datang ke rumah pastur atau dokter atau sosiawan atau….
TARKENI
Aku tidak akan pernah datang ke rumah-rumah mereka. Penyakit dan kelaparan yang sekarang kutanggung adalah penyakitku dan kelaparanku, bukan penyakit mereka kelaparan mereka
SESEORANG
Tempo hari pernah ada seorang pelacur yang menderita seperti dia datang ke rumah seorang dokter-pastur dan beberapa bulan kemudian dia sudah kembali cantik seperti keluar dari kap salon dan kemudian ia aktif lagi sebagai pelacur
SESEORANG
Kemarin pernah orang cerita….
DAN KEMUDIAN SETIAP ORANG BERCERITA MENGENAI PENGALAMANNYA YANG HAMPIR SERUPA ITU, MENDENGAR ITU SEMUA, TARKENI JADI JENGKEL DAN IA PUN SEGERA MELEMPARI ORANG-ORANG ITU DENGAN APA SAJA YANG DIDAPAT DAN ORANG-ORANG ITU PUN MNEYINGKIR SEMUA.
SETELAH ITU, TARKENI MEMBANGUNKAN MADEKUR DENGAN MESRA SEKALI, SEPERTI IA MEMBANGUNKAN MADEKUR DI KAMAR YANG INDAH DI SEBUAH RUMAH KAMPUNG DI DESANYA.
TARKENI
Mad, Mad….
MADEKUR (Sambil bangun menggeliat enak sekali)
Ah, matahariku
TARKENI
Menyenangkan mimpimu?
MADEKUR
Luar bisaa, tapi mencapekkan pinggang
TARKENI
Aku juga mimpi yang sama
MADEKUR
Sebentar lagi luka-lukamu kering, sayang. Jangan kecil hati
TARKENI
Aku tidak pernah kecil hati seperti kau tahu
MADEKUR
Memang, dan itulah yang membuatku tergila-gila padamu
TARKENI
Bagaimana pun, samara-samar aku masih bisa membayangkan ketika pada suatu sore kau mengintip aku mandi
MADEKUR
Waktu itu aku masih bocah dan aku malu karena tertangkap basah
TARKENI
Mad….
MADEKUR
Tar….
KEDUANYA SALING MENATAP SAMA TERSENYUM, TAMPAK BETAPA KEDUANYA SALING MENCINTA
MADEKUR
Waktu tidak berhasil merusak keheningan matamu, sayang. Matamu tetap bulat bening seperti ketika untuk pertama kalinya aku memperhatikanmu
TARKENI
Ketika aku belajar mengaji di rumah Nyi Rohmah?
MADEKUR
Ya, kau pakai kerudung….
TARKENI
Oh, tiba-tiba aku ingin berkerudung sekarang
MADEKUR
Sapu tangan ini bisa kau gunakan sebagai kerudung
LALU TARKENI MEMAKAI KERUDUNG
MADEKUR
Siapa bilang kau busuk?
TARKENI
Jangan hiraukan omongan orang
MADEKUR
Kau tetap cantik mengagumkan
TARKENI
Aku selalu gemetar setiap mendengar suaramu
MADEKUR
Kita berbahagia, bukan
TARKENI
Sangat, sangat
MADEKUR
Ya, karena ternyata kita berhasil dan selalu berhasil mengatasi penderitaan demi penderitaan
TARKENI
Mad, aku merasa sebentar lagi aku akan mati
MADEKUR
Aku juga merasa begitu
TARKENI
Kalau begitu, setubuhi aku. Aku ingin….
MADEKUR
Aku mengerti, aku mengerti.
ANGIN PUN BERDESIR
TARKENI
Mad….
MADEKUR
Tar….
NYANYIAN
Bunga-bunga plastik warna-warni
Tidak bergoyang, tidak bergoyang
Sementara angin menghembusnya
Hanya debu-debu yang menari-nari
Nanah yang meleleh
Dosa yang meleleh
Langit pun terbuka
Memberkas cahaya
Cahaya perak kemerlap
Bumi pucat senyap
Dedaun perak kemerlpa
Melayang meratap
Nanah yang meleleh
Dosa yang meleleh
Menyerbu angkasa
Menggedor cahaya
Madekur mandi cahaya
Semua jadi bunga
Tarkeni mandi cahaya
Semua jadi doa
IBM
Para penonton yang berbahagia – semoga. Amien.
Bertahun-tahun lamanya Ibu Madekur mengembara sebagai pengemis di jalan-jalan Jakarta, mencari dan mencari Madekur dan Tarkeni. Tidak seorang pun tahu. Tidak seorang pun yang tahu. Dan pada suatu dini hari di bawah jembatan Semanggi perempuan tua itu, yang sedang kedinginan dalam tidur sepinya dibangunkan oleh seorang anak lelaki dan seorang anak perempuan – sepasang kuda putih. Kedua anak kecil itu membisikan di telinganya bahwa Madekur dan Tarkeni telah wafat. Mendnegar itu, Ibu Madekur bangkit dan kedua anak itu kemudian gaib menjelma dua titik embun.
Begitulah perempuan tua itu kembali mengembara dan mengembara dan kali ini bermaksud menziarahi kuburan anak-anaknya; Madekur dan Tarkeni. Tapi tidak seorang pun tahu. Tidak seorang pun yang tahu. Dan pada suatu senja di sebuah tong sampah perempuan tua itu mengais-ngais, tapi tong itu kosong. Tong itu kosong. Tapi ibu it terus mengais dan mengais, lantaran percaya di bawah tong itulah pasti Madekur dan Tarkeni terkubur. Dan benar, perempuan itu menemukan Madekur dan Tarkeni yang sedang nyenyak tidur berpelukan. Dipandanginya anak-anak itu, diciuminya anak-anak itu, direstuinya anak-anak itu. Dan seketika Madekur dan Tarkeni gaib menjelma dua lembar daun kering yang siap menjadi debu.
Para penonton yang bahagia – semoga, Amin.
Kemudian ibu itu berbisik pada daun-daun kering itu
“Bagaimana pun kalian adalah putra-putra ku yang terbesar bagiku….”
TAMAT
sumber : http://naskahdrama-rps.blogspot.co.id/2010/08/madekur-dan-tarkeni-arifin-c-noer.html