Matinya hati adalah kehidupan dan kehidupan hati adalah ilmu
Imam Al-Ghazali
Pengalaman menunjukkan bahwa ruh tidak lain adalah kesadaran
Siapapun yang memiliki kesadaran lebih besar memiliki semangat yang lebih besar; Ketika semangat menjadi lebih besar dan melampaui semua batas, roh segala sesuatu menjadi patuh padanya Jalaludin Rumi
Sabtu, 09 Maret 2013
Sabtu, 02 Maret 2013
Panduan Praktek Pengurusan Jenazah
MUKADIMAH
“Setiap
yang bernyawa akan merasakan mati. Dan
hanya pada
hari kiamat sajalah diberikan dengan sempurna balasanmu.Barangsiapa yang dijauhkan dari neraka dan
dimasukkan ke dalam surga, sungguh, dia memperoleh kemenangan.Kehidupan dunia
hanyalah kesenangan yang memperdaya”
( Q.S Ali Imran : 185)
TATA CARA MEMANDIKAN JENAZAH
1.
Alat dan bahan yang
dipergunakan
Adapun alat-alat yang dipergunakan untuk memandikan
jenazah adalah sebagai berikut:
þ
Kapas
þ
Dua buah sarung tangan untuk petugas yang memandikan
þ
Sebuah spon penggosok
þ
Alat penggerus untuk menggerus dan menghaluskan kapur
barus
þ
Spon-spon plastik
þ
Shampo
þ
Sidrin (daun bidara)
þ
Kapur barus
þ
Masker penutup hidung bagi petugas
þ
Gunting untuk memotong pakaian jenazah sebelum
dimandikan
þ
Air bersih
þ
Pengusir bau busuk dan Minyak wangi
þ
Daun Sidr (Bidara)
2. Menutup
aurat si mayit
Dianjurkan menutup aurat si mayit ketika
memandikannya. Dan melepas pakaiannya, serta menutupinya dari pandangan orang
banyak. Sebab si mayit barangkali berada dalam kondisi yang tidak layak untuk
dilihat. Sebaiknya papan pemandian sedikit miring ke arah kedua kakinya agar
air dan apa-apa yang keluar dari jasadnya mudah mengalir darinya.
3. Tata cara memandikan jenazah
Seorang petugas memulai dengan melunakkan persendian
jenazah tersebut. Apabila kuku-kuku jenazah itu panjang, maka dipotongi.
Demikian pula bulu ketiaknya. Adapun bulu kelamin, maka jangan mendekatinya
kecuali suami maupun istri, karena itu merupakan aurat besar. Kemudian petugas
mengangkat kepala jenazah hingga hampir mendekati posisi duduk.
Lalu mengurut perutnya dengan perlahan untuk
mengeluarkan kotoran yang masih dalam perutnya. Hendaklah memperbanyak siraman
air untuk membersihkan kotoran-kotoran yang keluar.
Petugas yang memandikan jenazah hendaklah mengenakan
lipatan kain pada tangannya atau sarung tangan untuk membersihkan jasad si
mayit (membersihkan qubul dan dubur si mayit) tanpa harus melihat atau
menyentuh langsung auratnya, jika si mayit berusia tujuh tahun ke atas.
4. Mewudhukan
jenazah
Selanjutnya petugas berniat (dalam hati) untuk
memandikan jenazah serta membaca basmalah. Lalu petugas me-wudhu-i jenazah
tersebut sebagaimana wudhu untuk shalat. Namun tidak perlu memasukkan air ke
dalam hidung dan mulut si mayit, tapi cukup dengan memasukkan jari yang telah
dibungkus dengan kain yang dibasahi di antara bibir si mayit lalu menggosok
giginya dan kedua lubang hidungnya sampai bersih.
Selanjutnya, dianjurkan agar mencuci rambut dan
jenggotnya dengan busa perasan daun bidara atau dengan busa sabun. Dan sisa
perasan daun bidara tersebut digunakan untuk membasuh sekujur jasad si mayit.
5. Membasuh
tubuh jenazah
Setelah itu membasuh anggota badan sebelah kanan si
mayit. Dimulai dari sisi kanan tengkuknya, kemudian tangan kanannya dan bahu
kanannya, kemudian belahan dadanya yang sebelah kanan, kemudian sisi tubuhnya
yang sebelah kanan, kemudian paha, betis dan telapak kaki yang sebelah kanan.
Selanjutnya petugas membalik sisi tubuhnya hingga
miring ke sebelah kiri, kemudian membasuh belahan punggungnya yang sebelah
kanan. Kemudian dengan cara yang sama petugas membasuh anggota tubuh jenazah
yang sebelah kiri, lalu membalikkannya hingga miring ke sebelah kanan dan
membasuh belahan punggung yang sebelah kiri. Dan setiap kali membasuh bagian
perut si mayit keluar kotoran darinya, hendaklah dibersihkan.
Banyaknya memandikan: Apabila sudah bersih, maka yang
wajib adalah memandikannya satu kali dan mustahab (disukai/sunnah) tiga kali.
Adapun jika belum bisa bersih, maka ditambah lagi memandikannya sampai bersih
atau sampai tujuh kali (atau lebih jika memang dibutuhkan). Dan disukai untuk
menambahkan kapur barus pada pemandian yang terakhir, karena bisa mewangikan jenazah
dan menyejukkannya. Oleh karena itulah ditambahkannya kapur barus ini pada
pemandian yang terakhir agar baunya tidak hilang.
Dianjurkan agar air yang dipakai untuk memandikan si
mayit adalah air yang sejuk, kecuali jika petugas yang memandikan membutuhkan
air panas untuk menghilangkan kotoran-kotoran yang masih melekat pada jasad si
mayit. Dibolehkan juga menggunakan sabun untuk menghilangkan kotoran. Namun
jangan mengerik atau menggosok tubuh si mayit dengan keras. Dibolehkan juga
membersihkan gigi si mayit dengan siwak atau sikat gigi. Dianjurkan juga
menyisir rambut si mayit, sebab rambutnya akan gugur dan berjatuhan.
Setelah selesai dari memandikan jenazah ini, petugas
mengelapnya (menghandukinya) dengan kain atau yang semisalnya. Kemudian
memotong kumisnya dan kuku-kukunya jika panjang, serta mencabuti bulu ketiaknya
(apabila semua itu belum dilakukan sebelum memandikannya) dan diletakkan semua
yang dipotong itu bersamanya di dalam kain kafan. Kemudian apabila jenazah
tersebut adalah wanita, maka rambut kepalanya dipilin (dipintal) menjadi tiga
pilinan lalu diletakkan di belakang (punggungnya).
Faedah
dan Penjelasan
þ Apabila
masih keluar kotoran (seperti: tinja, air seni atau darah) setelah dibasuh
sebanyak tujuh kali, hendaklah menutup kemaluannya (tempat keluar kotoran itu)
dengan kapas, kemudian mencuci kembali anggota yang terkena najis itu, lalu si
mayit diwudhukan kembali. Sedangkan jika setelah dikafani masih keluar juga,
tidaklah perlu diulangi memandikannya, sebab hal itu akan sangat merepotkan.
þ Apabila
si mayit meninggal dunia dalam keadaan mengenakan kain ihram dalam rangka
menunaikan haji atau umrah, maka hendaklah dimandikan dengan air ditambah
perasaan daun bidara seperti yang telah dijelaskan di atas. Namun tidak perlu
dibubuhi wewangian dan tidak perlu ditutup kepalanya (bagi jenazah pria).
Berdasarkan sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassalam mengenai seseorang
yang wafat dalam keadaan berihram pada saat menunaikan haji.
þ Orang
yang mati syahid di medan perang tidak perlu dimandikan, namun hendaklah
dimakamkan bersama pakaian yang melekat di tubuh mereka. Demikian pula mereka
tidak perlu dishalatkan.
þ Janin
yang gugur, bila telah mencapai usia 4 bulan dalam kandungan, jenazahnya
hendaklah dimandikan, dishalatkan dan diberi nama baginya. Adapun sebelum itu
ia hanyalah sekerat daging yang boleh dikuburkan di mana saja tanpa harus
dimandikan dan dishalatkan.
þ Apabila
terdapat halangan untuk memamdikan jenazah, misalnya tidak ada air atau kondisi
jenazah yang sudah tercabik-cabik atau gosong, maka cukuplah ditayamumkan saja.
Yaitu salah seorang di antara hadirin menepuk tanah dengan kedua tangannya lalu
mengusapkannya pada wajah dan kedua punggung telapak tangan si mayit.
þ Hendaklah
petugas yang memandikan jenazah menutup apa saja yang tidak baik untuk
disaksikan pada jasad si mayit, misalnya kegelapan yang tampak pada wajah si
mayit, atau cacat yang terdapat pada tubuh si mayit dll.
TATA CARA
MENGKAFANI JENAZAH
1.
Kafan-kafan mesti sudah
disiapkan setelah selesai memandikan jenazah dan menghandukinya
Mengkafani jenazah hukumnya wajib dan hendaklah kain
kafan tersebut dibeli dari harta si mayit. Hendaklah didahulukan membeli kain
kafannya dari melunaskan hutangnya, menunaikan wasiatnya dan membagi harta
warisannya. Jika si mayit tidak memiliki harta, maka keluarganya boleh
menanggungnya.
2.
Mengkafani jenazah
Dibentangkan tiga lembar kain kafan, sebagiannya di
atas sebagian yang lain. Kemudian didatangkan jenazah yang sudah dimandikan
lalu diletakkan di atas lembaran-lembaran kain kafan itu dengan posisi
telentang.
Kemudian didatangkan hanuth yaitu minyak wangi
(parfum) dan kapas. Lalu kapas tersebut dibubuhi parfum dan diletakkan di
antara kedua pantat jenazah, serta dikencangkan dengan secarik kain di atasnya
(seperti melilit popok bayi).
Kemudian sisa kapas yang lain yang sudah diberi parfum
diletakkan di atas kedua matanya, kedua lubang hidungnya, mulutnya, kedua
telinganya dan di atas tempat-tempat sujudnya, yaitu dahinya, hidungnya, kedua
telapak tangannya, kedua lututnya, ujung-ujung jari kedua telapak kakinya, dan
juga pada kedua lipatan ketiaknya, kedua lipatan lututnya, serta pusarnya. Dan
diberi parfum pula antara kafan-kafan tersebut, juga kepala jenazah.
Selanjutnya lembaran pertama kain kafan dilipat dari
sebelah kanan dahulu, baru kemudian yang sebelah kiri sambil mengambil
handuk/kain penutup auratnya. Menyusul kemudian lembaran kedua dan ketiga,
seperti halnya lembaran pertama. Kemudian menambatkan tali-tali pengikatnya yang
berjumlah tujuh utas tali. Lalu gulunglah lebihan kain kafan pada ujung kepala
dan kakinya agar tidak lepas ikatannya dan dilipat ke atas wajahnya dan ke atas
kakinya (ke arah atas). Hendaklah ikatan tali tersebut dibuka saat dimakamkan.
Dibolehkan mengikat kain kafan tersebut dengan enam utas tali atau kurang dari
itu, sebab maksud pengikatan itu sendiri agar kain kafan tersebut tidak mudah
lepas (terbuka).
TATA CARA MENSHOLATKAN JENAZAH
1. Niat
melakukan shalat Jenazah dengan 4 kali takbir.
|
||||||||||||
Niatnya: (untuk mayit laki-laki)
|
||||||||||||
Ushallii alaa hadzal mayyiti arba’a takbiiraatin
fardhal kifaayati ma’muuman lillaahi ta’alaa.
|
||||||||||||
Artinya: Aku niat shalat atas mayit ini empat
takbir fardhu kifayah karena Allah.
|
||||||||||||
Niat (untuk mayit perempuan)
|
||||||||||||
Ushallii alaa haadzihil mayyiti arba’a takbiiraatin
fardhal kifaayati ma’muuman lillaahi ta’aalaa.
|
||||||||||||
2.
Setelah takbiratul ihram,
yakni setelah mengucapkan “Allahu akbar” sambil meletakan tangan kanan di
atas tangan kiri di atas perut (sidakep), kemudian membaca Al-Fatihah,
setelah membaca Al-Fatihah lalu takbir “Allahu
akbar”
|
||||||||||||
3. Setelah takbir kedua, lalu membaca shalawat:
|
||||||||||||
Allahumma shalli ‘alaa Muhammad
|
||||||||||||
Lebih
sempurna lagi jika membaca shalawat sebagai berikut:
|
||||||||||||
Allahumma
shalli ‘alaa Muhammadin wa’alaa aali Muhammadin. Kamaa shallaita ‘alaa
Ibrahim wa ‘allaa aali Ibrahim. Wa baarik ‘alaa Muhammadin wa ‘alaa aalii
Muhammad. Kamaa baarakta ‘alaa Ibrahim wa ‘alaa aali Ibrahim fil-‘aalamiina
innaka hamiidummajid.
|
||||||||||||
Artinya:
“Ya Allah, berilah shalawat atas Nabi Muhammad dan atas keluarganya,
sebagaimana Tuhan pernah memberi rahmat kepada Nabi Ibrahim dan keluarganya.
Dan limpahkanlah berkah atas Nabi Muhammad dan para keluarganya, sebagaimana
Tuhan pernah memberikan berkah kepada Nabi Ibrahim dan para keluarganya. DI
seluruh ala mini Tuhanlah yang terpuji Yang Maha Mulia.”
|
||||||||||||
4. Setelah takbir yang ketiga, kemudian membaca doa: |
||||||||||||
Allahummaghfir
lahuu warhamhu wa’aafihii wa’fu’anhu.
|
||||||||||||
Artinya:
“Ya Allah, ampunilah dia, berilah rahmat dab sejahtera, maafkanlah dia.”
|
||||||||||||
Jika
mayit perempuan di baca :
|
||||||||||||
Allahummaghfir
lahu (lahaa) warhamhu (haa) wa’aafihii (haa) wa’fu ‘anhu (haa) (HR.
Muslim 2/663)
Untuk
lebih lengkapnya membaca :
اَللَّهِمَّ
اغْفِرْلَهُ (هاَ) وَارحَمْهُ (هَا) وَعَافِهِ (هَا) وَاعْفُ عَنْهُ (هَا)
وَأَكْرِمْ نُزُلَهُ (هَا) وَوَسِّعْ مَدْخَلَهُ (هَا) وَاغْسِلْهُ (هَا)
بِمَاءٍ وَثَلْجٍ وَبَرْدٍ وَنَقِّهِ (هَا) مِنَ اْلخَطَايَا كَمَايُنَقَّي
الثَّوْبُ اْلاَبْيَضُ مِنَ الدَّنَسِ وَأَبْدِلْهُ (هَا) دَارًا خَيْرًا مَنْ
دَارِهِ (هَا) وَأَهْلاً خَيْرًا مِنْ أَهْلِهِ (هَا) وَقِهِ (هَا) فِتْنَةَ
اْلقَبْرِ وَعَذَابَ النَّارِ (رواه مسلم)
Artinya:
“Ya Allah, ampunilah dia, kasihanilah dia, sejahterakanlah dia dan
luaskanlah tempat kediamannya. Bersihkanlah ia dengan air, es, dan embun.
Bersihkanlah ia dari dosa, sebagaimana kain putih dibersihkan dari kotoran.
Gantilah rumahnya dengan rumah yang lebih baik daripada rumahnya dahulu, dan
gantilah kaum keluarganya, dengan yang lebih baik dari kaum keluarganya
dahhulu, dan peliharalah dia dari siksa kubur dan siksa neraka” (HR. Muslim)
|
||||||||||||
5. Selesai takbir
keempat, lalu membaca:
|
||||||||||||
Allahumma
laa tahrimnaa ajrahu wa laa taftinnaa ba’dahu waghfir lanaa wa lahu.
|
||||||||||||
Artinya:
“Ya Allah, janganlah kiranya pahalanya tidak sampai kepada kami (janganlah
Engkau meluputkan kami akan pahalanya), dan janganlah Engkau member kami
fitnah sepeninggalnya, dan ampunilah kami dan dia.”
|
||||||||||||
6. Kemudian setelah salam
membaca:
|
||||||||||||
As-sallamu
‘alaikum warahmatullahi wa barakaatuh.
|
Hal-hal sunah dalam Salat Jenazah
þ Mengangkat tangan ketika mengucapkan emapt takbir.
Sabda Rasulullah SAW:
عَنِ
ابْنِ عُمَرَ أَنَّهُ صَلَّي اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يرْفَعُ يَدَيْهِ
عَلَي كُلِّ تَكْبِيْرَاتِ اْلجَنَازَاةِ (رواه
البيهقي)
Artinya: “Dari Ibnu Umar, Sesungguhnya Nabi SAW
mengangkat kedua tangannya, pada semua takbir salat jenazah (HR. al-Baihaqy)
þ
Israr yaitu merendahkan suara bacaan salat
þ
Membaca Ta’awuz
þ Hukum shalat jenazah fardhu kifayah, salat jenazah boleh dikerjakan
secara munfarid jika tidak memungkinkan untuk berjamaah, namun ada yang
berpendapat bahwa jika dilakukan sendiri maka akan menyebabkan gugurnya shalat
jenazah (Kitab ahkanul al-Junaiz: 125). Diutamakan berjamaah karena hukumnya
wajib (ahkanul janaiz: 202).
þ Wanita yang bergama Islam boleh dan sah menyalatkan jenazah.
TATA CARA
MENGUBURKAN JENAZAH
1.
Disunnahkan membawa jenazah dengan usungan
jenazah yang di panggul di atas pundak dari keempat sudut usungan.
2.
Disunnahkan menyegerakan mengusungnya ke
pemakaman tanpa harus tergesa-gesa. Bagi para pengiring, boleh berjalan di
depan jenazah, di belakangnya, di samping kanan atau kirinya. Semua cara ada
tuntunannya dalam sunnah Nabi. Para pengiring tidak dibenarkan untuk duduk
sebelum jenazah diletakkan, sebab Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassalam telah
melarangnya.
3.
Disunnahkan mendalamkan lubang kubur, agar
jasad si mayit terjaga dari jangkauan binatang buas, dan agar baunya tidak
merebak keluar. Lubang kubur yang dilengkapi liang lahad lebih baik daripada
syaq.
Dalam masalah
ini Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassalam bersabda:
“Liang lahad itu adalah bagi kita (kaum muslimin), sedangkan syaq bagi
selain kita (non muslim).” (HR. Abu Dawud dan dinyatakan shahih oleh Syaikh
Al-Albani dalam “Ahkamul Janaaiz” hal. 145).
Lahad adalah
liang (membentuk huruf U memanjang) yang dibuat khusus di dasar kubur pada
bagian arah kiblat untuk meletakkan jenazah di dalamnya.
Syaq adalah
liang yang dibuat khusus di dasar kubur pada bagian tengahnya (membentuk huruf
U memanjang).
4.
Jenazah siap untuk dikubur. Allahul
musta’an.
5.
Jenazah diangkat di atas tangan untuk
diletakkan di dalam kubur.
6.
Jenazah dimasukkan ke dalam kubur.
Disunnahkan memasukkan jenazah ke liang lahat dari arah kaki kuburan lalu
diturunkan ke dalam liang kubursecara perlahan. Jika tidak memungkinkan, boleh
menurunkannya dari arah kiblat.
7.
Petugas yang memasukkan jenazah ke lubang
kubur hendaklah mengucapkan: “BISMILLAHI WA ‘ALA MILLATI RASULILLAHI (Dengan menyebut
Asma Allah dan berjalan di atas millah Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wassalam).” ketika menurunkan jenazah ke lubang kubur. Demikianlah yang
dilakukan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassalam.
8.
Disunnahkan membaringkan jenazah dengan
bertumpu pada sisi kanan jasadnya (dalam posisi miring) dan menghadap kiblat
sambil dilepas tali-talinya selain tali kepala dan kedua kaki.
9.
Tidak perlu meletakkan bantalan dari tanah
ataupun batu di bawah kepalanya, sebab tidak ada dalil shahih yang
menyebutkannya. Dan tidak perlu menyingkap wajahnya, kecuali bila si mayit
meninggal dunia saat mengenakan kain ihram sebagaimana yang telah dijelaskan.
10.
Setelah jenazah diletakkan di dalam rongga
liang lahad dan tali-tali selain kepala dan kaki dilepas, maka rongga liang
lahad tersebut ditutup dengan batu bata atau papan kayu/bambu dari atasnya
(agak samping).
11.
Lalu sela-sela batu bata-batu bata itu
ditutup dengan tanah liat agar menghalangi sesuatu yang masuk sekaligus untuk
menguatkannya.
12.
Disunnahkan bagi para pengiring untuk
menabur tiga genggaman tanah ke dalam liang kubur setelah jenazah diletakkan di
dalamnya. Demikianlah yang dilakukan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassalam.
Setelah itu ditumpahkan (diuruk) tanah ke atas jenazah tersebut.
13.
Hendaklah meninggikan makam kira-kira
sejengkal sebagai tanda agar tidak dilanggar kehormatannya, dibuat gundukan
seperti punuk unta, demikianlah bentuk makam Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wassalam (HR. Bukhari).
14.
Kemudian ditaburi dengan batu kerikil
sebagai tanda sebuah makam dan diperciki air, berdasarkan tuntunan sunnah Nabi
shallallahu ‘alaihi wassalam (dalam masalah ini terdapat riwayat-riwayat mursal
yang shahih, silakan lihat “Irwa’ul Ghalil” II/206). Lalu diletakkan batu pada
makam bagian kepalanya agar mudah dikenali.
15.
Haram hukumnya menyemen dan membangun
kuburan. Demikian pula menulisi batu nisan. Dan diharamkan juga duduk di atas
kuburan, menginjaknya serta bersandar padanya. Karena Rasulullah shallallahu
‘alaihi wassalam telah melarang dari hal tersebut. (HR. Muslim)
16.
Kemudian pengiring jenazah mendoakan keteguhan
bagi si mayit (dalam menjawab pertanyaan dua malaikat yang disebut dengan
fitnah kubur). Karena ketika itu ruhnya dikembalikan dan ia ditanya di dalam
kuburnya. Maka disunnahkan agar setelah selesai menguburkannya orang-orang itu
berhenti sebentar untuk mendoakan kebaikan bagi si mayit (dan doa ini tidak
dilakukan secara berjamaah, tetapi sendiri-sendiri!). Sesungguhnya mayit bisa
mendapatkan manfaat dari doa mereka.