Selasa, 12 Juli 2016

Benarkah Bumi Rata-Terhampar Q.S al- QS. Al-Gashiyyah: 20 (Bukan Tulisan; Sekedar Berbagi)



Benarkah Bumi Rata-Terhampar
Q.S al- QS. Al-Gashiyyah: 20
(Bukan Tulisan; Sekedar Berbagi)

Berawal dari ingin menggali “bukan tak yakin” tentang kalimat suci dari ucapan Rasulullah SAW, tentang  Islam muncul dalam keadaan asing dan akan kembali dalam keadaan asing, maka beruntunglah orang-orang yang asing”. Ditemukanlah sebuah fatwa Syaikh Abdul Aziz bin Baz tentang hadis tersebut, kemudian penulis menggali informasi biografi beliau, sampailah kepada fatwanya tentang bahwa bumi itu rata sama halnya Imam Qurthubi (lihat.https://id.wikipedia.org/wiki/Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz). Sungguh menarik, dari tafsir beliau tentang bumi itu rata, namun dalam penafsirannya dibantah ilmuwan-ilmuwan Barat. Akhirnya para ilmuwan melakukan ekspedisi ke luar angkasa sebagai bantahan pernyataan beliau. Kurang lebih copasnya adalah ekspedisi keluar angkasa pertama kali dilakukan oleh orang-orang Uni Soviet & Amerika Serikat, membuat sebagian ilmuwan-ilmuan di negeri barat menciptakan sebuah statement hujatan atas Al-Qur'an dan isinya yang menurut mereka sangat tidak masuk akal. Dari pernyataan tersebut, para Ulama arab pada waktu itu tidak terima, salah satunya Imam Abdul Aziz Abdullah bin Baz.
Namun Syaikh Bin Baz mendapati pemberitahuan bahwa ekspedisi luar angkasa yang dilakukan oleh beberapa ilmuan barat tersebut, telah membuktikan kebenaran tafsir Imam Ibnu Hazm dalam menafsirkan Q.S Al-Gashiyyah ayat 20. Yang artinya "Dan (apakah mereka tidak memperhatikan) bumi, bagaimana ia dihamparkan" (QS. Al-Gashiyyah: 20)
Imam Ibnu Hazm berpendapat bahwa penekanan kata "dihamparkan" menunjukkan bahwa sebenarnya bentuk bumi itu tak rata dan terhampar sebagaimana karpet, namun karena kekuasaan Allah sehingga bumi yang tak rata itu seakan-akan terhampar pada bagian permukaannya dan makhluk hidup pun bisa tinggal serta berjalan-jalan diatasnya. Sejak saat itu maka muncul sebuah fatwa rujuknya Syaikh Bin Baz dari pendapat bahwa bumi itu rata dan diapun berhujjah dengan pendapat Imam Ibnu Hazm diatas.
Disinilah muncul analitik-kritis penulis terhadap Fatwa Imam Syaikh Bin Baz, padahal awalnya beliau dengan keras memfatwakan yang copasnye “bahwa “bagi siapapun kaum muslimin yang mengikuti pesta besar orang-orang non-muslim barat dalam menghina Al-Qur'an dan mengkufuri isinya, maka orang itu telah melakukan suatu tindak kekufuran yang bisa berakibat pada keluarnya orang itu dari millah (agama) Islam”.

Muncullah bertanya siapa Imam Ibnu Hizm, akhirnya kembali ke wikepedia, ternyata beliau adalah seorang sejarawan, ahli fikih, dan imam Ahlus Sunnah di Spanyol Islam bermazhab Zhahiri (bahasa Arab: ظاهري; Literal) adalah salah satu mazhab fikih dan akidah dalam lingkup ahlus sunnah yang mencapai masa jayanya semenjak abad ke-3 hingga ke-8 H. Pengikut mazhab ini mengimani secara harfiah ayat-ayat Al-Quran dan Hadits sebagai satu-satunya sumber hukum Islam. Keyakinan mazhab ini menolak adanya permisalan (Qiyas) dan pemikiran pribadi (Ra'y) sebagai bagian dari sumber hukum fikih. Selain itu juga tidak menganggap fungsi konsesus Ijma').
Sedangkan Syaikh Abdul Aziz bin Baz kurang lebih copasnye “banyak menukil pendapat Imam Ahmad bin Hambal, namun dia menegaskan bahwa hal ini bukan karena taklid (Syaikh Bin Baz bukanlah termasuk pengikut mazhab tertentu di antara 4 mazhab para Imam). Dalam menghadapi ikhtilaf (perbedaan pendapat) fiqih dikalangan para Imam Mazhab dan para ulama, dia menggunakan metode tarjih dan ijma', yaitu manakah di antara pendapat Ulama itu yang memiliki hujjah paling kuat menurut sandaran utamanya (yaitu Al-Qur'an dan As-Sunnah/Hadits), dan ketika sudah diketahui manakah yang kuat maka pendapat itulah yang akan diambil dan ikuti. Dan ketika menghadapi suatu persoalan yang belum disebutkan di dalam Al-Qur'an maupun Hadits secara terperinci, maka Syaikh Bin Baz akan mengambil pendapat ijma' (mayoritas) para ulama. Dia sangat mengecam keras perselisihan di antara kaum muslimin yang berasal dari ikhtilaf para Imam Mazhab (yang disebabkan karena fanatisme Mazhab maupun taklid). Syaikh Bin Baz senantiasa menasehati ummat untuk selalu berpegang teguh pada Al-Qur'an dan As-Sunnah serta bersatu dibawah panji para Salafusshalih agar ummat Islam bisa kembali bersatu sebagaimana Islam dimasa Rasulullah (Nabi Muhammad)”.
Berangkat dari dua hal diatas, menjadi bahan pemikiran yang perlu didiskusikan bersama diataranya :
1.  Apakah fatwa yang dikeluarkan itu tidak selamanya final sehingga dapat dirujuk ?
2. Apakah perlu didiskusikan kembali tentang “Bumi itu Rata/terhampar sebagaimana Q.S al-Ghosiyah : 20
3. Mazhab zhahiri termasuk mazhab yang mana, apakah Imam Syafi’i, Imam Hambali, Hanafi, dan Imam Maliki.
4.  Saat ini banyak yang memahami apablila tidak menggunakan Ijma’ dan Qiyas dikatakan “paham keras”.
Demikianlah ulasan singkat ini, penulis sadari karena kurangnya pengetahuan tentang keduanya, mohon pencerahan. Dan akhirnya untuk mengurai “tentang hadits “Islam muncul dalam keadaan asing dan akan kembali dalam keadaan asing, maka beruntunglah orang-orang yang asing” diurung, karena perlu mencari referensi yang dapat dijadikan sebagai pisau analisis tentang tulisan tersebut. Wallahu ‘alam.

0 comments:

Posting Komentar